Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kenali Penyakit Pasca-erupsi Gunung Api, Ini Cara Mencegahnya

Kompas.com - 07/12/2021, 17:00 WIB
Jawahir Gustav Rizal,
Rendika Ferri Kurniawan

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Gunung Semeru di Jawa Timur mengalami erupsi dan mengubur sejumlah permukiman warga dengan abu vulkanik pada Sabtu (4/12/2021).

Abu vulkanik yang dimuntahkan gunung api saat erupsi sangat berbahaya bagi manusia.

Ketika pertama kali keluar dari perut gunung, abu vulkanik dan material lainnya bergerak dengan kecepatan tinggi dan memiliki suhu sangat panas.

Setelah dingin, abu vulkanik juga masih menyimpan potensi bahaya karena rentan terhirup dan dapat menyebabkan sejumlah masalah kesehatan.

Tak hanya abu vulkanik, penyakit kesehatan lain juga rentan menyerang masyarakat yang terdampak erupsi gunung api.

Baca juga: Benarkah Tak Ada Peringatan Dini Erupsi Semeru? Ini Tanggapan PVMBG

Penyakit pasca-erupsi

Mengutip laman Kementerian Kesehatan, secara umum terdapat enam penyakit yang perlu diwaspadai pasca-erupsi gunung api, yakni:

  • Infeksi Saluran Pernapasan Atas
  • Infeksi Saluran Pernapasan Bawah (pneumonia dan bronkhitis)
  • Alergi, radang atau iritasi pada mata
  • Alergi, infeksi atau iritasi pada kulit
  • Gangguan saluran pencernaan
  • Perburukan dari penyakit kronik, baik karena daya tahan tubuh yang turun maupun karena stres atau lalai mengonsumsi obat

Baca juga: Gunung Semeru Erupsi, Waspadai Bahaya Abu Vulkanik bagi Paru-paru, Lakukan Hal Ini

Mencegah penyakit pasca-erupsi

Kemenkes menyebutkan, ada beberapa hal yang perlu diketahui masyarakat untuk mencegah terkena penyakit pasca-erupsi.

Cara pencegahan penyakit pasca-erupsi:

  • Hindari keluar rumah bila tidak memiliki keperluan
  • Bila terpaksa keluar rumah, gunakan pelindung seperti helm dan masker
  • Menutup sarana air atau sumur gali terbuka dan penampungan air yang terbuka agar tidak terkena debu
  • Mencuci dengan bersih semua makanan, buah, sayur
  • Segera cari pengobatan ke sarana pelayanan kesehatan bila terdapat keluhan kesehatan seperti batuk, sesak nafas, iritasi pada mata dan kulit
  • Bagi masyarakat yang memiliki penyakit kronik, pastikan obat rutin harus selalu dikonsumsi
  • Selalu lakukan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).

Baca juga: Tanda Erupsi Semeru dan Ajakan Berselaras dengan Alam

Bahaya hirup abu vulkanik

Pasca-erupsi Gunung Semeru, banyak rumah warga yang tertimbun material awan panas guguran Semeru.

Material abu vulkanik ini perlu diwaspadai, karena bisa berbahaya bagi siapa saja yang menghirupnya.

Ahli Vulkanologi Institut Teknologi Bandung (ITB) Mirzam Abdurrachman mengatakan, abu vulkanik kaya akan semen dan akan mudah menempel pada media yang basah.

"Jika abu vulkanik terhirup dapat menyebabkan permasalahan pernafasan akut," kata Mirzam, dikutip dari laman ITB, Senin (6/12/2021).

Dia mengimbau kepada masyarakat yang terdampak material Gunung Semeru untuk selalu menggunakan masker atau kain yang sudah dibasahi air.

Kain yang sudah dibasahi tersebut bisa digunakan sebagai penutup hidung untuk mencegah efek dari abu vulkanik.

Baca juga: Karakter Letusan Gunung Semeru dan Catatannya dari Tahun ke Tahun

Mengenal awan panas

Diberitakan Kompas.com, Senin (6/12/2021), awan panas guguran atau biasa disebut wedus gembel, adalah arus gas dan material piroklastik bersuhu tinggi yang bergerak sangat cepat.

MAGMA Indonesia menjelaskan, fenomena aliran piroklastik ini mengalir dengan kecepatan tinggi di sepanjang lembah gunung api dengan kecepatan rata-rata 100 km per jam.

Adapun luncuran awan panas guguran mampu mencapai kecepatan hingga 700 km per jam.

Sementara itu, gas dan tephra yang dibawa oleh awan panas tersebut dapat mencapai suhu sangat panas, sekitar 1.000 derajat celsius.

"Aliran piroklastik adalah bahaya erupsi gunung api yang paling mematikan dari semua bahaya erupsi dan dihasilkan sebagai akibat dari letusan eksplosif," demikian tulis MAGMA Indonesia.

Aliran piroklastik pada umumnya menyentuh tanah dan meluncur menuruni lereng gunung api serta dapat menyebar ke samping di bawah gaya gravitasi.

Kecepatannya tergantung pada kerapatan arus, laju keluaran material vulkanik, dan gradien lereng.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com