KOMPAS.com - Unggahan twit soal telur asin yang berwarna merah viral di media sosial.
Twit itu diunggah oleh akun ini pada Rabu (9/11/2022) pagi.
"Sender kemaren beli telor asin, ternyata ada merah2nya gini. Kira2 aman dimakan ngga ya?" tulis pengunggah.
Dalam posting tersebut, pengunggah juga mencantumkan sebauh foto yang memperlihatkan sebutir telur asin.
Baca juga: Bahaya Mencuci Telur Sebelum Disimpan, Sudah Tahu?
Warna telur itu dominan terang. Namun, di bagian tengahnya terdapat bercak merah yang cukup lebar. Bercak merah itu tampak tidak beraturan.
Warganet ikut berkomentar di unggahan tersebut.
Mereka juga keheranan dengan bercak merah di telur asin itu. Pasalnya, telur asin pada umumnya memiliki warna putih bersih dan kuning di bagian dalamnya.
"Knp ya itu?" tanya akun ini.
"Kalo ragu ga usah dimakan, basic rules klo sesuatu tidak sesuai semestinya, pasti ada something wrong," tulis warganet lainnya.
Baca juga: Kenaikan Harga Telur, Bansos, dan Pernyataan Mendag Zulkifli Hasan
Lalu, mengapa telur asin itu bisa berwarna merah, dan apakah telur seperti itu layak untuk dikonsumsi?
Saat dikonfirmasi, Humas Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Kementerian Pertanian (Kementan) Aryani Gumelar menduga penyebab warna merah di telur asin itu adalah karena penambahan pewarna.
"Bisa jadi karena penambahan pewarna sudan red (merah)," ungkapnya kepada Kompas.com, Rabu (9/11/2022).
Menurutnya, penggunaan pewarna baik Sudan I, II, maupun III adalah senyawa golongan azo yang umum dipakai dalam industri seperti untuk pewarnaan bahan bakar.
Dilansir dari laman BPOM, pewarna sudan ini merupakan golongan pewarna yang tidak boleh dipakai, terutama pada makanan.
Pasalnya, penggunaan pewarna ini bisa menimbulkan gangguan kesehatan baik fungsi ginjal kerusakan hati maupun kanker.
Baca juga: Cek, Ini Daftar 69 Obat Sirup yang Izin Edarnya Dicabut BPOM
Menurut Centre for Food Safety, penggunaan pewarna Sudan yang dipalsukan kerap ditemui di dalam makanan dalam beberapa tahun terakhir.
Oleh karena itu, pengawasan terhadap produk makanan yang terkontaminasi pewarna Sudan telah dilakukan oleh otoritas pangan di seluruh dunia.
The Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives (JECFA) mengatakan bahwa pewarna Sudan I tidak aman untuk digunakan dalam makanan, berdasarkan bukti toksikologi.
Selain itu, pewarna Sudan juga dilaporkan sebagai alergen dan kemungkinan besar bersifat karsinogen.
Baca juga: 10 Gejala Kanker, Faktor Risiko, Cara Deteksi Dini, dan Pencegahannya
Pada 1975, Badan Internasional untuk Penelitian Kanker (IARC) melakukan evaluasi pada pewarna Sudan dan menganggap bahwa Sudan I bersifat karsinogenik.
Dari observasi yang dilakukan kepada tikus setelah pemberian subkutan, terlihat bahwa pewarna Sudan I dapat menghasilkan tumor hati dan tumor kandung kemih.
Selanjutnya, pada 1987, IARC menganggap bahwa tidak ada data yang memadai untuk karsinogenisitas pada manusia dan bukti terbatas pada hewan percobaan untuk Sudan I dan II, dan bukti yang tidak memadai pada hewan percobaan untuk Sudan III dan IV.
IARC menganggap bahwa Sudan I, II, III, IV tidak dapat diklasifikasikan karena karsinogenisitasnya terhadap manusia.
Baca juga: Ketahui, Ini Tanda-tanda Kanker Payudara pada Pria
Selama beberapa tahun terakhir, beberapa badan nasional dan otoritas makanan menganggap pewarna Sudan sebagai karsinogen genotoksik sementara yang lain menganggap pewarna Sudan ini sebagai kemungkinan karsinogen.
Bahkan, di beberapa negara, pewarna ini sudah tidak diizinkan digunakan di dalam makanan.
Di Hong Kong misalnya, otoritas setempat tidak diizinkan penggunaan pewarna Sudan I dalam makanan di bawah Bahan Pewarna dalam Peraturan Makanan yang dibuat di bawah Layanan Kesehatan Masyarakat dan Kota.
Pewarna Sudan juga tidak disetujui untuk digunakan sebagai bahan pewarna dalam makanan di Cina Daratan, dan di negara-negara termasuk Uni Eropa, Australia, dan Kanada.
Di Indonesia, Badan Pengawas Obat-obatan dan Makanan (BPOM) juga tidak mengizinkan penggunaan pewarna Sudan pada makanan karena dapat menimbulkan gangguan kesehatan seperti gangguan fungsi ginjal, kerusakan hati hingga kanker.
Baca juga: BPOM Temukan 16 Produk Kosmetik Berbahan Karsinogen, Ini Perinciannya