Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenang 17 Tahun Luapan Lumpur Lapindo di Sidoarjo

Kompas.com - 29/05/2023, 15:45 WIB
Ahmad Naufal Dzulfaroh,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Tepat hari ini, 16 tahun lalu, semburan lumpur Lapindo di Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, mulai muncul.

Lumpur bersuhu 60 derajat celsius ini menyembur dari Sumur Banjarpanji 1 yang berada di lokasi pengeboran gas PT Lapindo Brantas pada Senin (29/5/2006) sekitar pukul 04.30 WIB.

Namun, kemunculan lumpur panas ini baru diketahui warga sekitar pukul 06.00 WIB. Kandungan gas hidrogen sulfida dalam lumpur bahkan dilaporkan membuat beberapa warga keracunan.

Dikutip dari Harian Kompas, 19 Juni 2006, dalam 21 hari sejak semburan pertama, sekitar 90 hektar lahan terendam lumpur sedalam 1-6 meter dan menenggelamkan empat desa.

Tak hanya itu, Tol Surabaya-Gempol juga ikut terendam lumpur setinggi 20-60 sentimeter.

Baca juga: Mengapa Oro-oro Kesongo Erupsi, dan Akankah seperti Lumpur Lapindo?

Kajian ahli

Sejumlah ahli lalu meneliti munculnya semburan lumpur panas Lapindo di Sidoarjo.

Dalam sebuah diskusi pakar di Universitas Brawijaya pada 15 Agustus 2006, muncul sebuah nada pesimis untuk menghentikan semburan lumpur tersebut. 

Alasannya, fenomena alam semburan lumpur ini adalah erupsi mud volcano (gunung lumpur), dikutip dari pemberitaan Harian Kompas, 19 Agustus 2006.

Kondisi ini juga melogikakan bahwa fenomena tersebut seperti semburan lahar gunung. Hanya saja, gunung lumpur ini berada di dalam Bumi.

Secara teknis, sudetan yang dilakukan pada Sumur Banjarpanji 1 oleh PT Lapindo Brantas ini dilakukan pada pucuk "antiklinal" atau struktur memuncak jebakan massa hidrokarbon sumber minyak yang menyerupai gunung.

Namun, fenomena ini terjadi pada kedalaman 3 kilometer di dalam perut Bumi.

Baca juga: Mengenal Pulau Lusi, Pulau Baru Hasil Endapan Lumpur Lapindo

 

Kawasan semburan Lumpur Lapindo di Kecamatan Porong, Sidoarjo, Jawa Timur, Selasa (23/5)KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA Kawasan semburan Lumpur Lapindo di Kecamatan Porong, Sidoarjo, Jawa Timur, Selasa (23/5)

Mirip fenomena lumpur alam bledug di Purworejo

Kepala Laboratorium Geosains Prodi Fisika UB, Adi Susilo saat itu menuturkan, semburan Lumpur Lapindo mirip dengan fenomena alam lumpur Bledug Kuwu di Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah.

Menurutnya, fenomena lumpur bledug itu sudah berlangsung lebih dari seratus tahun.

Meski saat ini yang tampak di lokasi semburan di Purworejo hanya tersisa gas dan sesekali lumpur, tidak ada yang mengetahui seberapa besar semburan itu pada awalnya.

"Tidak ada catatan sejarah mengenai itu," kata Adi.

Artinya, ada kemungkinan perut Bumi di bawah Sidoarjo masih punya persediaan lumpur untuk disemburkan sampai seratus tahun ke depan.

Senada, Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Jawa Timur Arief Rahmansyah juga menyebut bahwa penanggulangan lumpur Lapindo sudah selesai.

Sebab, tidak ada lagi teknologi yang bisa diterapkan. Hal ini mendorong perhatian beralih pada penanganan lumpur di atas permukaan.

Baca juga: Disiapkan Rp 270 Miliar, Ini Agenda Penanganan Lumpur Lapindo pada 2023

Potensi kandungan logam tanah jarang

Belasan tahun sejak semburan pertama, Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah mengungkap adanya potensi kandungan logam tanah jarang (rare earth).

Rare earth merupakan salah satu mineral yang jadi perhatian, karena dibutuhkan dalam pengembangan kendaraan listrik (electric vehicle/EV).

Rare earth element (REE) adalah 17 unsur kimia yang terjadi bersama-sama dalam tabel periodik, terletak di tengah tabel periodik (nomor atom 21, 39, dan 57-71).

