Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Viral, Foto Penampakan Awan Unik di Gunung Merapi setelah Erupsi, Apa Dampaknya?

Kompas.com - 14/03/2023, 13:15 WIB
Diva Lufiana Putri,
Inten Esti Pratiwi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Foto-foto yang memperlihatkan awan berbentuk tak biasa di sekitar Gunung Merapi, beredar di media sosial.

Kumpulan foto ini salah satunya diunggah oleh akun Instagram ini, Minggu (12/3/2023), tak lama setelah Merapi erupsi pada Sabtu (11/3/2023) siang.

Tampak dalam unggahan, sebuah awan cukup besar di wilayah Klaten berbentuk menyerupai unidentified flying object (UFO).

Pengunggah menuliskan, awan yang tertangkap berbagai kamera tersebut terlihat di sisi Gunung Merapi.

"Fenomena awan unik sore mau neng sisi #merapi .. ono seng weruh (ada yang lihat) mas mbak?" tulis pengunggah.

Menanggapi unggahan, beberapa warganet mengaku turut melihat penampakan tersebut. Mereka memperkirakan, fenomena dalam gambar merupakan awan lenticular.

"Ng nggonku ketok gede bgt min pas ng nduwur ngno (di tempatku kelihatan besar banget pas di atas) jadi was was," kata salah satu warganet.

"Iya sama min, aq motret malah," tulis pengguna lain.

"Caping gunung min... Alias lenticular," ujar warganet lain.

Hingga Selasa (14/3/2023) siang, unggahan fenomena awan di dekat Gunung Merapi ini telah menuai lebih dari 1.700 suka dan 44 komentar dari pengguna Instagram.

Lantas, apa fenomena awan yang menghiasi sisi Merapi ini?

Baca juga: Cerita Letusan Dahsyat Gunung Merapi 2010...


Bukan penampakan awan lenticular

Kepala Sub Bidang Prediksi Cuaca Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Ida Pramuwardani menjelaskan, penampakan awan dalam unggahan bukanlah lenticular.

Menurut dia, awan yang terlihat di sekitar Gunung Merapi tersebut lebih menyerupai awan cumulonimbus atau Cb.

"Sepertinya awan Cb. Sepertinya bukan lenticular, kalau lenticular posisi umumnya di puncak pegunungannya," ujarnya, saat dihubungi Kompas.com, Selasa (14/3/2023).

Meski tampak indah, Ida mengungkapkan, awan cumulonimbus dapat mengakibatkan hujan lebat disertai kilat dan petir.

Bukan hanya itu, hujan yang diakibatkan cumulonimbus juga dilengkapi dengan angin kencang di area bawah awan.

Senada, astronom amatir, Marufin Sudibyo, membantah bahwa penampakan awan dalam unggahan adalah awan lenticular.

"Itu bukan awan lenticular. Lebih merupakan awan konvektif, awan cumulus," kata dia, saat dikonfirmasi terpisah, Selasa.

Marufin menerangkan, cumulus merupakan awan yang nantinya bisa berkembang menjadi cumulonimbus, awan sumber hujan deras.

Sebagai awan hujan, cumulus dan cumulonimbus terbentuk melalui proses konvektif biasa, saat uap air naik akibat pengaruh penyinaran Matahari.

Selanjutnya, uap air itu akan mengalami kondensasi atau perubahan menjadi benda cair pada suhu udara di bawah titik embun, di troposfer bagian atas.

"Awan cumulus atau cumulonimbus umum dijumpai dalam musim hujan. Dan saat ini masih musim hujan," ungkapnya.

Baca juga: Viral, Video Awan Panas Gunung Merapi Berbentuk Petruk, Peneliti: Fenomena Pareidolia

Perbedaan cumulonimbus dan lenticular

Dikutip dari Kompas.com (19/9/2021), awan lenticular adalah fenomena atmosfer biasa yang sering muncul di atas gunung atau perbukitan.

Bentuk awan ini menyerupai UFO atau topi yang menutupi pegunungan atau perbukitan.

Meski bukan tanda akan datangnya bahaya, awan ini tetap berbahaya bagi aktivitas penerbangan karena menyebabkan turbulensi.

Pembentukan awan lenticular sendiri dipengaruhi oleh faktor orografis atau elevasi. Hal inilah yang menyebabkan awan lenticular sering muncul di daerah pegunungan atau perbukitan.

Sementara itu, dilansir dari Kompas.com (21/1/2021), awan cumulonimbus adalah jenis awan cumulus yang berkaitan dengan badai petir dan hujan lebat.

Awan cumulonimbus dikenal sebagai thunderheads atau kepala petir karena bentuknya yang unik menyerupai jamur.

Saat tetesan air yang terionisasi di awan saling bergesekan, maka awan cumulonimbus akan memunculkan kilatan-kilatan, serta pada akhirnya menciptakan petir.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com