Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kembali Mencuat, Ini Perjalanan Kasus "Kopi Sianida" Jessica Wongso 2016 Silam

Kompas.com - 25/08/2023, 17:15 WIB
Diva Lufiana Putri,
Farid Firdaus

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin menggunakan kopi sianida oleh Jessica Kumala Wongso, kembali menuai perhatian publik.

Kasus ini kembali mencuat setelah layanan streaming, Netflix, dikabarkan akan menayangkan dokumenter bertajuk "Ice Cold: Murder, Coffee and Jessica Wongso".

"Guys kasus kopi jessica wongso dijadikan film dokumenter netflix," tulis warganet di media sosial X atau dulu Twitter, Kamis (24/8/2023).

Hingga Jumat (25/8/2023) siang, unggahan tersebut telah mendapat lebih dari 1,1 juta tayangan, 21.200 suka, dan 1.700 repost dari warganet.

Sementara itu, merujuk laman TV Guide, film dokumenter kasus pembunuhan Mirna memang dijadwalkan akan tayang di Indonesia pada September.

Namun, tanggal perilisan dokumenter Netflix itu masih belum dipastikan dan akan diumumkan lebih lanjut.

Lantas, seperti apa perjalanan kasus kopi sianida Jessica Kumala Wongso?

Baca juga: Kasus Kematian Bripka AS Mencuat Lagi: Polisi Pastikan karena Sianida, Keluarga Sebut Ada Kejanggalan


Kronologi kasus kopi sianida

Kasus pembunuhan dengan sianida bermula saat empat orang yang telah berteman sejak menempuh pendidikan di Billy Blue College, Australia, mengadakan reuni di Jakarta.

Dilansir dari Kompas.com (6/1/2021), empat orang itu adalah Wayan Mirna Salihin, Jessica Kumala Wongso, Hani Boon Juwita, dan Vera.

Berlangsung pada 6 Januari 2016 di Kafe Olivier, Grand Indonesia, Jakarta Pusat, reuni akhirnya hanya dihadiri tiga orang lantaran Vera absen.

Kala itu, Jessica lebih dulu tiba di Olivier sebelum pukul 16.00 WIB untuk menghindari kebijakan 3 in 1 alias satu mobil minimal berisi tiga orang.

Dia kemudian berinisiatif memesan es kopi vietnam dan dua cocktail. Tak lama setelah pesanan tiba, Mirna pun sampai di Kafe Oliver bersama Hani.

Mereka mendatangi Jessica yang sudah menunggu di meja nomor 54, dan saling bertegur sapa. Mirna pun meminum es kopi vietnam yang telah dipesankan untuknya.

Namun, dia justru kejang-kejang dan sadarkan diri. Mulut korban juga mengeluarkan buih, sebelum dibawa ke klinik di Grand Indonesia.

Baca juga: Sianida dalam Kasus Sate Beracun, Bahaya, dan Pertolongan Pertamanya

Mirna kemudian dilarikan ke Rumah Sakit Abdi Waluyo, tetapi meninggal dunia dalam perjalanan.

Merasa ada kejanggalan dalam kasus kematian anaknya, ayah Mirna, Edi Dharmawan Salihin lantas melaporkannya ke Polsek Metro Tanah Abang pada malam itu juga.

Pada 9 Januari 2016, seperti diberitakan Kompas.com (15/6/2016), polisi meminta persetujuan keluarga untuk mengotopsi tubuh Mirna.

Namun, persetujuan tak langsung diberikan. Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya saat itu, Kombes Krishna Murti, mendatangi Dermawan untuk meminta izin dan memberikan pengertian.

Setelah menilai otopsi perlu dilakukan, keluarga akhirnya memberikan izin. Kendati demikian, yang dilakukan hanyalah pengambilan sampel tubuh di Rumah Sakit Sukanto, Kramatjati, Jakarta Timur, bukan otopsi keseluruhan.

Jenazah Mirna selanjutnya dibawa ke TPU Gunung Gadung di Bogor, Jawa Barat untuk dikebumikan pada 10 Januari 2016.

Baca juga: Hari Ini Setahun yang Lalu Brigadir J Tewas di Rumah Dinas Ferdy Sambo

Ada 3,75 miligram sianida di lambung Mirna

Pada 16 Januari 2016, enam hari setelah pemakaman, Kepala Puslabfor Polri saat itu, Brigadir Jenderal Alex Mandalikan mengungkapkan, ada zat sianida di dalam kopi Mirna.

Racun mematikan tersebut juga ditemukan di lambung Mirna, dengan berat sekitar 3,75 miligram.

Lantaran diduga ada unsur tindak pidana, polisi meningkatkan status perkara dari penyelidikan menjadi penyidikan.

Setelah memeriksa rekaman CCTV, saksi-saksi seperti Jessica, Hani, keluarga Mirna, dan pegawai Olivier, polisi pun menetapkan Jessica sebagai tersangka pada 29 Januari 2016.

Perempuan berambut panjang itu lantas ditangkap keesokan harinya di sebuah hotel di Jakarta Utara.