Golongan ini terdiri dari itrium dan 15 elemen lantanida (lantanum, cerium, praseodimium, neodimium, promethium, samarium, europium, gadolinium, terbium, disprosium, holmium, erbium, thulium, ytterbium, dan lutetium).

Elemen-elemen tersebut dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku produk industri berteknologi tinggi.

"Logam ini memiliki sifat-sifat yang tidak biasa sehingga sangat berguna saat dicampur dengan logam umum meskipun dengan jumlah sedikit," kata dosen Teknik Geofisika Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, dikutip dari pemberitaan Kompas.com (24/1/2022).

Banyak teknologi yang memanfaatkan REE ini, seperti smarthphone, lampu LED, dan mobil listrik.

Beberapa elemen tanah jarang digunakan dalam penyulingan minyak dan tenaga nuklir.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Deretan Insiden Pesawat Boeing Sepanjang 2024, Terbaru Dialami Indonesia

Deretan Insiden Pesawat Boeing Sepanjang 2024, Terbaru Dialami Indonesia

Tren
Asal-usul Gelar 'Haji' di Indonesia, Warisan Belanda untuk Pemberontak

Asal-usul Gelar "Haji" di Indonesia, Warisan Belanda untuk Pemberontak

Tren
Sosok Hugua, Politisi PDI-P yang Usul agar 'Money Politics' Saat Pemilu Dilegalkan

Sosok Hugua, Politisi PDI-P yang Usul agar "Money Politics" Saat Pemilu Dilegalkan

Tren
Ilmuwan Temukan Eksoplanet 'Cotton Candy', Planet Bermassa Sangat Ringan seperti Permen Kapas

Ilmuwan Temukan Eksoplanet "Cotton Candy", Planet Bermassa Sangat Ringan seperti Permen Kapas

Tren
8 Rekomendasi Makanan Rendah Kalori, Cocok untuk Turunkan Berat Badan

8 Rekomendasi Makanan Rendah Kalori, Cocok untuk Turunkan Berat Badan

Tren
Kronologi dan Fakta Keponakan Bunuh Pamannya di Pamulang

Kronologi dan Fakta Keponakan Bunuh Pamannya di Pamulang

Tren
Melihat 7 Pasal dalam RUU Penyiaran yang Tuai Kritikan...

Melihat 7 Pasal dalam RUU Penyiaran yang Tuai Kritikan...

Tren
El Nino Diprediksi Berakhir Juli 2024, Apakah Akan Digantikan La Nina?

El Nino Diprediksi Berakhir Juli 2024, Apakah Akan Digantikan La Nina?

Tren
Pria di Sleman yang Videonya Viral Pukul Pelajar Ditangkap Polisi

Pria di Sleman yang Videonya Viral Pukul Pelajar Ditangkap Polisi

Tren
Soal UKT Mahal Kemendikbud Sebut Kuliah Pendidikan Tersier, Pengamat: Terjebak Komersialisasi Pendidikan

Soal UKT Mahal Kemendikbud Sebut Kuliah Pendidikan Tersier, Pengamat: Terjebak Komersialisasi Pendidikan

Tren
Detik-detik Gembong Narkoba Perancis Kabur dari Mobil Tahanan, Layaknya dalam Film

Detik-detik Gembong Narkoba Perancis Kabur dari Mobil Tahanan, Layaknya dalam Film

Tren
7 Fakta Menarik tentang Otak Kucing, Mirip seperti Otak Manusia

7 Fakta Menarik tentang Otak Kucing, Mirip seperti Otak Manusia

Tren
Cerita Muluwork Ambaw, Wanita Ethiopia yang Tak Makan-Minum 16 Tahun

Cerita Muluwork Ambaw, Wanita Ethiopia yang Tak Makan-Minum 16 Tahun

Tren
Mesin Pesawat Garuda Sempat Terbakar, Jemaah Haji Asal Makassar Sujud Syukur Setibanya di Madinah

Mesin Pesawat Garuda Sempat Terbakar, Jemaah Haji Asal Makassar Sujud Syukur Setibanya di Madinah

Tren
Ada Vitamin B12, Mengapa Tidak Ada B4, B8, B10, dan B11?

Ada Vitamin B12, Mengapa Tidak Ada B4, B8, B10, dan B11?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com