Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tanggapan Ahli soal Dugaan Kejanggalan di Sidang Tragedi Kanjuruan

Kompas.com - 20/01/2023, 19:45 WIB
Alicia Diahwahyuningtyas,
Rendika Ferri Kurniawan

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Sidang perdana Tragedi Kanjuruan sudah mulai digelar di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Senin (16/1/2023).

Koalisi masyarakat sipil dari sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) khawatir jika dalam proses persidangan Tragedi Kanjuruhan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya hanya formalitas saja.

Dilansir dari Kompas.com, (16/1/2023), Kepala Divisi Hukum Kontras Andi Muhammad Rezaldi mengatakan, kekhawatiran muncul karena pihaknya menemukan keganjilan dalam persidangan.

Pertama, akses bagi masyarakat untuk mengikuti sidang dibatasi. Padahal, sidang seharusnya digelar secara terbuka sesuai dengan KUHAP dan Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman.

Kedua, kelima terdakwa tidak dihadirkan secara langsung di ruang persidangan atau mengikuti sedang secara online.

Ketiga, ditunjuknya anggota Polri sebagai kuasa hukum terdakwa, padahal tak berwenang menjadi advokat dan memberikan pendampingan hukum.

"Kami khawatir dari berbagai keganjilan yang kami sebutkan tadi proses persidangan pidana diduga hanya sekadar formalitas atau bisa dimaknai sebagai persidangan yang dimaksudkan untuk gagal," tambahnya saat di kantor Komisi Yudisial (KY), Jakarta, Rabu (19/1/2023).

Bagaimana pandangan ahli?

Baca juga: Kuasa Hukum Korban Tragedi Kanjuruhan: Komnas HAM Belum Ngapa-ngapain

Baca juga: Sidang Tragedi Kanjuruhan Dikhawatirkan Hanya Formalitas

Sidang harus terbuka untuk umum

Ahli hukum pidana dari Universitas Muhammadiyah Surakarta Muchamad Iksan memberikan tanggapannya terkait dugaan keganjilan pada proses persidangan Tragedi Kanjuruhan.

Ia menjelaskan bahwa sudah asasnya dalam persidangan perkara pidana harus terbuka untuk umum.

Namun, hal ini dapat dikecualikan untuk perkara kesusilaan dan terdakwa anak. Maka, wajib dilaksanakan dalam persidangan tertutup untuk umum.

Tidak dipenuhinya ketentuan tersebut menjadikan putusan batal demi hukum.

"Seharusnya sidang pada kasus pidana diperbolehkan untuk umum ikut menyaksikannya, hal itu dilakukan agar masyarakat bisa memantau jalannya persidangan. Kecuali, jika ruang sidangnya sudah penuh atau tidak adanya keamaan yang memadai," kata Iksan, saat dihubungi Kompas.com, Kamis (19/1/2023).

Soal kelima terdakwa tidak dihadirkan langsung, Iksan menjelaskan bahwa Mahkamah Agung memang memperbolehkan persidangan online (tele conference).

Khususnya untuk kasus-kasus yg terdakwa atau saksinya anak ( dibawah 18 tahun).

"Setelah Pandemi Covid memang ada edaran yang memperbolehkan sidang secara online. Terdakwa harus datang diruang persidangan. Jika terdakwanya dewasa, walaupun persidangannya online akan tetapi tetap dinyatakan sebagai persidangan terbuka, artinya masyatakat bisa menyaksikan melalui layar yg disediakan," tambahnya.

Baca juga: Viral, Video Pengemudi Mobil Mercy Pelat RFS Kokang Pistol di Jalan Tol, Polisi: Harus Sabar

Halaman Berikutnya
Halaman:

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com