KOMPAS.com - Gunung Tambora di Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB), meletus hebat pada 10 April 1815 atau tepatnya 208 tahun lalu.
Letusan Gunung Tambora menjadi salah satu peristiwa paling kelam di muka bumi karena dampaknya yang luar biasa bagi manusia dan lingkungan.
Catatan sejarah menunjukkan bahwa letusan itu menewaskan 71.000 orang di Sumbawa dan memuntahkan 140 miliar ton magma.
Gunung Tambora juga mengeluarkan abu vulkanik saat meletus yang menyebabkan iklim di beberapa wilayah di dunia mengalami anomali.
April 5 1815: The Tambora Volcano in Java began erupting on this day. A few days later on the 10, Tambora produced the largest eruption known on the planet in the last 10,000 years. It caused The Year Without a Summer 1816. It took 96 years to be link. https://t.co/Slub68Ts5M
— Ronald Hayek (@HayekRonald) April 5, 2023
Berikut kronologi dan dampak yang disebabkan oleh letusan gunung setinggi 2.750 meter tersebut.
Baca juga: Mengenal Gunung Tambora yang Letusannya Membuat Dunia Merasakan Tahun Tanpa Musim Panas
Letusan Gunung Tambora terekam dalam "Transactions of the Batavian Society" Vol III 1816 dan "The Asiatic Journal" Vol II, Desember 1816.
Dilansir dari Kompas.com, berikut gambaran situasi ketika dan setelah Gunung Tambora meletus di beberapa wilayah.
Suara letusan yang begitu kencang saat Gunung Tambora meletus terdengar di Sumenep, Madura, pada 10 April 1815 sore hari.
Menurut catatan sejarah, suara letusan gunung tersebut mengguncang kota bak bunyi meriam yang mengeluarkan tembakan.
Suara keras disusul atmosfer yang menjadi tebal pada sore keesokan harinya. Kondisi ini memaksa warga menghidupkan lilin pada pukul 16.00.
Tak sampai di situ, perubahan lain yang dirasakan saat letusan Gunung Tambora adalah surutnya air laut pada 11 April 1815 pada pukul 19.00.
Air deras dari teluk kemudian terjadi yang menyebabkan air sungai naik hingga 4 kaki dan surut dalam waktu 4 menit.
10 April 1815 Gunung Tambora meletus. Memusnahkan dua kerajaan, mengubur peradaban di Sumbawa. https://t.co/E6cLRDr6sm
— Historia.ID (@historia_id) April 10, 2021
Akibat erupsi Tambora 5-10 April 1815 diperkirakan 11.000 orang tewas terkena efek langsung, menyusul 49.000 lainnya krn bencana kelaparan. Efek erupsi juga mempengaruhi pertanian di seluruh dunia akibat tahun tanpa musim panas. Sumber: https://t.co/fHDUDaSAnF pic.twitter.com/cWe2CkNZiW
— DARYONO BMKG (@DaryonoBMKG) April 5, 2020
Baca juga: Ilmuwan: Letusan Gunung Tambora Sebabkan 3 Tahun Perubahan Iklim
Banyuwangi menjadi wilayah lain yang menjadi saksi letusan Gunung Tambora pada 10 April 1815.
Ketika malam hari, warga mendengar semakin sering mendengar suara ledakan. Namun, intensitasnya terus berkurang keesokan paginya dan baru benar-benar berhenti pada 14 April 1815.
Suara letusan Gunung Tambora terdengar hingga ke Bengkulu atau Fort Marlboro pada 11 April 1815 pagi hari.
Beberapa pemimpin melaporkan adanya serangan senjata api sejak fajar menyingsing, tetapi orang-orang yang melakukan penyelidikan tidak menemukan apa pun.
Letusan terakhir berkekuatan tujuh skala richter terjadi pada 10 April 1815 di Indonesia, yaitu letusan Gunung Tambora. https://t.co/FvHKBO1Dw8
— Nat Geo Indonesia (@NGIndonesia) August 25, 2022
Gunung Tambora meletus mulai 5 April dan puncaknya pada 10-11 April di tahun 1815. #TamboraChallenge pic.twitter.com/lD3Dt3Vxax
— Kompas.com (@kompascom) April 10, 2015
Letusan besar Gunung Tambora pada 10 April 1815 menyebabkan tsunami yang menewaskan 40-60 ribu orang. Efek sesudah erupsi juga menyebabkan 'tahun tanpa musim panas' di Eropa.https://t.co/46Ka3WM710
— Nat Geo Indonesia (@NGIndonesia) August 9, 2020
Satu hari setelah Gunung Tambora meletus, kegelapan menyelimuti Gresik, Jawa Timur, pada pukul 09.00.
Warga yang tinggal di wilayah Kradenan mengaku bahwa teras rumah mereka ditutupi lapisan abu tebal.
Mereka terpaksa sarapan dengan bantuan cahaya lilin pada pukul 11.00 dan terdengar kicauan burung jelang siang hari.
Sinar Matahari mulai tampak pada pukul 11.30 dan kondisi semakin terang pukul 05.00, tetapi warga belum bisa menulis atau membaca tanpa bantuan cahaya lilin.
Baca juga: Kisah Unik Desa Pancasila di Kaki Gunung Tambora, Seperti Apa?
Makassar, Sulawesi Selatan, yang berjarak 378 kilometer dari Gunung Tambora merasakan perubahan cuaca akibat letusan ini.
Pada 12-15 April 1815, sinar matahari terhalang abu dan udara masih tipis dan berdebu.
Catatan sejarah menunjukkan embusan angin sedikit dan terkadang tidak ada sama sekali.
Di sisi lain, warga yang berlayar hanya merasakan sedikit angin pada 15 April 1815. Lalu, ditemukan juga batu-batu terapung di lautan dan air tertutup debu.
Pantai pasir juga bercampur dengan batu-batu berwarna hitam, perahu sulit menembus teluk Bima, dan pohon-pohon bertumbangan.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.