Selain mendorong terbentuknya ketiga hal di atas, algoritma dan ekosistem Facebook juga memungkinkan akselerasi penyebaran hoaks dan ujaran kebencian. Hal ini termasuk problem struktural Facebook. Facebook cenderung memperkuat konten yang berhubungan dengan sisi emosional, baik kegembiraan maupun kemarahan.
Baca juga: Johnny Plate Tersangka Korupsi, Mahfud: Enggak Ada Kaitan dengan Pemilu dan Calon di Pilpres
Pengguna dapat dengan mudah mencemari Facebook dengan “omong kosong” untuk mengalihkan perhatian atau propaganda. Pengguna dapat melakukannya dengan memilih pesan dan gambar yang paling ekstrem dan provokatif yang dapat memicu polarisasi.
Ekstremisme dan provokasi akan menghasilkan reaksi positif dan negatif. Konten-konten seperti itu memantik “keterlibatan” (engagement) yang tinggi di Facebook. Sebaliknya, konten-konten yang terstruktur dan datar sulit mendapat peluang "engagement" tinggi (Vaidhayantan, 2018: 15).
Dalam konteks Pilpres 2024, tentu rancangan algoritma Facebook atau media sosial pada umumnya menjadi salah satu ancaman. Jika tidak diantisipasi dengan baik, ancaman itu akan membuat demokrasi kita akan terguncang dan bahkan berpotensi mengalami erosi luar biasa.
Hal ini bisa menjadi efek yang tak terhindarkan jika publik atau netizen tidak dibiasakan untuk melakukan pencarian terhadap informasi yang bertentangan dengan preferensinya di internet atau media sosial. Ini penting karena cookie browser kita menjadi salah satu data penting bagi sistem pemetaan otomatis algoritma.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.