Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

5 Penyakit yang Bisa Sebabkan Kematian Mendadak, Apa Saja?

Kompas.com - 05/07/2023, 09:30 WIB
Nur Rohmi Aida,
Farid Firdaus

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Seorang influencer kebugaran, Jo Lindner meninggal dunia di usia 30 tahun.

Kematian Jo Lindner mengejutkan banyak pihak. Pasalnya selain masih muda, Jo dikenal kerap memberikan edukasi seputar tips kebugaran dan kesehatan tubuh.

Kekasih Jo, Nicha mengatakan bahwa Jo terkena aneurisma. Jo sempat mengeluh nyeri di bagian leher beberapa hari sebelum meninggal dunia.

Belajar dari kasus Jo, apa saja penyakit penyebab kematian mendadak?

Baca juga: Kematian Mendadak Influencer Kebugaran Jo Lindner di Usia 30 Tahun akibat Aneurisma

1. Aneurisma

Dikutip dari MensHealth, aneurisma terjadi saat muncul tonjolan abnormal di dinding pembuluh darah otak.

Di Amerika Serikat (AS), 3 hingga 5 juta orang mengidap penyakit ini.

Seringkali, aneurisma tak menimbulkan gejala apa pun. Sekitar sepertiga dari kasus aneurisma akhirnya pecah, mengakibatkan kondisi fatal bagi penderita.

Deteksi dini aneurisma penting untuk mencegah keparahan penyakit. Jika dokter menemukan seseorang mengalami aneurisma, biasanya akan dilakukan pembedahan atau perawatan lainnya.

Penderita juga perlu waspada apabila aneurisma disertai dengan tekanan darah yang tinggi.

Penderita sebaiknya segera menghubungi dokter ketika mengalami gejala sakit kepala parah secara tiba-tiba, terutama jika mengalami kelopak mata turun, penglihatan ganda atau satu pupil melebar.

Baca juga: Apa Itu Aneurisma, Penyebab Influencer Jo Lindner Meninggal Dunia?

2. Kardiomiopati hipertrofik

Kardiomiopati hipertrofik merupakan penyebab paling umum dari kasus kematian jantung mendadak pada orang yang berusia di bawah 30 tahun.

Kardiomiopati hipertrofik adalah kelainan jantung di mana dinding otot jantung menebal dan kehilangan kekuatan pemompanya.

Penyakit ini menyebabkan sekitar satu persen penderitanya meninggal mendadak setiap tahun.

Dikutip dari Cleverandclinic, berikut beberapa penyebab kardiomiopati hipertrofik:

  • Genetika.
  • Tekanan darah tinggi.
  • Penuaan.

Seringkali penyakit ini tak menimbulkan gejala. Namun, pada orang yang mengalami gejala kardiomiopati hipertrofik dapat menunjukkan masalah berikut:

  • Nyeri dada.
  • Kesulitan bernapas.
  • Pingsan.
  • Merasa jantung berdetak terlalu kencang.
  • Detak jantung abnormal.
  • Pembengkakan di bagian bawah tubuh atau di pembuluh darah leher.

Baca juga: Kematian Mendadak Orang yang Terlihat Bugar dan Sehat, Apa Sebabnya?

3. Masalah sistem kelistrikan jantung

Masalah pada sistem kelistrikan jantung dapat mempengaruhi kontrol dan sinkronisasi detak jantung.

Sejumlah kondisi langka seperti sindrom Brugada, sindrom long QT dan sindrom Wolff-Parkinson-White bisa menjadi beberapa penyebab masalah ini.

Kondisi tersebut umumnya disebabkan masalah genetik, sehingga seseorang mungkin perlu menanyakan adakah keluarga yang memiliki riwayat demikian.

Beberapa upaya pencegahan yang bisa dilakukan di antaranya gaya hidup yang sehat, jangan merokok, serta kurangi minuman keras dan alkohol.

4. Diseksi aorta

Dikutip dari MayoClinic, diseksi aorta adalah kondisi serius di mana terjadi robekan pada lapisan dalam arteri utama tubuh (aorta).

Diseksi aorta jarang terjadi, namun biasanya menyerang pria berusia 60 tahun ke atas.

Gejala diseksi aorta sering menyerupai gejala penyakit lain sehingga mungkin menyebabkan keterlambatan diagnosa.

Sejumlah gejala diseksi aorta yang dapat timbul di antaranya:

  • Nyeri dada atau punggung bagian atas yang tiba-tiba parah.
  • Sakit perut parah secara tiba-tiba.
  • Penurunan kesadaran.
  • Sesak napas.
  • Munculnya sejumlah gejala mirip stroke yakni sulit berbicara, kelumpuhan di satu sisi tubuh.
  • Denyut nadi melemah di satu lengan atau paha.
  • Sakit kaki.
  • Kesulitan berjalan.

Baca juga: Kematian Pertama akibat Virus Oz di Dunia Terjadi di Jepang, Apa Itu?

5. Emboli paru

Emboli paru seringkali tak menimbulkan gejala pada mereka yang mengalaminya.

Emboli paru terjadi saat gumpalan darah menghalangi aliran darah, mendongkrak tekanan darah di paru-paru, kemudian membuat jantung bekerja sangat keras untuk mengimbanginya.

Dikutip dari MayoClinic, pada kebanyakan kasus, bekuan darah dimulai di pembuluh darah di dalam kaki yang kemudian berjalan ke paru-paru.

Gejala yang perlu diwaspadai, yakni mengalami bengkak di satu lengan atau kaki yang tak hilang dalam satu atau dua hari terutama jika Anda mengalami patah tulang, melakukan penerbangan dalam waktu lama, atau menghabiskan waktu dengan tidak banyak bergerak.

Baca juga: Emboli Paru

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com