Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Update Corona 12 November: 5 Singa di Singapura Positif Covid-19 | UE Tambah Daftar Efek Samping J&J

Kompas.com - 12/11/2021, 07:45 WIB
Mela Arnani,
Rendika Ferri Kurniawan

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Virus corona masih terus menginfeksi orang-orang di seluruh dunia, dengan beberapa negara mencatat adanya ribuan kasus baru.

Melansir Worldometers, jumlah total kasus Covid-19 per 12 November 2021, yakni total infeksi 252.597.477 kasus, total sembuh 228.502.574 kasus, dan total meninggal 5.094.453.

Berikut lima negara dengan kasus infeksi terbanyak:

  • Amerika Serikat: 47.685.553 kasus, dengan 37.178 kasus baru harian
  • India: 34.404.060 kasus, dengan 2.390 kasus baru harian
  • Brasil: 21.924.598 kasus, dengan 13.216 kasus baru harian
  • Inggris: 9.448.402 kasus, dengan 42.408 kasus baru harian
  • Rusia: 8.952.472 kasus, dengan 40.759 kasus baru harian.

Baca juga: Singapura Tidak Menanggung Biaya Perawatan Pasien Covid-19 yang Menolak Divaksin

Lima singa di Singapura positif Covid

Singa Afrika di Singapore Zoo dinyatakan positif Covid-19, setelah menunjukkan gejala sakit pada 8 November lalu.

Menurut Animal and Veterinary Service (AVS), ini merupakan singa kelima di Singapura yang terinfeksi virus corona, setelah empat singa Asia di Night Safari dinyatakan positif Covid-19 pada Selasa (8/11/2021).

Pengetesan reaksi berantai polimerase (PCR) dilakukan dengan pengambilan sampel feses dari singa Afrika, menunjukkan positif virus SARS-CoV-2.

“Telah dikeluarkan perintah untuk mengisolasi sembilan singa Asia dan lima singa Afrika sebagai dua kelompok terpisah, masing-masing di dalam Night Safari dan Singaporee Zoo,” tulis AVS seperti dikutip dari The Strait Times, Jumat (12/11/2021).

Isolasi termasuk kepada lima singa yang dinyatakan positif, dengan semuanya diisolasi dalam sarangnya masing-masing.

Dituliskan bahwa singa-singa ini dipantau secara cermat, termasuk memberikan vitamin C ke dalam makanan.

Organisasi Kesehatan Dunia untuk Kesehatan Hewan telah menyarankan bahwa risiko penularan dari hewan yang terinfeksi ke manusia sangat rendah.

Kendati begitu, pameran untuk singa telah ditutup sementara.

Baca juga: Kasus Covid-19 Dunia Naik, Pemerintah Masih Berlakukan Karantina Pelaku Perjalanan Internasional 3 Hari

UE tambah daftar efek samping vaksin Johnson & Johnson

Regulator obat Eropa merekomendasikan untuk menambahkan jenis peradangan tulang belakang yang langka atau mielitis transversa sebagai efek samping dari vaksin Covid-19 dosis tunggal Johnson & Johnson (J&J).

Sindrom ini menjadi kondisi serius tapi jarang terjadi, yang membuat bagian tubuh yang berbeda menjadi meradang, termasuk jantung, paru-paru, ginjal, otak, kulit, mata, atau organ pencernaan.

Dikabarkan CNA, laporan tentang penyakit saraf serius ini juga merupakan inti dari penghentian uji coba tahap awal pengembangan suntikan AstraZeneca dan J&J, yang didasarkan pada teknologi serupa.

Memberikan pembaruan tentang keamanan semua suntikan virus corona, Badan Obat Eropa (EMA) tengah menilai laporan kondisi darah langka yang dikenal sebagai sindrom kebocoran kapiler (CLS) setelah inokulasi vaksin Moderna.

EMA telah mencatat enam kasus CLS dan menilai semua data, tapi belum jelas mengenai hubungan sebab akibat antara laporan dan vaksin.

