Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Gurgur Manurung
Tenaga Ahli Komisi VI DPR RI

Alumni Pasca Sarjana IPB Bogor bidang Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan

Urgensi Penyelamatan Danau di Indonesia

Kompas.com - 12/08/2022, 09:05 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

TANGGAl 22 Juni tahun 2021 Presiden Joko Widodo menandatangani Perpres Nomor 60 Tahun 2021 tentang Penyelamatan Danau Prioritas Nasional. Dalam Perpres itu tertulis bahwa Ketua Dewan Pengarah adalah Menteri Koordinator Maritim dan Investasi, dalam hal ini Luhut Binsar Panjaitan. Ketua harian adalah menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

Tim penyelamat danau prioritas terdiri dari dua menteri koordinator, 11 menteri, Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Panglima TNI, Kepala LIPI, dan Kepala Badan Informasi Geospasial.

Setahun Perpres ditandatangani, tidak sedikitpun menunjukkan perbaikan danau. Mengapa tidak kelihatan dampak dari perpres itu terhadap perbaikan danau?

Ketika Perpres Nomor 60 tahun 2021 terbit, saya sudah langsung pesimis membacanya karena struktur organisasinya sangat gemuk. Tidak mungkin lembaga yang terlalu banyak orangnya bisa menyelesaikan satu pekerjaan. Kegemukan organisasi penyelamatan ini yang membuatnya tidak bergerak.

Baca juga: Viral, Video Red Devil Invasi Perairan Danau Toba, Ikan Apa Itu?

Sejatinya organisasi muncul berdasarkan kebutuhan. Kebutuhan organisasi muncul berdasarkan masalah yang ada. Apa sesungguhnya masalah danau di Indonesia.

Masalah danau kita adalah mengalami degradasi, rusaknya sempadan, menurunnya air permukaan, luasnya yang makin berkurang, meningkatnya sedimentasi, menurunnya kualitas air (pencemaran air), keaneka ragaman hayati (biodiversity) yang terganggu, putusnya rantai makanan (food chain) dan jaring makanan (food web), masuknya spesies invasif, hilangnya spesies endemik dan terjadinya penyuburan danau (eutrofikasi) dan lain sebagainya.

Jika kita melihat masalah yang dialami danau, maka dalam Perpres Nomor 60 tahun 2021 yang memprioritaskan 15 danau yang akan diselamatkan adalah kekeliruan. Sejatinya seluruh danau, situ, dan perairan yang bermanfaat bagi masyarakat harus diselamatkan secara serentak.

Pemilihan 15 danau prioritas menunjukkan kekeliruan dalam memahami pentingnya danau dan situ dalam kehidupan masyarakat. Danau dan situ di seluruh Indonesia harus diselamatkan secara bersama dan serentak. Sebab hampir semua danau dan situ bermasalah di Nusantara ini.

Sejumlah persoalan danau kita

Persoalan utama di hampir semua danau adalah pertama, eutrofikasi yaitu penyuburan danau akibat dari budi daya jaring apung. Budi daya jaring apung ini sangat berbahaya karena sisa pakan dan feses ikan itu menjadi unsur hara.

Baca juga: Produksi Ikan Keramba Jaring Apung Danau Toba Diturunkan Jadi 10.000 Ton

Unsur hara ini akan menimbulkan tumbuhnya ledakan enceng gondong (eichornia crassipes), berbagai jenis lumut dan tumbuh-tumbuhan di permukaan danau dan di dasar danau. Beragam biota danau tumbuh dengan tidak terkendali sebagai akibat dari unsur hara itu.

Dampak dahsyat dari unsur hara yang bersumber dari sisa pakan dan sisa feses adalah ledakan pertumbuhan phytoplankton yang dikenal dengan blooming. Blooming membuat air danau yang jernih berubah menjadi warna hijau. Blooming phytoplankton akan mengalami kematian yang kemudian proses kematian itu membutuhkan oksigen.

Oksigen yang terlarut dalam air diserap oleh proses pembusukan phytoplankton yang mengakibatkan ikan-ikan mati secara serentak karena kehabisan oksigen. Hal inilah yang menyebabkan kasus ikan di jaring apung acapkali mati secara serentak.

Unsur hara tidak hanya berasal dari budi daya jaring apung tetapi dapat juga dari sungai yang berasal dari sawah dan ladang penduduk. Unsur hara juga dapat berasal dari humus yang dibawa sungai dari pegunungan.

Kedua, sedimentasi yang berasal dari pegunungan karena lahan di hulu sungai dieksploitasi manusia tanpa terkendali. Pembangunan jalan di berbagai desa dan pembangunan jalan seperti di Samosir tidak memperhitungkan dampak sedimentasi ke Danau Toba.

Pembangunan jalan dan seluruh aktivitas di Pulau Samosir akan membawa sedimentasi ke danau terutama dimusim hujan ke Danau Toba. Lebih parah lagi ketika tanah-tanah dari daratan dipindahkan untuk reklamsi pantai. Reklamasi pantai dan sedimentasi dari aktivitas di darat yang akhirnya ke Danau Toba merupakan proses yang paling cepat dalam pendangkalan danau dan penyuburan danau.

Baca juga: Luhut Pandjaitan Pimpin Tim Penyelamatan Danau Kritis, Ini Tugasnya

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com