UMAT Islam yang sedang menjalankan ibadah haji bersiap-siap untuk melaksanakan wukuf di Padang Arafah pada 9 Zulhijjah 1443 bertepatan 8 Juli 2022, berdasarkan keputusan Pemerintah Kerajaan Arab saudi.
Hari Arafah merupakan waktu yang ditunggu-tunggu dan memerlukan persiapan yang matang.
Berdasarkan pengalaman, biasanya berbagai persiapan dilakukan dari mulai level individu, regu, rombongan, dan kloter secara intensif agar prosesnya berjalan baik.
Wukuf atau berdiam diri mulai siang hari sampai terbenam matahari menjadi momentum untuk menyibukkan diri dengan memperbanyak tafakur, berdoa, tasbih, tahmid, tahlil, taubat, dan memohon kemurahan Allah SWT.
Dalam tafakur sarat dengan nilai-nilai karakter rasa ingin tahu sehingga membuat kita untuk terus semangat belajar, kreatif, dan inovatif.
Nilai ini menjadi petunjuk untuk mengevaluasi sudah sampai sejauh mana seseorang telah mendayagunakan segala potensi akal yang telah dikaruniakan-Nya selama perjalanan hidupnya.
Tafakur merupakan upaya merenung, memikirkan, atau menimbang-nimbang dengan sungguh-sungguh setiap objek tafakur baik yang tertulis di kitab suci maupun tidak tertulis yang ayat-ayat Tuhan bertebaran di alam semesta.
Allah sebagai Pencipta alam semesta memberikan ruang kebebasan yang bertanggung jawab kepada manusia sebagai wakil Tuhan di muka bumi untuk mengeksplorasi ayat-ayat kauniyah melalui berbagai fenomena dan peristiwa yang terjadi untuk menghasilkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang bermanfaat.
Tentu saja ini semua dapat terwujud bagi umat yang mau berpikir, merenungkan, dan mengambil berbagai manfaat dari ciptaan-Nya yang terbentang luas di alam semesta, serta tidak lupa selalu berzikir atas kebesaran-Nya melalui hati, perkataan, dan tindakannya (QS. Ali-Imran [3]: 191).
Inilah yang menjadi pembeda antara umat beragama dan sekuler. Umat beragama seantiasa mengingat dan mengembalikan segala pencapaian ilmu pengetahuan yang telah diraih kepada Tuhan Pemilik Segala Pengetahuan.
Masyarakat sekuler menganggap pencapaian prestasi ilmu (sains, teknologi, dan filsafat) adalah murni hasil kreasi dan usahanya sendiri.
Implikasinya tentu saja dapat dilihat dari pemanfaatnnya yang digunakan untuk merusak alam dan menghancurkan nilia-nilai kemanusiaan.
Namun jika melihat kondisi saat ini, implementasi tafakur sepertinya tidak begitu membudaya di masyarakat.
Indikator ini dapat dilihat secara kasat mata dari berbagai kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang justru banyak berkembang di dunia barat.
Sementara di dunia timur, khususnya di negara-negara mayoritas beragama Islam, tertinggal jauh dan hanya sebagai penikmat saja.