Pada CLS, cairan bocor dari pembuluh darah terkecil menyebabkan pembengkakan dan penurunan tekanan darah.

Kondisi ini juga telah dipelajari dengan vaksin AstraZeneca dan J&J.

EMA menyampaikan, saat ini tidak ada cukup bukti tentang kemungkinan hubungan antara kasus langka sindrom inflamasi multisistem (MIS) dan vaksin berbasis mRNA dari vaksin Moderna dan Pfizer-BioNTech.

Baca juga: Pandemi Belum Usai, Epidemiolog: China Lockdown, Belum Lagi Eropa...

Studi: terapi RNA baru melindungi tikus dari virus

Para peneliti telah mengidentifikasi molekul RNA yang merangsang sistem pertahanan antivirus awal dan dapat melindungi tikus dari berbagai varian SARS-CoV-2.

Studi ini diterbitkan pada Rabu (10/11/2021) di Journal of Experimental Medicine.

Penelitian ini mengarah pada pengobatan baru untuk Covid-19 pada pasien dengan gangguan kekebalan, dan memberikan terapi yang murah untuk negara-negara berkembang yang kekurangan akses ke vaksin.

India Today menuliskan, garis pertahanan pertama tubuh melawan SARS-CoV-2 sebelum keterlibatan antibodi dan sel T diperkirakan bergantung pada molekul reseptor seperti RIG-I, yang mengenali materi genetik virus dan menginduksi produksi protein pensinyalan sebagai interferon tipe I.

Para peneliti di Yale School of Medicine di AS, mencatat interferon ini meningkatkan produksi protein yang dapat menghambat reproduksi virus dan merangsang perekrutan sel kekebalan untuk melawan infeksi.

Berbagai penelitian menunjukkan, produksi interferon awal dan kuat melindungi terhadap Covid-19, sedangkan produksi yang tertunda dikaitkan dengan penyakit parah.

Para peneliti mecatat bahwa merawat pasien dengan molekul RNA pendek yang meniru materi genetik SARS-CoV-2 dan mengaktifkan reseptor RIG-I untuk merangsang produksi interferon tipe I oleh sel-sel tubuh sendiri dapat mengurangi kematian.

Asam ribonukleat (RNA) merupakan molekul penting dalam berbagai peran biologis dalam coding, decoding, regulasi, dan ekspresi gen.

Baca juga: Update Corona 11 November: Gelombang Kelima Covid-19 di Perancis

Tim menguji pendekatannya pada tikus yang rentan terhadap infeksi SARS-CoV-2.

Dosis tunggal molekul RNA bernama SLR14 sudah cukup untuk melindungi tikus dari penyakit parah dan kematian, terutama jika pengobatan diberikan sesaat sebelum atau segera setelah terpapar virus.

SLR14 melindungi tikus dari semua varian SARS-CoV-2, termasuk Delta.

Para peneliti juga menguji SLR14 pada tikus immunocompromised yang secara kronis terinfeksi SARS-CoV-2.

Molekul RNA mampu sepenuhnya membersihkan virus dari heawan-hewan tersebut, meski kekurangan sel T dan sel B penghasil antibodi.

Tercatat, molekul RNA seperti SLR14 relatif murah dan mudah dibuat. Sehingga, SLR14 sangat menjanjikan sebagai terapi RNA kelas baru yang dapat diterapkan sebagai antivirus terhadap SARS-CoV-2.

"Selain itu, karena pendekatan terapeutik berbasis RNA ini sederhana dan serbaguna, penelitian kami akan memfasilitasi kesiapsiagaan dan respons pandemi terhadap patogen pernapasan di masa depan yang sensitif terhadap interferon tipe I," ujar Akiko Iwasaki, seorang profesor di Yale School of Medicine.

Meskipun vaksin COVID-19 yang disetujui sangat efektif untuk mencegah penyakit parah dan kematian, ketersediaan vaksin sangat terbatas di banyak negara berpenghasilan rendah.

