Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komarudin Watubun
Politisi

Komarudin Watubun, SH, MH adalah anggota Komisi II DPR RI; Ketua Pansus (Panitia Khusus) DPR RI Bidang RUU Otsus Papua (2021); pendiri Yayasan Lima Sila Indonesia (YLSI) dan StagingPoint.Com; penulis buku Maluku: Staging Point RI Abad 21 (2017).

Keamanan Data Pribadi-Digital di Ruang Siber

Kompas.com - 12/09/2022, 08:50 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Ancaman pidana atas pelanggaran – sengaja dan melawan hukum berupa memperoleh atau mengumpulkan data pribadi bukan milik, menguntungkan diri atau orang lain – berkisar maksimal lima tahun pidana penjara.

Awal September ini, pers nasional merilis isu sejumlah dokumen surat menyurat yang diduga milik Presiden Joko Widodo tahun 2019-2021, termasuk kumpulan surat dari Badan Intelijen Negara (BIN), diretas akun Bjorka BreachForums.

Ahmad Naufal Dzulfaroh et al. (2022) edisi Kompas.com (20/8/2022) merilis laporan tentang dugaan kebocoran data warga-negara antara lain data Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Kartu Prakerja melalui platform dark-web pada Maret 2022; sekitar enam juta data pasien, misalnya, hasil pemeriksaan radiologi, hasil CT Scan, tes Covid-19, hingga rontgen (XRay), diduga bocor dan dijual di forum online Raid Forums oleh akun “Astarte” pada Januari 2022; jutaan data penduduk (peserta BPJS) Indonesia yang diduga bocor dan dijual di Raid Forums pada Mei 2021.

Tren datafikasi

Kini nano-teknologi dan komputer quantum melahirkan era baru ‘datafikasi’. Datafikasi itu dapat berupa audio, video, website log files, data spasial, data lokasi-geo, XML data, multimedia, clickstreams, teks pada aneka platform seperti jaringan mesin-ke-mesin, media sosial, jaringan sensor, siber-fisik, dan Internet of Things (IoT) (Chang et al., 2014) yang memengaruhi pembuatan keputusan pemerintah, pelaku pasar, orang per orang atau perusahan di seluruh dunia.

Tren datafikasi melahirkan gejala masyarakat-teknologi yang utopis atau distopia. Misalnya, datafikasi memicu harapan baru, misalnya operasi kontra teror, pemberantasan korupsi, riset kanker, hingga perubahan iklim.

Sebab datafikasi dibayangkan sebagai wujud revolusi ilmu pengetahuan dan teknologi (Ann Keller, Koonin, & Shipp, 2012: 4) atau pemicu inovasi bagi pemerintah dan sektor swasta (Anno Bunnik, et al., 2016: 63).

Namun, di sisi lain, tulis Pariser (2011), datafikasi atau kapitalisme data memicu risiko keamanan warga negara (privasi), bangsa, dan negara hingga akurasi data.

Platform jaringan digital, papar Dijck et al. (2018) mengubah banyak unsur dari suatu masyarakat. Misalnya, ikatan atau relasi sosial berubah ke dalam jejak digital, seperti ‘teman’ pada Facebook, atau akun di Twitter, tercatat sebagai data digital.

Data kuantitatif digital seseorang atau masyarakat pun dapat dilacak dan diukur. Polanya dapat ditemukan.

Misalnya, platform LinkedIn membuat profil, foto, dan daftar riwayat pekerjaan seseorang. LinkedIn dapat melacak perubahan data pribadi, apakah sedang mencari kerja atau menjadi targer iklan kerja.

Karena itu, menurut Leicht-Deobald et al. (2019), rekrut tenaga kerja dan iklan tenaga kerja menggunakan algoritma. Datafikasi mengubah interaksi fisik ke dalam data digital yang dapat divaluasi atau dijual-belikan dan diprediksi oleh pengguna (Beaulieu & Leonelli, 2021).

Hasil kajian Coppock et al. (2020) menyebutkan bahwa jenis jual-beli data antara lain kajian sentimen masyarakat melalui jaringan digital-sosial sebagai target iklan dan perkiraan hasil pemilu. Datafikasi melalui lokasi ponsel cerdas dan data telekomunikasi, tulis (Zwitter & Gstrein, 2020:2), digunakan untuk memperkirakan dan mencegah penyebaran Covid-19.

Baca juga: Penjelasan Kemenkumham soal Dugaan Kebocoran Data Pribadi 85.000 Pegawainya

Facebook pernah merilis tombol ‘I’m voting’ sebagai promosi demokrasi yang akhirnya menghasilkan data perilaku sekitar 61 juta pemilih di Amerika Serikat. Risikonya antara lain kemungkinan teknologi otomatisasi manipulasi pemilihan umum dan proses demokrasi (Woolley, 2016; Woolley & Howard, 2016) yang dapat memengaruhi seleksi calon-calon pada pemilihan umum (Epstein, 2015).

Sedangkan risiko data-digital pribadi di sektor kesehatan, menurut PBB (United Nations Interregional Crime and Justice Research Institute, 2014) yakni keamanan data medis, akurasi data medis, dan manipulasi data medis di seluruh dunia.

Model Jepang dan Uni Eropa

Kini tiap negara harus menyusun legislasi dan regulasi tata-kelola data, khususnya di era revolusi artificial intelligence dan machine-learning akhir-akhir ini. Sebab data pribadi digital warga-negara, tulis Samm Sacks (2019), bernilai strategis bagi inovasi, keamanan negara, kesejahteraan ekonomi, dan hak asasi manusia (HAM).

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com