ANDA tahu apa itu apoptosis? Hebat! Pasti Anda seorang jenius dengan wawasan pengetahuan luar biasa luas atau Anda seorang maha biokimialog sakti mandraguna kelas langit-langitnya langit.
Semula sudah barang tentu saya yang dangkal wawasan pengetahuan ini sama sekali tidak tahu-menahu tentang apoptosis sampai pada 2002 terberitakan bahwa Sydney Brenner, H. Robert Horvitz dan John Sulston menerima anugerah Nobel.
Nobel diberikan atas karya penelitian dan pengembangan mereka bertiga dalam mendeteksi gen yang diidentifikasi melalui studi terhadap nematoda C, elegans dan homolog yang mengendalikan sesuatu mekanisme sel di dalam tubuh mahluk hidup termasuk manusia yang disebut sebagai apoptosis.
Berarti dugaan semula saya bahwa apoptosis ada kaitan dengan pop-corn atau K-Pop adalah total keliru.
Ternyata ensiklopedia Britannica memaknakan apoptosis = a mechanism that allows cells to self-destruct when stimulated by the appropriate trigger.
Yang pertama mengulas prinsip apoptosis sebenarnya adalah Carl Vogt pada 1842, kemudian pada 1885, Walther Flemming mengembangkannya sebagai deskipsi proses kematian sel yang terprogram secara kodrati.
Pada 1965, John Kerr dengan menggunakan mikroskop elektronik mampu membedakan apoptosis dari kematian sel secara traumatik.
Kemudian Kerr diajak untuk bergabung dengan Alastair Currie dan Andrew Willyie untuk pada 1972, memublikasikan naskah ilmiah tentang fenomena kematian sel secara alami terprogram pada British Journal of Cancer.
Istilah apoptosis disarankan oleh profesor bahasa Yunani pada Universitas Aberdeen terinspirasi istilah bahasa Yunani kuno yang bermakna “kerontokan dedaunan” yang kemudian digunakan oleh Hipokrates untuk fenomena medis “kerontokan tulang belulang” yang dikembangkan Galen sebagai "the dropping of the scabs”.
Mekanisme apoptosis dapat disimak pada death receptor, perforin dan eksesusi pathway serta sitomorphologikal atersasi, fragmentasi DNA, altersasi membran serta deteksi apoptosis pada Whole Mounts yang antara lain memengaruhi metamoforsa cebong ke katak, sistem saraf manusia, endometrium, pembentukan jari jemari tangan dan kaki dan lain-lain, dan seterusnya terutama bermanfaat mendukung perjuangan manusia memerangi penyakit kanker.
Dari kisah wayang purwa dapat disimpulkan bahwa pada hakikatnya fungsi apoptosis mirip sukma-makna dengan kesaktian Pancasona yang diwarisi secara curang oleh Rahwana dari Subali.
Justru dari penelitian tentang kematian sel kodrati terprogram maka secara paradoks kontruktif dan positif, manusia justru mampu jika mau memetik hikmah kearifan tentang bagaimana cara mempertahankan kehidupan justru berdasar kesadaran terhadap yang disebut sebagai kematian.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.