Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Anthony Marwan Dermawan
Peneliti

Anthony adalah spesialis kebijakan di Yayasan Pijar. Ia memiliki pengalaman bertahun-tahun dalam mengadvokasi inovasi perkotaan, kota pintar, dan inovasi teknologi di Indonesia. Sepanjang karirnya, ia telah bekerja sama dengan para pemangku kepentingan dari Pemerintah, Lembaga Pembangunan, Perusahaan Rintisan, dan masyarakat. Kecintaannya pada pengembangan sosial, lingkungan dan digital mendorong latar belakang karirnya.

Pemuda, Kritik Sosial, dan Semangat Kolaborasi

Kompas.com - 24/04/2023, 12:18 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SAAT ini, di era media sosial, masyarakat dapat dengan mudah menyampaikan kritik terkait kinerja pemerintah. Sejatinya, masyarakat sebagai konstituen memang diberikan ruang menyampaikan kritik terhadap para pembuat kebijakan.

Namun baru-baru ini, kita dihebohkan dengan perdebatan yang terjadi antara Pemerintah Provinsi Lampung dengan Bima Yudho Saputra, pemuda yang menyampaikan kritik di media sosial mengenai stagnasi pembangunan Provinsi Lampung.

Dari perspektif demokrasi, proses kebijakan pembangunan seharusnya berjalan terbuka dan kolaboratif, menempatkan masyarakat sebagai mitra. Masyarakat di sini tentu termasuk kaum muda, yang akan menempati 60 persen porsi konstituen di Indonesia di Pemilihan Umum 2024.

Baca juga: Jakarta, Ruang Pembangunan Kolaboratif dan Berkelanjutan

Selain menyimbolkan civic space yang aktif, kritik dari warga seperti Bima merupakan komponen penting untuk mengukur kualitas desain dan implementasi kebijakan pembangunan. Kebijakan tanpa feedback loop dari masyarakat akar rumput ibarat produk yang dibuat tanpa orientasi pada pelanggan.

Masyarakat, termasuk kaum muda, harus menjadi mitra pembuatan kebijakan pembangunan. Pembuat kebijakan, yang kebanyakan dari generasi senior, harus memiliki empati dan keterbukaan terhadap konstituen muda.

Semangat kolaborasi antar generasi menjadi kunci agar produk-produk kebijakan publik memberikan dampak sosial yang besar.

Inovasi Teknologi dan Tantangan Pembuatan Kebijakan

Kemunculan media sosial berpotensi untuk menjaring lebih banyak aspirasi. Fenomena kritik melalui media sosial seperti yang dilakukan Bima tidak lagi dipandang sebagai ancaman. Sebagai negara yang menganut sistem demokrasi, sejatinya hal tersebut menjadi peluang untuk menumbuhkan empati sosial.

Salah satu alasan mengapa platform media sosial seperti TikTok, Instagram, atau yang lainnya digemari adalah teknologi ini memudahkan mereka memberikan aspirasi dan pandangannya. Kecepatan informasi menjadi kunci utama. Artinya, masyarakat dapat dengan cepat menerima informasi, memverifikasi, dan membagikan pandangannya.

Tentu perlu adanya upaya edukasi agar masyarakat mampu melakukan kurasi informasi tidak benar atau hoaks. Akan tetapi dalam konteks partisipasi kebijakan, hal ini merupakan sebuah kemudahan yang selama ini tidak dirasakan mereka melalui media aspirasi konvensional.

Adaptasi terhadap perkembangan yang terjadi telah menjadi keniscayaan bagi revolusi tata kelola pembuatan kebijakan di Indonesia. Perlu diyakni, tata kelola kebijakan pembangunan bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tapi masyarakat dan aktor lainnya juga harus mampu diajak berkolaborasi dalam tata kelolanya.

Kolaborasi Pembuatan Kebijakan Pembangunan

Tata kelola pembuatan kebijakan di Indonesia harus diubah menuju sebuah tata kelola yang lebih kolaboratif. Perubahan paradigma ini berorientasi pada keterbukaan, transparansi, dan inklusivitas proses pembuatan kebijakan yang diinisiasi pemerintah.

Dalam konteks ini, masyarakat yang menyampaikan kritik dan aspirasi melalui media sosial harusnya ditampung oleh pembuat kebijakan. Di sinilah peran teknologi informasi bermain.

Salah satu contoh sukses adalah pengoperasian sistem Cepat Respon Masyarakat oleh Pemerintah DKI Jakarta untuk menjaring aspirasi maupun kritik pembangunan melalui berbagai kanal media. Masyarakat diajak menjadi perpanjangan tangan pemerintah untuk aktif berkontribusi dalam proses pembangunan daerah.

Baca juga: Tiktoker Bima Yudho Dipolisikan, Dirjen HAM: Kritik Bagian dari Kebebasan Berpendapat

Elemen lain dalam masyakarat seperti organisasi kepemudaan, maupun sektor swasta juga dapat menjadi kolaborator bagi pembuatan kebijakan pembangunan oleh pemerintah. Setiap aktor memiliki tanggung jawab dan kemampuan yang berbeda-beda.

Mereka dapat dilibatkan dalam berbagai fase mulai dari perumusan hingga pelaksanaannya di lapangan. Keterlibatan berbagai aktor dalam proses yang kolaboratif tersebut akan memberikan banyak nilai positif bagi pemerintah, di antaranya meningkatkan kualitas kebijakan pembangunan yang lebih terukur dan terarah, membangun solidaritas multisektoral untuk menjaga dan mengawasi kualitas pembangunan disekitarnya, dan membuka berbagai alternatif solusi dalam implementasi kebijakan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com