Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ari Junaedi
Akademisi dan konsultan komunikasi

Doktor komunikasi politik & Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama.

Kisah "Bedebah" di Negara Pancasila

Kompas.com - 01/09/2022, 07:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Kita kerap kagum dengan prestasi polisi yang berhasil mengungkap aksi kejahatan tetapi kadang kita mahfum dengan “ketajiran” yang umum dimiliki seorang polisi. Pameo setiap kasus bisa diduitin dan duit datang dari setiap kasus, menjadi pandangan umum di masyarakat mengenai polisi.

Dari rekonstruksi kasus pembunuhan Brigadir Joshua di kediaman Irjen Pol Ferdy Sambo kita bisa melihat kemewahan koleksi tas berharga mahal yang dimiliki istri seorang jenderal bintang dua. Dari tayangan Polri TV dan pemberitaan media pula, masyarakat bisa mengetahui koleksi kendaraan yang dimiliki Ferdy Sambo.

Suatu “hal” yang “mustahil” diperoleh jika hanya mengandalkan gaji dan tunjangan jabatan dari jenderal bintang dua. Isu adanya “Kaisar Sambo dan Konsorsium 303” hendaknya menjadi kotak pandora untuk membuka kasus-kasus yang merendahkan harkat sebagai bhayangkara negara.

Kita ingin negara ini memiliki polisi yang benar-benar menjadi polisi. Tidak hanya selebgram, dukun, kepala daerah, profesor, anggota dewan atau polisi saja yang membuat malu dan tidak tahu diri, kelakuan dan ulah tentara di Mimika, Papua juga mencoreng nilai-nilai kemanusian kita.

Dalih penjebakan anggota organisasi kriminal bersenjata tetapi merampok uang milik korban senilai Rp 250 juta bahkan memutilasi para korban adalah perbuatan sadis yang tidak diajarkan di akademi militer mana pun. Institusi TNI menjadi tercoreng di tengah upaya Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa dan KASAD Jenderal Dudung Abdurachman ingin menjadikan TNI sebagai ksatria negara yang melindungi seluruh anak bangsa tanpa terkecuali.

Jangan silau dengan jubah kebesaran

Saya jadi teringat dengan kisah humor sufi dari Nasruddin Hoja yang diminta tolong seseorang yang buta huruf untuk membacakan isi secarik kertas. Nasruddin begitu kebingungan saat mau membacakan isi surat itu mengingat tidak ada sepatah kata bahkan selarik kalimat di kertas tersebut.

Tentu saja ketidakmampuan Nasruddin membaca tulisan dalam kertas polos itu disambut dengan kekecewaan mengingat Nasruddin yang bersorban dianggap orang yang tahu segala hal. Pintar dan intelektualitasnya tinggi seperti profesor, karirnya bisa melesat bak Ferdy Sambo serta bisa berkuasa seperti anggota dewan di Palembang.

Sorban yang dianggap kala itu sebagai simbol kepintaran akhirnya dilepaskan oleh Nasruddin Hoja dan dipasangkan ke kepala orang yang buta huruf tersebut. Nasruddin Hoja berharap siapa tahu orang yang buta huruf dan ngeyelan itu bisa membaca tulisan yang ada di kertas putih yang polos karena memakai sorban.

Sudah saatnya kita tidak boleh silau dengan jabatan, gelar, kekayaan materi yang dimiliki seseorang. Saatnya kita meneladani kebaikan seseorang yang berbuat nyata tanpa pamrih dalam kehidupan.

Saatnya kita melepaskan “jubah-jubah” kebesaran yang membelenggu kehidupan. Begitu tipis perbedaan antara kenikmatan dan kesengsaraan, begitu pendek jarak antara kekaguman dan kebencian serta kekayaan dan kemiskinan.

Kemarin Sambo begitu dipuja tetapi kini Sambo menjadi pesakitan. Rektor begitu dikagumi kepandaiannya tetapi sekarang sang kepala universitas itu dihujat bak makelar jahat.

Anggota Dewan yang terhormat dulu begitu disanjung, kini terbanting karena terancam pemecatan dari partainya. Mungkin mereka lupa, negeri ini (masih) memiliki Pancasila.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com