Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komarudin Watubun
Politisi

Komarudin Watubun, SH, MH adalah anggota Komisi II DPR RI; Ketua Pansus (Panitia Khusus) DPR RI Bidang RUU Otsus Papua (2021); pendiri Yayasan Lima Sila Indonesia (YLSI) dan StagingPoint.Com; penulis buku Maluku: Staging Point RI Abad 21 (2017).

Menjadikan Indonesia Pusat Peradaban Ekologis Asia-Pasifik Abad 21

Kompas.com - 04/04/2022, 06:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Negara-negara lain berupaya merespons pergeseran gravitasi ekonomi dunia awal abad 21. Misalnya, tahun 2005, Brunei, Chile, Selandia Baru, dan Singapura merintis kerjasama ekonomi lintas-Pasifik (Trans-Pacific Strategic Economic Partnership Agreement/TPSEP). Sejak 2008, Amerika Serikat, Australia, Jepang, Kanada, Malaysia, Peru, dan Vietnam bergabung ke TPSEP. Pada 5 Oktober 2015, 11 anggota TPSEP menyepakati standardisasi perdagangan, tarif, dan mekanisme penyelesaian sangketa investasi.

Pada 16 Juni 2009, sejumlah negara lain merilis pembentukan BRICs (Brasil, Rusia, India dan Tiongkok/China) sebagai suatu tata-ekonomi baru dunia yang multipolar pada konferensi tingkat tinggi (KTT) pertama di Yekaterinburg (Rusia). BRICs dirilis pertama kali oleh Jim O’Neill (Goldman Sachs) tahun 2001 berjudul: “The World Needs Better Economic BRICs” (Beth Kowitt, Juni 2009).

BRICs menjadi simbol perubahan kekuatan ekonomi global dari kelompok negara-negara G-7 (Amerika Serikat, Inggris, Jerman, Jepang, Rusia, Italia, Kanada) ke negara-negara BRICs yang dihuni oleh lebih dari 42 persen penduduk dunia, ¼ lahan planet bumi, dan 24 persen dari total PDB dunia hingga tahun 2013 (IMF, 2013; Robert Marquand, 2011).

Namun pada September 2013, Tiongkok mengubah dasar dan arah kebijakan strategis. Pada 7 September 2013 di Astana (Kazakhstan), Presiden Tiongkok Xi Jinping, misalnya, merilis prakarasa “Silk Road Economic Belt”. Targetnya yakni “forge closer economic ties, deepen cooperation, and expand development in the Euro-Asia region” (Deepak, 2016: 23; Yiwei, Wang, 2016:93).

Presiden Xi Jinping mempromosi prakarsa Silk Road (Yi dai, Yi lu / One Belt, One Road/OBOR) ke negara-negara kawasan Asia Tenggara, khususnya Indonesia pada September – Oktober 2013. Presiden Xi Jinping menyampaikan prakarsa “21st Century Maritime Silk Road” kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI dan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono tanggal 3 Oktober 2013 di Jakarta.

Secara umum, Tiongkok dan AS masih sulit mewujudkan peradaban ekologis berbasis negara-bangsa. Menurut lapotan Climate Action Tracker (2021), Tiongkok melepas 227 juta ton karbon (CO2) per tahun.

Geopolitik RI

Para pendiri Republik Indonesia sejak 1945 telah meletakan dasar falsafah peradaban ekologis. “Seorang anak kecil dapat mengatakan, bahwa pulau-pulau Jawa, Sumatera, Borneo, Selebes, Halmahera, Kepulauan Sunda Kecil, Maluku, dan lain-lain adalah satu kesatuan,” papar Soekarno di depan Rapat Besar BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) pada 1 Juni 1945 di Jakarta. Soekarno adalah Ketua Pantia Hukum Dasar BPUPKI.

Soekarno melihat simpul inti dan dasar dari tiap negara ialah persatuan rakyat dan tanah-air. Nyawa suatu negara ialah rakyat dan tanah-air. Ini pula simpul dasar strategi peradaban ekologis. Prof Soepomo (Ketua Panitia Kecil Hukum Dasar BPUPKI) sangat jelas-tegas tentang strategi negara-bangsa : “Pembangunan negara bersifat barang yang bernyawa.” (Setneg RI, 1992:28).

Baca juga: Danau Tujuh Warna Meksiko Ini Terancam Bencana Ekologis

Simpul dasar nyawa negara (Rakyat-Tanah-Air) ini sejak 1994 lazim disebut konsep ‘egg of  sustainability’ (IUCN, 1994), yakni suatu negara-bangsa hanya sehat dan lestari, jika rakyat dan tanah-airnya juga sehat-lestari. Tanah-air Indonesia adalah simpul temu benua Australia-Asia, Lautan Pasifik dan Lautan India. Tiongkok tidak memiliki zona strategis seperti Indonesia; misalnya, keragaman hayati Indonesia memiliki karakter Asia dan Australia; Tingkok tidak memiliki keunggulan nilai alam seperti Indonesia.

Zona Indonesia adalah titik temu dari empat lempengan raksasa kerak bumi. Hutan-hutan Indonesia adalah paru-paru dunia yang terletak di garis khatulistiwa paling panjang di bumi. Tiongkok tidak memiliki keunggulan dan nilai alam seperti Indonesia ini.

Pertanyaan, mulai dari mana dan bagaimana membangun Indonesia sebagai pusat peradaban ekologis abad 21?

Sejak November 2021, saya melihat, kepemimpinan hikmat bijaksana melahirkan suatu peradaban ekologis. Karena itu, saya membentuk satu tim riset dalam rangka penerbitan buku bertopik Kepemimpinan Hikmat Bijaksana dan Kebangkitan Alam.

Asumsi dasar rancangan buku itu, antara lain, pemimpin korup tidak akan pernah dapat mewujudkan suatu peradaban ekologis; kapan saja, di mana saja. Tetapi, kepemimpin hikmat-bijaksana, sesuai amanat Pembukaan UUD 1945, dapat mewujudkan peradaban bagi manusia-alam.

Kepemimpinan hikmat-bijaksa meracik dan merajut bangunan sehat-lestari manusia (human well-being) dan alam sehat-lestari (ecosystem well-being) berbasis hutan (pohon), tanah, dan air. Hutan adalah sumber energi, pangan, mata-air, dan biosecurity misalnya pencegah erosi dan penyerap CO2.

Air adalah satu-satunya zat dapat masuk ke semua unsur alam dan menghidupkan; tanah adalah pusat vegetasi. Falsafah geopolitik Indonesia ialah bhinneka tunggal ika; maka jangan pisahkan rakyat dengan tanah di bawah kakinya.

Tiap upaya pembangunan harus merawat karakter-karakter keragaman-hayati, sejarah, dan kearifan per daerah. Itulah simpul dasar kebangkitan alam Bhinneka Tunggal Ika.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com