Menurutnya, kemungkinan 1-2 orang merasakan, tetapi harus dibuktikan apakah sering sakit memang disebabkan vaksinasi.
"Dan selama ini hal tersebut tidak terbukti. Yang sering terjadi adalah 'perasaan ini dan itu'. Hal terakhir itu sih sudah terjadi sejak jaman dahulu," ungkapnya kepada Kompas.com, Rabu.
Baca juga: Status Pandemi Dicabut, Apakah Vaksin Covid-19 Masih Gratis?
Spesialis anak konsultan dari FK Universitas Airlangga ini melanjutkan, persepsi individu semacam itu sulit untuk dikuantifikasi.
Oleh karena itu, perlu uji klinik dan prosedur penelitian lain agar semua data dapat diamati dan dikuantifikasi secara benar.
"Hal yang sama juga dituduhkan pada beberapa vaksin lain, namun tentu saja tuduhan itu tidak cukup punya bukti," terangnya.
Dominicus pun menegaskan, pihaknya tidak menuduh pernyataan bahwa vaksin Covid-19 menyebabkan lebih sering sakit sebagai pernyataan yang tidak tepat.
"Sepanjang dia menyatakan perasaannya, itu sah saja. Namun, menuduh bahwa itu disebabkan oleh vaksin tentu membutuhkan pembuktian," lanjutnya.
Baca juga: Cara Cek Sertifikat Vaksin di Aplikasi Satu Sehat Mobile
Dominicus mengungkapkan, pemberian vaksin Covid-19 tak jarang memicu efek samping atau yang kerap disebut KIPI.
Namun, KIPI memang telah terbukti secara ilmiah dan umumnya hanya berlangsung selama 1-2 hari setelah vaksinasi.
"Dan 99,9 persen bahkan tidak memerlukan obat apa pun," ujarnya.
Dia menambahkan, informasi seputar efek samping tersebut terpampang jelas pada setiap publikasi ilmiah vaksin. Semua vaksin Covid-19 pun wajib mencantumkan data ini.
"Jadi setiap yang membaca dapat menelusuri. Dari situ kita tahu kalau vaksin Pfizer dan Moderna keluhannya sedikit lebih banyak dari Sinovac. Namun tetap saja, semua dalam batas terkendali," pungkasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.