Para peneliti mengatakan, efektivitas vaksin sudah berkurang pada orang dengan gangguan kekebalan yang tidak dapat membentuk antibodi atau sel T dalam jumlah yang cukup yang secara khusus menargetkan protein lonjakan virus.

Orang-orang dalam kelompok ini rentan terhadap infeksi SARS-CoV-2 kronis jangka panjang.

"Sehingga selain penggunaan vaksin dalam pencegahan COVID-19, diperlukan upaya pengembangan terapi yang manjur terhadap SARS-CoV-2," pungkas Iwasaki.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Media Asing Soroti Banjir Bandang Sumbar, Jumlah Korban dan Pemicunya

Media Asing Soroti Banjir Bandang Sumbar, Jumlah Korban dan Pemicunya

Tren
Sejarah Lari Maraton, Jarak Awalnya Bukan 42 Kilometer

Sejarah Lari Maraton, Jarak Awalnya Bukan 42 Kilometer

Tren
Rekonfigurasi Hukum Kekayaan Intelektual terhadap Karya Kecerdasan Buatan

Rekonfigurasi Hukum Kekayaan Intelektual terhadap Karya Kecerdasan Buatan

Tren
Basuh Ketiak Tanpa Sabun Diklaim Efektif Cegah Bau Badan, Benarkah?

Basuh Ketiak Tanpa Sabun Diklaim Efektif Cegah Bau Badan, Benarkah?

Tren
BPJS Kesehatan Tegaskan Kelas Pelayanan Rawat Inap Tidak Dihapus

BPJS Kesehatan Tegaskan Kelas Pelayanan Rawat Inap Tidak Dihapus

Tren
Cara Memindahkan Foto dan Video dari iPhone ke MacBook atau Laptop Windows

Cara Memindahkan Foto dan Video dari iPhone ke MacBook atau Laptop Windows

Tren
Video Viral Pusaran Arus Laut di Perairan Alor NTT, Apakah Berbahaya?

Video Viral Pusaran Arus Laut di Perairan Alor NTT, Apakah Berbahaya?

Tren
Sosok Rahmady Effendi Hutahaean, Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta yang Dilaporkan ke KPK

Sosok Rahmady Effendi Hutahaean, Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta yang Dilaporkan ke KPK

Tren
Harta Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Disebut Janggal, Benarkah Hanya Rp 6,3 Miliar?

Harta Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Disebut Janggal, Benarkah Hanya Rp 6,3 Miliar?

Tren
5 Potensi Efek Samping Minum Susu Campur Madu yang Jarang Diketahui

5 Potensi Efek Samping Minum Susu Campur Madu yang Jarang Diketahui

Tren
5 Penyebab Anjing Peliharaan Mengabaikan Panggilan Pemiliknya

5 Penyebab Anjing Peliharaan Mengabaikan Panggilan Pemiliknya

Tren
8 Fakta Penggerebekan Laboratorium Narkoba di Bali, Kantongi Rp 4 Miliar

8 Fakta Penggerebekan Laboratorium Narkoba di Bali, Kantongi Rp 4 Miliar

Tren
UPDATE Banjir Sumbar: 50 Orang Meninggal, 27 Warga Dilaporkan Hilang

UPDATE Banjir Sumbar: 50 Orang Meninggal, 27 Warga Dilaporkan Hilang

Tren
Rusia Temukan Cadangan Minyak 511 Miliar Barel di Antarktika, Ancam Masa Depan Benua Beku?

Rusia Temukan Cadangan Minyak 511 Miliar Barel di Antarktika, Ancam Masa Depan Benua Beku?

Tren
Duduk Perkara Kepala Bea Cukai Purwakarta Dibebastugaskan, Buntut Harta Kekayaan Tak Wajar

Duduk Perkara Kepala Bea Cukai Purwakarta Dibebastugaskan, Buntut Harta Kekayaan Tak Wajar

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com