Lebih buruknya, hingga saat ini masih sedikit dokter yang memahami sindrom alpha-gal, serta lebih sedikit yang mengetahui cara mendiagnosisnya.
Bahkan, penulis utama makalah baru CDC yang terbit Juli lalu, Ann Carpenter turut menyebut, sindrom alpha-gal adalah masalah kesehatan masyarakat dengan dampak parah yang dapat berlangsung seumur hidup.
Dapat menyerang orang-orang di semua kelompok umur, akan tetapi kasus lebih banyak terjadi pada orang dewasa.
Baca juga: Kenali Sederet Bahaya Ketumbar, Picu Reaksi Alergi dan Gula Darah Rendah
Gejala atau tanda sindrom alpha-gal biasanya muncul dua hingga enam jam setelah mengonsumsi daging atau produk susu.
Reaksi alergi juga dapat terlihat setelah terpapar produk lain yang mengandung molekul alpha-gal, misalnya obat berlapis gelatin.
Gejala yang dimaksud umumnya meliputi:
Saat terkena alergi daging merah, reaksi satu orang dengan orang lainnya sangat mungkin berbeda.
Gejala dikelompokkan menjadi ringan, parah, hingga mengancam jiwa seperti kondisi anafilaksis, sehingga membutuhkan perawatan medis segera.
Oleh karenanya, jika mengalami gejala setelah mengonsumsi produk daging merah, konsultasikan dengan penyedia layanan kesehatan untuk didiagnosis.
Umumnya, pakar akan melakukan diagnosis melalui riwayat pasien, pemeriksaan fisik, dan tes darah untuk mencari antibodi spesifik atau protein yang dibuat khusus sistem kekebalan tubuh terhadap molekul alpha-gal.
Penyedia layanan kesehatan juga kemungkinan dapat merekomendasikan pasien untuk melalukan tes alergi pada kulit.
Hingga saat ini, belum ada pengobatan untuk mengatasi sindrom alpha-gal selain mengubah pola makan dengan menghindari asupan daging merah.
"Kabar baiknya adalah alergi ini bisa hilang dalam beberapa tahun jika tidak ada gigitan tambahan," kata Commins.
Baca juga: Sering Dikira Sama, Apa Perbedaan Intoleransi Laktosa dan Alergi Susu?
Salah satu cara untuk menghentikan alergi daging merah adalah mencegah agar tubuh tidak menjadi sasaran gigitan kutu.