KOMPAS.com - Pemerintah berencana menetapkan Jakarta sebagai daerah berstatus khusus setelah ibu kota negara resmi pindah ke Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara.
Dilansir dari Kompas.com, Rabu (13/9/2023), bukan lagi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta (DKI Jakarta), nantinya provinsi ini akan berganti nama menjadi Daerah Khusus Jakarta atau DKJ.
Wacana tersebut diusung dalam rapat internal yang membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang DKJ.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2022 tentang IKN, perlu mengganti UU Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia.
"Pemindahan Ibu Kota Negara, berdasarkan UU IKN mengubah status Jakarta yang semula 'Daerah Khusus Ibukota' diarahkan menjadi 'Daerah Khusus Jakarta'," ujar Sri Mulyani.
Tak akan lagi menjadi DKI, bagaimana sejarah Jakarta?
Baca juga: DKI Jakarta Gelar Pemutihan Pajak sampai 29 Desember 2023, Simak Ketentuannya!
Sebelum menjadi ibu kota negara dan salah satu kota terbesar di Indonesia, Jakarta memiliki riwayat yang sangat panjang.
Merujuk Sejarah Kota Jakarta 1950-1980 karya Edi Sedyawati dkk, wilayah yang saat ini bernama Jakarta pernah digunakan sebagai permukiman sederhana pada zaman prasejarah.
Hal tersebut tampak dari sejumlah situs purbakala, seperti Pejaten, Kampungkramat, dan Condet-Balekambang yang terletak di daerah aliran sungai Ciliwung.
Ada pula Bukit Sangkuriang dan Kelapadua yang berada di sebelah selatan perbatasan wilayah DKI Jakarta dan Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Serta, situs Buni yang berlokasi di sebelah timur perbatasan wilayah Jakarta dan Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.
Baca juga: Pertarungan Gladiator Manusia Vs Singa Pernah Digelar di Stadion Utama GBK, Ini Kisahnya
Dikutip dari laman jakarta.go.id, Jakarta bermula dari pelabuhan kecil di muara sungai Ciliwung, sekitar 500 tahun yang lalu.
Seiring berjalannya waktu, pelabuhan kecil ini bertransformasi menjadi pusat perdagangan internasional yang mempertemukan beragam bangsa dunia.
Barulah pada abad ke-16, sejarah tentang Jakarta dicatat oleh para pengembara Eropa. Kala itu, Jakarta masih disebut sebagai Kalapa, yang merupakan pelabuhan utama Kerajaan Sunda.
Hingga pada 22 Juni 1527, Sunda Kelapa yang saat itu telah menjadi pusat perdagangan Portugis diserang oleh Pangeran Fatahillah dari Demak.
Pangeran Fatahillah kemudian mengganti nama Sunda Kalapa menjadi Jayakarta. Tanggal penyerangan inilah yang hingga kini diperingati sebagai hari ulang tahun (HUT) Kota Jakarta.
Pada abad ke-16, Perusahaan Hindia Timur Belanda (VOC) mengambil alih kekuasaan atas Jayakarta dan mengganti namanya menjadi Batavia.
Nama tersebut diambil dari nenek moyang bangsa Belanda, Batavieren.
Lantaran kondisi geografis Batavia serupa dengan Belanda, pemerintah kolonial pun membangun kota dengan kanal untuk melindungi dari ancaman banjir.
Pemerintah kolonial Belanda kemudian mulai membangun pusat pemerintahan, dan memindahkannya ke daratan yang lebih tinggi dengan nama Weltevreden.
Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Tragedi Tanjung Priok 1984, Apa yang Terjadi?
Lambat laun, Batavia mulai menjadi pusat pergerakan nasional di awal abad ke-20 yang ditandai dengan Kongres Pemuda Kedua pada 1928.
Sejak pendudukan Jepang di Indonesia akibat Perang Dunia II pada 1942-1945, Batavia berganti nama menjadi Djakarta atau Djakarta Tokubetsu Shi.
Hingga saat Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945, nama Jakarta tetap digunakan dengan meninggalkan istilah atau unsur dari Jepang.
Sejak proklamasi pula, Jakarta telah menjadi pusat kegiatan politik dan pemerintahan pada masa awal kemerdekaan.
Kota ini pun resmi menjadi ibu kota negara pada 1966, yang berkembang pesat dengan pembangunan lokasi bisnis, akomodasi, hingga kedutaan besar.
Baca juga: Jakarta Dulu Wajib Masker karena Pandemi, Kini Ganti karena Imbas Polusi
Bermula dari pelabuhan kecil hingga bertransformasi menjadi ibu kota negara dan kota global, Jakarta penuh dengan cerita.
Masih dari laman resmi, berikut lini masa perkembangan Jakarta dari masa ke masa: