KOMPAS.com - Project S TikTok akhir-akhir ini tengah menjadi sorotan pemerintah lantaran dinilai dapat mengancam dan merugikan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) bila masuk ke Indonesia.
Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Menkop UKM) Teten Masduki menyampaikan, Project S dicurigai menjadi cara bagi perusahaan untuk mengoleksi data produk terlaris di suatu negara yang nantinya produk tersebut akan kembali diproduksi di China.
Sementara itu, Project S sendiri dilaporkan sudah beroperasi di pasar Inggris.
"Di Inggris itu ada 67 persen algoritma TikTok bisa mengubah behavior konsumen di sana dari yang tidak mau belanja jadi belanja. Bisa mengarahkan produk yang mereka bawa dari China. Mereka juga bisa sangat murah sekali," kata Teten dikutip dari Antara.
Tak hanya itu saja, TikTok Shop dinilainya juga telah menyatukan media sosial, crossborder commerce, dan retail online.
Di mana, dari 21 juta pelaku UMKM yang terhubung ke ekosistem digital sebagian besar yang dijual secara online merupakan produk-produk yang berasal dari China.
Untuk itu, apabila tidak segera ditangani dengan kebijakan yang tepat, Teten mengungkapkan bahwa pasar digital Tanah Air akan didominasi oleh produk-produk dari China.
Di sisi lain, Teten menegaskan, ia bukan anti produk China maupun produk lain dari luar negeri.
Namun, sebagai upaya untuk melindungi UMKM, produk dari luar negeri harus mengikuti mekanisme impor produk termasuk melengkapi izin edar dari BPOM, memenuhi SNI hingga sertifikasi halal.
Lantas, apa itu Project S TikTok?
Baca juga: Apa Arti Kata Skena yang Ramai di TikTok? Berikut Penjelasan Pakar Bahasa
Project S adalah sebuah upaya yang dilakukan TikTok untuk menjual produk-produk buatannya sendiri.
Project S merupakan agenda dari ByteDance, induk perusahaan TikTok yang juga menjadi perusahaan teknologi internet China yang berkantor pusat di Beijing.
Project S mirip dengan model penjualan dari Amazon yang membuat dan mempromosikan berbagai barang terlarisnya sendiri.
"Upaya untuk mulai menjual produknya sendiri dikenal secara internal sebagai "Proyek S", menurut enam orang yang mengetahui pembahasan internal," dilansir dari Financial Times.
Saat ini TikTok memungkinkan vendor lain untuk menjual barang melalui TikTok Shop, yang kemudian mendapatkan komisi kecil.
Sebaliknya, ByteDance akan mengambil semua hasil dari penjualan yang dilakukan melalui fitur Trendy Beat di TikTok, kata empat orang yang mengetahui tentang operasinya.
"Mereka menambahkan bahwa ByteDance sedang membangun unit ritel online untuk menantang kelompok-kelompok seperti merek fast fashion Shein dan aplikasi saudara Pinduoduo, Temu, sebuah situs yang menjual produk murah dan fitur-fitur yang sangat populer di media sosial," tambahnya.
Sementara itu, Project S dipimpin oleh Bob Kang, kepala e-commerce ByteDance, yang baru-baru ini melakukan perjalanan dari Shanghai untuk mengkoordinasikan upaya-upaya di kantor TikTok di London.
TikTok mengatakan bahwa Kang berada di Inggris untuk beberapa alasan dan melapor kepada kepala eksekutif aplikasi Shou Zi Chew.
Menurut orang-orang yang mengetahui rencana tersebut, Project S memanfaatkan pengetahuan TikTok tentang barang-barang yang menjadi viral di aplikasi, memungkinkan ByteDance untuk mendapatkan atau membuat barang-barang itu sendiri.
Perusahaan ini kemudian mempromosikan produk Trendy Beat secara besar-besaran dibandingkan dengan penjual lain di TikTok.
Baca juga: Cara Menghapus Akun Tiktok secara Permanen
Sementara itu, untuk mengatasi ancaman Project S yang masuk ke Indonesia, Teten Masduki mendesak agar Kementerian Perdagangan untuk segera melakukan revisi Permendag Nomor 50/2020.
Di mana, dalam Permendag Nomor 50/2020 yang saat ini baru mengatur perdagangan di e-commerce, bukan social commerce.
Ia mengaku revisi aturan tersebut sudah diwacanakan sejak tahun lalu, namun hingga kini masih belum terbit.
“Itu bukan hanya untuk TikTok saja, untuk seluruh e-Commerce untuk juga yang cross border commerce semua," ungkapnya.
"Jadi jangan kemudian saya dianggap anti TikTok, bukan, saya hanya mau melindungi produk UMKM supaya ada playing field yang sama dengan produk dari luar, jangan kemudian mereka diberi kemudahan,” katanya lagi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya