Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Poernama Prijatna
Trainer and Coach

Leadership Coach And Trainer

Kepemimpinan Milenial

Kompas.com - 29/10/2022, 09:21 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

BERDASARKAN hasil sensus penduduk Indonesia tahun 2020 yang diterbitkan Badan Pusat Statistik (BPS) pada Januari 2021, jumlah penduduk Indonesia mencapai 270,20 juta jiwa. Dari jumlah itu, mayoritas berusia produktif, yaitu 70,72 persen. Ya, bonus demografi itu nyata.

Insight menarik lainnya adalah dari total jumlah penduduk Indonesia itu, sebanyak 25,87 persen adalah generasi milenial dan 27,94 persen generasi Z (gen-z). Sekedar informasi, milenial adalah mereka yang lahir di rentang tahun 1981–1996 dan gen-z adalah mereka yang lahir pada rentang tahun 1997–2012.

Berdasarkan hasil sensus tersebut tidak heran jika komposisi para milenial merupakan yang terbesar di berbagai organisasi atau perusahaan dan tidak sedikit dari mereka telah menduduki jabatan startegis.

Baca juga: Ini Sederet Tantangan yang Bikin Milenial Susah Beli Rumah

Menurut penelitian Pew Research Center yang dilansir Inc., pada tahun 2030 nanti seluruh generasi baby boomers akan mencapai usia pensiun mereka dan puncak kepemimpinan akan diambil alih oleh gerenasi berikutnya.

Hal inilah yang akhirnya membentuk nilai dan preferensi yang berbeda dibandingkan era sebelumnya di berbagai organisasi.

Beragam stempel melekat mewakili para milenial. Di satu sisi mereka dianggap sangat kreatif, inovatif, energik, dan sangat digital savvy, seakan menunjukkan kepada kita bahwa “Yes it’s happening! We are ready to run the world”.

Di sisi lain banyak juga yang menilai bahwa mereka mudah bosan, mudah mengeluh, dan terlau banyak menuntut.

Dibesarkan oleh orang tua generasi baby boomer yang cukup konvensional, para milenial menganggap dirinya butuh aktualisasi lebih daripada kewajiban untuk setia bekerja di satu perusahaan.

Ketergantungan terhadap sumber daya digital dengan berbagai aplikasi di dalamnya membuat mereka dianggap sebagai generasi yang serba instan dan lebih berorientasi kepada hasil ketimbang proses.

Hal yang tidak kalah penting adalah kebutuhan mereka akan keseimbangan antara pekerjaan dan waktu untuk menikmati hidup. Work-life balance istilahnya.

Amat mudah bagi mereka untuk memutuskan resign dengan alasan kurangnya tantangan, lingkungan kerja yang tidak nyaman, tidak mendapat pengembangan, atau bahkan tidak adanya kesamaan visi-misi antara mereka dengan perusahaan.

Situasi-situasi tersebut akhirnya memaksa pemimpin organisasi untuk menemukan pola baru dan gaya kepemimpinan yang lebih “ramah” millenials. Goal-nya tentu saja pencapaian tim yang lebih efektif.

Baca juga: “Dunia Loversation”, Kesederhanaan Hidup yang Kerap Terlupa oleh Milenial

Lalu, kualitas apa yang diperlukan untuk menjawab tantangan-tantangan tersebut? Beberapa studi menyebutkan bahwa kepemimpinan yang paling tepat bagi para milenial adalah model kepemimpinan yang melibatkan beberapa dimensi, yakni intelektual, motivasional, personal, dan digital.

Sederhananya, keempat dimensi itu merupakan ciri yang diperlukan untuk menginspirasi para pengikut milenial. Kita sebut saja sebagai kepemimpinan inspirasional.

1. Dimensi intelektual

Siapa yang tidak kenal Elon Musk. Studi yang dilakukan di Amerika Serikat (AS) menempatkan CEO Space-X ini sebagai sosok pemimpin milenial ideal mereka.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com