Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Agnes Setyowati
Akademisi

Dosen di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya Universitas Pakuan, Bogor, Jawa Barat. Meraih gelar doktor Ilmu Susastra dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia. Aktif sebagai tim redaksi Jurnal Wahana FISIB Universitas Pakuan, Ketua Himpunan Sarjana Kesusastraan Indonesia (HISKI) Komisariat  Bogor, dan anggota Manassa (Masyarakat Pernaskahan Nusantara). Meminati penelitian di bidang representasi identitas dan kajian budaya.

Pengabdi Setan 2 The Communion: Teror Hantu Ibu dan Isu Gender

Kompas.com - 22/08/2022, 08:31 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

FILM bergenre horor besutan sutradara Joko Anwar berjudul Pengabdi Setan 2: The Communion resmi tayang di seluruh bioskop Indonesia tanggal 4 Agustus 2022, dan telah berhasil mendapatkan sekitar 5.577.811 penonton hingga saat ini.

Film sekuel Pengabdi Setan (2017) ini bercerita tentang keluarga Suwono, yaitu Bapak/Bahri Suwono (Bront Paralae), Rini (Tara Basro), Toni (Endy Arfian) dan Bondi (Nasar Anuz) yang tinggal di rumah susun setelah berhasil menyelamatkan diri dari teror hantu ibu/Mawarni Suwono (Ayu Laksmi) di rumah lama mereka yang terletak di pedesaan.

Di film sebelumnya, Rini, Toni, dan Bondi kehilangan ibu dan adik bungsu mereka, Ian (Muhammad Adhiyat) dan di bagian akhir film terungkap fakta bahwa kedua orangtua mereka ternyata merupakan anggota sebuah sekte pengabdi setan.

Mawarni harus menderita, mati, hingga akhirnya menjelma menjadi sosok hantu perempuan yang meneror keluarganya sendiri dan anak terakhir mereka, Ian, ternyata juga merupakan tumbal dari perjanjiannya dengan sekte tersebut.

Hantu ibu: kegagalan perempuan memainkan peran kultural tradisional

Sebagai produk dari budaya populer, film merupakan teks dan praktik budaya yang memang dibuat untuk banyak orang dan bertujuan komersil serta kerap mengandung muatan ideologis-politis, tidak terkecuali film Pengabdi Setan 2: The Communion.

Tentunya, bukan hal yang baru bahwa hantu perempuan kerap menjadi tokoh utama dalam film bergenre horor di Indonesia.

Si Manis Jembatan Ancol, Nini Popo, Asih, Suster Ngesot, Kuntilanak, Wewe Gombel adalah deretan nama hantu lokal perempuan yang mungkin sudah tidak asing lagi di telinga masyarakat kita.

Mengapa perempuan kerap menjadi hantu? Dalam bingkai ideologi patriarki, hantu-hantu perempuan merupakan analogi dari subjek perempuan gagal karena tidak mampu menjalankan peran kultural-tradisional secara benar (Permatasari & Widisanti, 2019).

Subjek perempuan yang gagal adalah mereka yang aktif secara seksual, tidak mampu memberikan keturunan, gagal menjadi ibu, dan gagal menjaga virginitas di luar hukum agama dan institusi pernikahan.

Oleh karena itu, mereka sering ditampilkan sebagai monstrous feminine yang merujuk pada tubuh maternal dan feminitas perempuan yang dikonstruksi sebagai sesuatu mengerikan dalam ideologi patriarki (Barbara Creed, 1993).

Senada dengan ini, pemikir feminis Julia Kristeva menggunakan istilah abjek yang berarti tubuh maternal atau feminitas perempuan yang dianggap mengerikan dan menjijikkan sehingga harus disingkirkan dari maskulinitas dengan mengkonstruksi subjek perempuan menyeramkan.

Abjeksi ini tentu saja dialamatkan kepada subjek perempuan karena secara biologis perempuan mengalami menstruasi, dan bisa melahirkan. Keduanya identik dengan cairah tubuh yang dianggap memberikan ketidaknyamanan dan kengerian sehingga harus dieksklusi.

Di banyak produk budaya populer seperti sastra kontemporer, sosok mengerikan tersebut sering ditemukan dalam novel-novel Abdullah Harahap, Hendri Yulius, dan lainnya dengan penggambaran subjek-subjek perempuan yang menyeramkan (Suhendi, 2017).

Dalam kaitannya dengan film Pengabdi Setan 2: The Communion, sosok hantu ibu jelas tidak bisa dilepaskan dari isu gender.

Mawarni dihadirkan sebagai hantu yang sangat menyeramkan dan menebar teror kepada keluarganya sendiri.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com