Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Masih Musim Hujan, tapi Kenapa Cuaca Begitu Panas? Ini Penjelasan BMKG

Kompas.com - 09/01/2023, 19:15 WIB
Ahmad Naufal Dzulfaroh,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Sejumlah warganet mengeluhkan cuaca atau suhu yang terasa panas dalam beberapa hari ini. 

Padahal menurut Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, bulan Januari hingga Februari merupakan puncak musim hujan.

Dalam akun @convomfs, misalnya, seorang warganet mengeluhkan perubahan cuaca yang begitu cepat.

"Kemarin-kemarin dingin banget berasa di puncak, giliran hari ini panas banget buset," tulis seseorang melalui akun itu.

Sementara itu, akun @Jogja_Undercover mengunggah foto citra satelit yang memperlihatkan cuaca di Pulau Jawa sangat cerah.

Dalam foto lain, akun tersebut juga mengunggah cuaca panas di seluruh Pulau Jawa yang tergambar dalam warna merah.

Lantas, mengapa cuaca akhir-akhir ini begitu panas, meski masih musim hujan?

Baca juga: BMKG Rilis Peta Bahaya Gempa Cianjur akibat Sesar Cugenang, Ini Daftarnya


Penjelasan BMKG

Kepala Bidang Prediksi dan Peringatan Dini Cuaca BMKG Miming Saepudin mengatakan, posisi matahari saat ini berada di sekitar 22 derajat Lintang Selatan, sehingga berdampak pada penyinaran ke wilayah Indonesia bagian selatan (Jawa-Nusa Tenggara).

"Kemudian saat ini kondisi cuaca umumnya cerah-berawan pada pagi-siang hari, yang berarti kondisi perawanan yang bisa menghalangi sinar matahari relatif kurang," kata Miming kepada Kompas.com, Senin (9/1/2023).

Kondisi tersebut yang sedikit banyak mempengaruhi cuaca hingga terasa panas dalam beberapa hari ini. 

Ilustrasi cuaca panas, suhu panas. Suhu di Lampung mencapai 34 derajat Celsius, daerah terpanas di Sumatera dan masuk 7 daerah terpanas di Indonesia.SHUTTERSTOCK/VladisChern Ilustrasi cuaca panas, suhu panas. Suhu di Lampung mencapai 34 derajat Celsius, daerah terpanas di Sumatera dan masuk 7 daerah terpanas di Indonesia.

Dinamika atmosfer

Menurut Miming, kondisi pagi hingga siang yang relatif cerah ini dipengaruhi oleh dinamika atmosfer pemicu pertumbuhan awan hujan di Indonesia tidak signifikan.

Dengan demikian, dua kondisi tersebut berdampak pada kondisi cukup terik di wilayah Indonesia selatan ekuator, terutama di siang tengah hari.

Namun pihaknya juga mengingatkan, kondisi cuaca dengan potensi hujan ringan hingga lebat juga masih terjadi di beberapa tempat, tetapi tidak merata dan relatif singkat.

Selain fenomena atmosfer, Miming juga menyebut adanya aktivitas pusat tekanan rendah di sekitar Laut China Selatan juga ikut mempengaruhi cuaca di sejumlah wilayah Indonesia.

"Secara dinamika atmosfer, kondisi tersebut turut menghadang dan membelokkan aliran massa udara dari aktivias Monsun Asia untuk masuk Indonesia," jelas dia.

"Kondisi tersebut juga menjadi salah satu pemicu dan relatif berdampak mengurangi potensi hujan intensitas tinggi di wilayah Indonesia selatan ekuator secara umum untuk sepekan ke depan," sambungnya.

Baca juga: Gelombang Tinggi 6 Meter di Perairan Natuna, BMKG Minta Masyarakat Waspada

 

Januari-Februari puncak musim hujan

Pengunjung dari pelbagai kota menikmati pemandangan perkebunan teh Malabar saat hujan, cuaca dingin dan berkabut dari jembatan Nimo Highland di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Minggu (8/1/2023).KOMPAS.COM/M. Elgana Mubarokah Pengunjung dari pelbagai kota menikmati pemandangan perkebunan teh Malabar saat hujan, cuaca dingin dan berkabut dari jembatan Nimo Highland di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Minggu (8/1/2023).

Miming menuturkan, sebagian besar wilayah Indonesia sejak Desember 2022 sudah memasuki musim hujan yang ditandai dengan aktifnya Monsun Asia.

Menurutnya, puncak musim hujan akan terjadi pada Januari-Februari.

"Sehingga sampai awal Maret nanti masih perlu waspada potensi cuaca ekstrem dan potensi hujan tinggi," ujarnya.

Pada akhir Desember 2023, ia menjelaskan bahwa wilayah Indonesia, terutama Jawa hingga Nusa Tenggara mengalami cuaca ekstrem yang cukup berdampak pada bencana banjir dan longsor di beberapa tempat.

Saat itu cuaca ekstrem di akhir desember dipicu oleh Monsun Asia dan adanya massa udara dingin dari Asia yang melintas masuk wilayah Indonesia.

Selain itu, kondisi tersebut juga diperkuat dengan dinamika atmosfer lainnya seperti Madden Jullion Oscillation (MJO), gelombang Kelvin, dan Rossby, serta beberapa pola tekanan rendah dan bibit siklon di selatan.

"Semua fenomena tersebut terjadi dalam periode yang bersamaan, sehingga berdampak sangat signifikan dalam meningkatkan potensi cuaca ekstrem," tuturnya.

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: Data tren Suhu Indonesia dari BMKG

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com