Pihaknya menegaskan, Lembaga Penelitian dan Pengembangan Industri Minyak dan Gas Bumi (Lemigas) telah melakukan pengujian terhadap Pertalite.
Pengujian tersebut adalah menguji 6 sampel Pertalite di SPBU wilayah Jakarta.
Dari pengujian tersebut, seluruh sampel menunjukkan hasil ataupun spek Pertalite masih sesuai dengan ketentuan.
“Seluruh sample menunjukkan hasil atau spek Pertalite masih sesuai dengan ketentuan Dirjen Migas No. 0486.K/10/DJM.S/2017 tentang Standar dan Mutu (Spesifikasi) BBM Jenis Bensin RON 90 yang Dipasarkan di Dalam Negeri,” terangnya.
Baca juga: Harga Pertamax Turun, Mungkinkah Pertalite Akan Ikut Turun?
Selain pihak Pertamina, Kompas.com juga menghubungi Ahli Bahan Bakar dan Pembakaran Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara Institut Teknologi Bandung (ITB) Tri Yuswidjajanto.
Dia menjelaskan, informasi terkait penggunaan alat portable tersebut pernah viral sebelumnya.
“Alat ujinya tidak valid. Pernah ramai dan dibuat video edukasinya oleh Pertamina,” terangnya, saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (8/10/2022).
Melalui sebuah video, Tri juga memberikan penjelasannya mengenai hasil yang berbeda yang muncul dari alat uji oktan portable. Kompas.com diberikan izin untuk mengutip penjelasannya.
Dalam video tersebut diperlihatkan adanya BBM yang diuji dengan alat portable dan CFR.
CFR atau Coordinating Fuel Research biasa dipakai untuk mengukur oktan bahan bakar dan untuk melakukan pengujian ini tak sembarang orang yang bisa melakukannya.
Hal ini dikarenakan hanya operator yang memiliki sertifikat yang bisa melakukannya.
Dari pengujian menggunakan alat tersebut menunjukkan hasil yang berbeda di mana pada alat tersebut hasil BBM yang diuji beroktan 87, sedangkan BBM yang diuji dengan CFR memiliki hasil 98,29.
“Hasil berbeda karena mesin CFR adalah alat uji oktan yang berlaku secara internasional dan cara kerjanya menduplikasi pembakaran dalam mesin,” terang Tri.
Baca juga: 7 Perbedaan Pertalite dan Pertamax, dari Warna hingga Tingkat Kompresi Mesin
Dengan demikian, menurut Tri, CFR bisa membuktikan ketahanan bahan bakar terhadap ngelitik (knocking) yang hasilnya bisa menjadi acuan.
“Kalau alat oktan yang beredar di pasaran bekerja dengan mengukur sifat fisika kima bahan bakar sehingga hasilnya tidak bisa dijadikan acuan,” kata Dia.
Tri menambahkan bahwa uji RON standar yang harus dipakai adalah ASTM D2699.
Ia juga menegaskan, metode uji dan alat uji yang berbeda, maka sangat mungkin hasilnya akan berbeda.
“Contoh sederhana ukur temperatur (suhu) pakai termometer Celcius dapet angka 100, kalau diukur pakai termometer Farenheit hasilnya angka 212,” ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.