Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Antonius Galih Prasetyo
Analis Kebijakan LAN

Analis kebijakan dan sosiolog. Bekerja di Lembaga Administrasi Negara.

Pentingnya Meregulasi "Big Tech"

Kompas.com - 02/08/2022, 07:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Hal ini sangat rentan disalahgunakan karena bisa saja data yang diminta adalah data yang terkait dengan para pengkritik pemerintah.

Permintaan data semacam itu seharusnya dilakukan melalui mekanisme pengadilan. Karena berbagai keberatan tersebut, berbagai organisasi masyarakat sipil menggalang dukungan publik untuk menyampaikan surat protes kepada Kominfo atau membuka pos pengaduan bagi yang merasa dirugikan.

Di luar riuh pro kontra yang terjadi, drama kewajiban daftar bagi PSE ini sesungguhnya menguak satu hal krusial, yakni ketidakpercayaan publik terhadap pemerintah.

Ketidakpercayaan ini tentu tidak muncul dari ruang kosong. Ada pengalaman sebelumnya yang menimbulkan ketidakpercayaan tersebut.

Kecenderungan elite politik dan ekonomi untuk melaporkan pengkritiknya dengan dalih pencemaran nama baik yang sangat longgar pengertiannya dalam UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) menimbulkan kekhawatiran serupa bahwa interpretasi longgar mengenai informasi yang meresahkan masyarakat dan menganggu ketertiban umum sebagaimana tertuang dalam Permenkominfo No. 5/2020 akan digunakan untuk membungkam kebebasan berpendapat dan berekspresi.

Ketidakpercayaan menjadi semakin parah ketika Kominfo gagal menampilkan dirinya sebagai pihak yang kredibel dan berwibawa.

Berbagai masalah diungkap oleh publik terkait dengan sengkarut pendaftaran. Situs untuk melakukan pendaftaran sering bermasalah dan juga sempat diretas.

Verifikasi PSE yang telah mendaftar disinyalir dilakukan dengan tidak akurat dan gegabah, termasuk di antaranya dengan menyetujui PSE bermasalah seperti judi daring.

Ada pula penyelidikan media yang mengungkap bahwa ternyata Kominfo sendiri menggunakan berbagai layanan dari PSE yang menurut standar Kominfo ilegal karena belum mendaftar.

Di sisi lain, kalangan yang kritis terhadap pemerintah pun sayangnya juga tidak mengarahkan kritisisme serupa kepada PSE.

Padahal sudah seharusnya mereka juga mendapatkan kritik dan pengawasan serupa. Ini terutama berlaku bagi PSE yang tergolong dalam perusahaan teknologi multinasional yang sangat dominan ("Big Tech") seperti Google, Facebook, WhatsApp, Instagram, Twitter, dan sebagainya.

Sesungguhnya, meskipun tidak dinyatakan secara terbuka, berbagai perusahaan "Big Tech" itulah yang menjadi sasaran pemerintah karena mereka mendominasi kehidupan digital masyarakat melalui "network effect" yang dimilikinya.

Namun, ketika muncul ancaman pemblokiran terhadap mereka karena tak kunjung mendaftar menjelang batas akhir, publik lebih banyak menempatkan diri sebagai konsumen yang dirugikan karena terancam tidak dapat lagi menikmati layanan yang diberikan berbagai perusahaan "Big Tech".

Ketidakpercayaan yang berpadu dengan ketergantungan terhadap "Big Tech" ini fatal karena kemudian menutupi satu kebenaran mendasar, yakni pentingnya pemerintah mengatur perusahaan "Big Tech".

Urgensi pengaturan timbul karena berbagai perusahaan "Big Tech" menimbulkan dampak negatif bagi penggunanya melalui model bisnis dan operasional yang diterapkan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com