Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Antonius Galih Prasetyo
Analis Kebijakan LAN

Analis kebijakan dan sosiolog. Bekerja di Lembaga Administrasi Negara.

Pentingnya Meregulasi "Big Tech"

Kompas.com - 02/08/2022, 07:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Dengan alasan bahwa mereka merupakan perusahaan digital atau bermarkas di negara lain, perusahaan "Big Tech" seringkali menghindari pajak.

Padahal, mereka beroperasi di hampir semua negara dan menangguk untung besar dari pengguna yang berdomisili di negara-negara tersebut.

Selain tidak adil, ini tentu juga merugikan negara yang seharusnya dapat menarik pajak dari aktivitas mereka.

Mereka juga seringkali tidak mengindahkan aspek etis dalam operasinya. Media sosial menimbulkan dampak negatif bagi penggunanya seperti kecanduan karena sifat adiktif yang melekat di dalamnya.

Mereka juga menimbulkan gangguan psikologis seperti depresi dan krisis kepercayaan diri karena menampilkan konten yang tidak realistis dengan kehidupan sehari-hari sebagian besar penggunanya.

Ada pula masalah terkait privasi. Memanfaatkan algoritma canggih, perusahaan "Big Tech" menambang data setiap saat kita menggunakan layanan mereka untuk mengetahui preferensi kita dalam berbagai hal.

Kita kemudian disuguhi iklan dan informasi yang dirasa sesuai dengan minat kita. Ini menimbulkan perilaku konsumerisme dan apa yang disebut dengan "filter bubble" dan bias konfirmasi yang menimbulkan kepicikan pandangan karena kita hanya terekspos dengan informasi yang kita sukai atau setujui.

Media sosial dapat digunakan secara gratis karena pengguna bukanlah konsumen. Melalui data yang diberikannya dan konten yang dibuatnya, pengguna sesungguhnya merupakan pekerja dan sumber keuntungan bagi perusahaan media sosial.

Media sosial tidak peduli dengan kebenaran. Apa yang mereka pedulikan hanya sejauh mana sebuah konten mampu menarik perhatian sebanyak mungkin.

Melalui media sosial, tumbuh cuaca sosial yang sarat akan "hoax" dan "post-truth". Selain itu, mereka juga dapat dimanfaatkan sebagai instrumen untuk memecah belah masyarakat dan memanipulasi proses politik sebagaimana terbukti dalam kasus Cambridge Analytica.

Berbagai dampak negatif tersebut telah disadari oleh banyak negara seperti Amerika Serikat, India, dan negara-negara yang tergabung dalam Uni Eropa.

Mereka telah dan tengah menyusun peraturan untuk membatasi dampak negatif "Big Tech". Indonesia sudah seharusnya meniru langkah serupa.

Negara mempunyai kekuatan dan kewenangan yang besar. Hal ini harus dimanfaatkan secara produktif dan tepat dengan mengontrol berbagai ekses buruk dari perusahaan "Big Tech".

Pemerintah jangan salah langkah dengan mendasarkan peraturannya pada batasan yang sumir atau proses yang terkesan unilateral sebagaimana tercermin dalam peraturan yang ada sekarang.

Kritik yang disampaikan masyarakat mesti menjadi masukan agar regulasi yang ada diperbaiki.

Selain itu, regulasi mesti menyasar aspek-aspek yang lebih strategis, misalnya dengan membuat ketentuan yang lebih ketat terkait pajak, hubungan ketenagakerjaan, larangan monopoli, dan "hoax".

Regulasi terhadap "Big Tech" hanya dapat berjalan secara efektif apabila publik mempunyai kepercayaan yang kuat terhadap pemerintah.

Pemerintah harus membuktikan bahwa pengaturan yang ditujukannya terhadap "Big Tech" sungguh dilakukan demi kemaslahatan publik, bukan untuk disalahgunakan dan membatasi hak asasi.

Dengan kepercayaan dari publik, maka regulasi dapat ditegakkan dengan konsisten. Dukungan dari publik juga akan mengimbangi resistensi dari "Big Tech" yang tentu akan melawan regulasi terhadapnya dengan memanfaatkan uang, pengaruh, dan jaringan lobi yang dimilikinya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com