Jessica, yang beberapa hari sebelumnya kerap tampil di televisi swasta untuk membahas kematian temannya, diduga menaruh racun sianida dalam es kopi vietnam.

Usai ditangkap, Jessica menjalani sejumlah pemeriksaan, termasuk melakoni tes kejiwaan di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional dr Cipto Mangunkusumo (RSCM) guna mengetahui motif di balik pembunuhan Mirna.

Baca juga: Perawat di Inggris Dinyatakan Bersalah Lakukan Pembunuhan Berantai 7 Bayi, Ini Kronologinya

Setelah 32 kali sidang, Jessica divonis 20 tahun penjara

Jessica Kumala Wongso, terdakwa pembunuhan Wayan Mirna Salihin, menjalani sidang dengan agenda putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (27/10/2016). Mirna meninggal setelah meminum es kopi vietnam yang dipesan Jessica di Kafe Olivier pada 6 Januari 2016.KOMPAS.com / ANDREAS LUKAS ALTOBELI Jessica Kumala Wongso, terdakwa pembunuhan Wayan Mirna Salihin, menjalani sidang dengan agenda putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (27/10/2016). Mirna meninggal setelah meminum es kopi vietnam yang dipesan Jessica di Kafe Olivier pada 6 Januari 2016.

Sebelum menjalankan sidang perdana, pihak Jessica mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat pada 16 Februari 2016.

Salah satu kuasa hukumnya, Yudi Wibowo mengatakan, pengajuan praperadilan dikarenakan penetapan dan penahanan terhadap kliennya dianggap tidak sah.

Namun, PN Jakarta Pusat menolak praperadilan pada 1 Maret 2016 karena dianggap salah alamat.

Setelah cukup lama lantaran berkas perkara tak kunjung selesai, persidangan kasus pembunuhan Mirna untuk pertama kalinya digelar pada 15 Juni 2016.

Saat itu, jaksa penuntut umum mendakwa Jessica dengan dakwaan tunggal, Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang pembunuhan berencana, dengan ancaman hukuman maksimal pidana mati.

Diberitakan Kompas.com (27/10/2016), tim kuasa hukum Jessica langsung menyampaikan nota keberatan atau eksepsi atas dakwaan tersebut.

Melalui eksepsinya, dakwaan jaksa disebut terlalu dangkal. Unsur pembunuhan berencana seperti di mana sianida dibeli, disimpan, dan dimasukkan ke dalam es kopi vietnam, juga tidak terpenuhi.

Baca juga: Kronologi dan Motif Pembunuhan Petani di Bombana oleh Selingkuhan Istrinya

Namun, pada sidang 21 Juni 2016, jaksa menyanggah argumen tim kuasa hukum yang menitikberatkan alat atau obyek pembunuhan, tetapi mengabaikan peran subyek.

Menurut jaksa, peran subyek penting dalam memberikan gambaran tentang ketersediaan waktu yang cukup sejak timbulnya perencanaan pembunuhan hingga eksekusi.

Jaksa juga menyebutkan bahwa pembunuhan dengan racun sudah dianggap sebagai pembunuhan berencana.

Butuh 32 kali persidangan dan puluhan saksi untuk dihadapkan di meja pengadilan sebelum akhirnya hakim menjatuhkan putusan.

Hingga pada 27 Oktober 2016, hakim memutuskan Jessica bersalah atas pembunuhan berencana terhadap Mirna dengan motif sakit hati karena dinasihati soal asmara.

Majelis hakim pun menjatuhkan vonis hukuman 20 tahun penjara, sesuai dengan tuntutan yang diajukan jaksa penuntut umum.

Baca juga: Kronologi Truk Tangki Tabrak Penonton Karnaval di Pacet, Melaju Tak Terkendali Rem Diduga Blong

Ajukan upaya hukum, tetapi vonis tak berubah

Setelah mendengar vonis hakim PN Jakarta Pusat, Jessica langsung mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.

Pada 7 Maret 2017, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta mengeluarkan putusan bernomor 393/PID/2016/PT.DKI Tahun 2017.

Melalui putusan tersebut, hakim Elang Prakoso Wibowo, Sri Anggarwati, dan Pramodana Atmadja menguatkan putusan PN Jakarta Pusat yang menjatuhkan vonis 20 tahun.

Mengetahui bandingnya ditolak, Jessica melakukan upaya hukum berikutnya dengan mengajukan permohonan kasasi ke Mahkamah Agung (MA).

Akan tetapi, permohonan kasasi Jessica dengan nomor register 498K/Pid/2017 juga ditolak MA pada 21 Juni 2017.

Jessica Wongso kemudian mengajukan upaya hukum luar biasa berupa Peninjauan Kembali (PK) dengan nomor register 69 PK/PID/2018.

Namun, lagi-lagi, upaya hukum yang diajukan Jessica ditolak MA pada 3 Desember 2018.

Jessica Wongso pun mendekam di Rutan Pondok Bambu, Jakarta Timur, untuk menjalani vonis hukuman 20 tahun penjara.

(Sumber: Kompas.com/Nursita Sari, Akhdi Martin Pratama, Theresia Ruth Simanjuntak | Editor: Egidius Patnistik, Indra Akuntono)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com