KOMPAS.com - Di media sosial, beredar video yang menunjukkan sejumlah orang melakukan kegiatan foto diri atau selfie di kawasan terdampak bencana erupsi Gunung Semeru.
Seorang perempuan terlihat tengah berpose di kawasan yang tertutup abu dan perempuan yang lain bersiap menangkapnya dengan lensa kamera ponsel.
Masih dari video yang sama, di sisi yang lain, tiga orang perempuan terlihat tengah berjalan di kawasan yang sama. Bahkan, di dekatnya terlihat asap putih dari material vulkanis yang dimuntahkan Semeru masih mengepul.
Mereka mengenakan kacamata hitam, pakaian kasual, dan berjalan berdekatan,
Salah satu akun yang mengunggah video tersebut adalah Instagram @visitpronojiwo.
View this post on Instagram
Mereka menjadi kesulitan bergerak cepat, terlebih jika sewaktu-waktu bencana susulan terjadi.
"Tentu saja (mengganggu), karena lokasi tersebut masih rawan potensi bencana susulan. Ketika ada aktivitas (susulan) dari Semeru akan diperlukan gerak cepat untuk keluar dari lokasi. Jika banyak masyarakat di lokasi terdampak, tentu saja akan memperlambat proses tersebut," kata Abdul Muhari yang akrab disapa Aam, Minggu (12/12/2021).
Orang-orang yang datang hanya dengan tujuan berfoto dengan latar tempat lokasi terdampak bencana dinilainya tidak mendukung upaya kemanusiaan yang tengah dilakukan oleh para petugas dan relawan di sana.
"Saat ini kami masih melakukan pencarian korban hilang. Proses ini masih berlangsung. Kami harapkan dukungan semua pihak untuk membantu kelancaran proses pencarian korban tersebut, termasuk dengan tidak melakukan aktivitas-aktivitas yang tidak relevan dengan upaya pencarian korban," jelas dia.
Terkait potensi bencana susulan, keberadaan masyarakat di lokasi terdampak bencana dengan kepentingan di luar misi kemanusiaan justru akan menambah potensi jatuhnya korban tambahan.
Oleh karena itu, BNPB mengimbau siapa pun yang tidak berkepentingan agar tidak mendekat atau berada di lokasi bencana.
"Kami mengimbau kesadaran dan empati dari masyarakat agar tidak datang dulu ke lokasi terdampak awan panas guguran. Empati kepada korban, ini aspek sosial yang benar-benar harus kita perhatikan bersama," ujar Aam.
Baca juga: Erupsi Gunung Semeru, Mengapa Banyak Warga Selfie di Lokasi Bencana?
Dari sisi perilaku manusia, psikolog melihat kegiatan selfie di tempat bencana atau bahaya sebagai suatu upaya manusia untuk menunjukkan eksistensinya.
Pada Desember 2018, Guru Besar Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada, Prof. Koentjoro mengatakan, masyarakat tak lagi peduli kondisi di sekitarnya karena mereka lebih mementingkan mendapatkan momentum berfoto yang mungkin tidak akan ditemui untuk kedua kalinya.
"Momen menjadi penting. Setiap kali ada momen, orang selfie. Bahkan momen itu dicari dan diciptakan sehingga nyawa menjadi taruhannya," kata Koentjoro.
Selain itu, lokasi bencana atau lokasi lain yang sesungguhnya berbahaya dipandang dapat menjadi wahana selfie baru yang menyajikan pemandangan berbeda dari foto lain yang diambil di lokasi yang terbilang normal.
"Lihat kasus meninggal jatuh di kawah Merapi (2015). Dibuat lah 'panggung' untuk selfie," ujar Koentjoro.
Baca juga: Selfie di Lokasi Bencana, Beri Simpati atau Pencarian Eksistensi?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.