Dokter spesialis anak di Rumah Sakit Universitas Sebelas Maret (RS UNS) Debby Andina Landiasari menegaskan, kerokan pada bayi sangat tidak dianjurkan.
Hal itu lantaran kulit bayi masih sangat tipis dan halus, sehingga dapat memicu luka jika terjadi gesekan saat mengerok.
"Dan akan terasa perih jika terkena keringat atau pun air," kata dia, saat dihubungi Kompas.com, Kamis (14/9/2023).
Debby melanjutkan, luka bekas kerokan pada kulit bayi berpotensi menjadi tempat masuknya bakteri atau virus. Akibatnya, bayi pun dapat mengalami infeksi.
Bukan hanya menimbulkan kemerahan dan luka, mengerok kulit bayi juga tidak memiliki manfaat dari segi medis.
"Betul, tidak ada manfaatnya," ujarnya.
Kendati demikian, jika anak terlanjur dikerok, orangtua dapat memantau apakah bekas kerokan menimbulkan luka maupun infeksi.
"Kemudian untuk ke depannya sebaiknya tidak mengerok bayi lagi," tambahnya.
Menurut Debby, sebenarnya tidak ada batasan usia pasti kapan seorang anak boleh mendapat kerokan.
Namun, umumnya, semakin bertambah usia, relatif semakin aman pula bagi anak untuk dikerok saat mengalami masuk angin.
"Hanya saja, perlu dipastikan lagi apakah kerokan benar-benar bermanfaat untuk meringankan gejala sakit pada anak," sambungnya.
Pasalnya, selain kerokan, masih banyak metode pengobatan lain yang dapat digunakan untuk meringankan gejala sakit pada anak.
Debby mengatakan, beberapa perawatan yang dapat dicoba, termasuk perbanyak minum, kompres menggunakan air hangat, serta mengonsumsi makanan atau minuman hangat.
"Yang perlu dipahami orangtua adalah terapi tradisional yang aman untuk orang dewasa belum tentu aman untuk anak karena anak bukan miniatur orang dewasa," tandasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.