KOMPAS.com - Dua kecelakaan di jalan tol terjadi pada Kamis (4/11/2021) dan mengakibatkan tiga orang meninggal dunia.
Kecelakaan pertama menimpa rombongan dekan dan dosen Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada (UGM) di Tol Cipali-Cikampek Km 113 pada Kamis dini hari.
Dekan Fakultas Peternakan Prof Ir I Gede Suparta Budisatria meninggal dunia, sementara tiga orang lainyya dirawat di rumah sakit dalam insiden tersebut.
Di hari yang sama, kecelakaan menimpa artis Vanessa Angel dan suaminya Febri Andriansyah di Km 673+300A ruas Tol Jomol arah dari Jakarta menuju Surabaya.
Lantas, apa yang menyebabkan kecelakaan di jalan tol masih kerap terjadi?
Baca juga: Kronologi dan Dugaan Penyebab Kecelakaan yang Menewaskan Vanessa Angel
Pengamat transportasi Unika Soegijapranata, Djoko Setijowarno mengatakan, tidak ada satu pun alat atau instrumen untuk mengurangi kecelakaan, tanpa kesadaran berlalu lintas yang benar.
Sebab, faktor manusia menurut Djoko merupakan penyebab tertinggi kecelakaan di jalan.
"Kalau orangnya tidak sadar keselamatan, mau dibuat apa pun tidak ada maknanya. Jadi harus taat aturan dulu, ikuti batas kecepatan yang ada, kondisi harus prima, kalau capek ya istirahat," kata Djoko kepada Kompas.com, Jumat (5/11/2021).
Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No 111 Tahun 2015, batas minimal kecepatan di jalan tol adalah 60 kilometer per jam dan maksimal 100 kilometer per jam.
Menurut Djoko, penetapan batas maksimal tersebut bukan tanpa alasan. Apabila terjadi pecah ban dengan kecepatan di atas 100 kilometer per jam, maka akan berakibat fatal.
"Meski teknologi mobil sudah tinggi, tapi harus diingat batas kecepatan itu juga punya makna. Kalau kecepatan di atas 100 kilometer dan pecah ban, itu bisa fatal," jelas dia.
Ia menjelaskan, jalan tol di Indonesia juga perlu memiliki speed gun, sebuah alat yang digunakan untuk mengukur kecepatan.
Jika pengendara melanggar batas kecepatan itu, maka bisa segera ditindak. Sayangnya, hanya sedikit tol yang memiliki speed gun.
Baca juga: Berkaca dari Kecelakaan Vanessa Angel, Ini Bahaya Mengantuk Saat Berkendara
Djoko menuturkan, pemerintah juga perlu mengaktifkan kembali Direktorat Keselamatan Transportasi Darat yang telah ditiadakan di Kementerian Perhubungan sejak dua tahun lalu.
Sebab, menurut Djoko peniadaan direktorat tersebut berdampak pada minimnya program dan anggaran untuk keselamatan di sektor transportasi darat.
"Padahal urusan keselamatan transportasi darat belum menunjukkan keberhasilan yang berarti dalam hal menurunkan angka kecelakaan lalu lintas," ujarnya.
"Tingkat fatalitas masih cukup tinggi. Kesadaran masyarakat akan keselamatan lalu lintas juga masih rendah. Jika meninggal akibat kecelakaan lalu lintas dianggap takdir," sambungnya.
Ia menjelaskan, angka kecelakaan lalu lintas tidak pernah turun drastis, sedangkan institusi yang fokus mengurusi keselamatan justru dihilangkan.
Baca juga: Perkembangan Kasus Kecelakaan Vanessa Angel: Kronologi hingga Pemeriksaan Polisi
Selain itu, Djoko menyebut pemerintah juga perlu mewajibkan destinasi wisata dan penginapan untuk menyediakan tempat istirahat yang memadai bagi pengemudi bus wisata.
Menurutnya, masih banyak tempat wisata yang belum menyediakan tempat istirahat bagi pengemudi bus wisata, karena tidak ada kewajiban.
"Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif perlu membuat peraturan yang mewajibkan setiap tempat wisata menyediakan tempat istirahata bagi pengemudi bus wisata," kata Djoko.
Dikutip dari Kompas.com, 12 Januari 2021, Founder Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC) Jusri Pulubuhu menjelaskan bahaya sopir mengantuk saat mengemudi.
Menurut Jusri, mengantuk saat mengemudi sama berbahayanya dengan berkendara dalam kondisi mabuk.
"Sebab, otak terlambat memberikan tanggapan akan tangkapan indera kita. Ketika dalam kondisi berkendara, tidak fokus selama beberapa detik saja bisa berakibat fatal," kata Jusri.
Dia menjelaskan, kondisi tertidur sekejap yang dapat dialami para pengemudi di jalan adalah gejala microsleep.
"Microsleep itu keaadaan badan tertidur hanya sesaat. Mungkin sekitar 1 sampai 30 detik. Bisa juga saat mata terbuka, saat tengah berkendara. Ini tentu berbahaya," kata dia.
Baca juga: Catat, Mengemudi di Jalan Tol Paling Rentan Terkena Microsleep
(Sumber: Kompas.com/Aprida Mega Nanda, Muhammad Fathan Radityasani, Jawahir Gustav Rizal | Editor: Andi Muttya Keteng Pangerang, Agung Kurniawan, Azwar Ferdian, Rendika Ferri Kurniawan)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.