Novel ini bercerita tentang bagaimana hidup orang dengan spektrum autisme yang juga merasakan cinta dengan cara mereka yang kadang sering diabaikan dan tidak dianggap serius oleh kebanyakan orang.
Dee Lestari mengajak kita untuk peka terhadap perasaan orang berkebutuhan khusus ini.
Tidak hanya itu, sastra juga memberikan kita wawasan sejarah suatu bangsa karena sejumlah penulis kerap menjadikan sejarah sebagai inspirasi dan sumber kreativitas karya sastra.
Kendati bersifat fiksi, penulis umumnya melakukan riset untuk menghidupkan dan menguatkan gambaran cerita yang ditulisnya.
Novel-novel historikal bisa kita baca dari karya-karya maestro sastra Indonesia Pramoedya Ananta Toer seperti Bumi Manusia, Jalan Raya Pos Jalan Deandels, Panggil Aku Kartini Saja, dan masih banyak lagi.
Melalui karya-karya Pram, kita dibawa untuk mundur ke era kolonial dan membayangkan kondisi sosial masyarakat saat itu.
Di dalam karya sastra, pengarang selalu menghadirkan berbagai problematika kehidupan manusia melalui berbagai konflik yang dialami oleh tokoh-tokohnya. Dari sini kita belajar bagaimana cara menghadapi permasalahan hidup dari berbagai perspektif dan sudut pandang.
Misalnya saja ketika kita membaca novel Calabai: Perempuan dalam Tubuh Lelaki karya Pepi Al-Bayqunie, kita diajak untuk berpikir reflektif tentang jati diri dan seksualitas manusia yang tidak sederhana.
Selama ini, isu keragaman seksualitas di Indonesia memang masih menjadi isu sensitif di masyarakat. Perbincangan terkait isu ini kerap dikaitkan dengan permasalahan moral. Tapi karya ini bicara seksualitas dari perspektif lain.
Pepi memperlihatkan bahwa keragaman seksualitas merupakan salah satu bagian kental dari kebudayaan nusantara yang tidak selalu terkait dengan persoalan moral. Seorang bissu adalah figur masyarakat Bugis yang dianggap sakral dan memiliki tugas mulia sebagai penjaga kelestarian alam dari kejahatan dan keserakahan manusia.
Contoh lainnya, kita bisa ambil dari cerpen Hanif Kureshi berjudul My Son, The Fanatic. Karya ini mengajak kita untuk berpikir secara reflektif-kritis tentang stereotip dan stigma yang melekat pada ideologi Timur maupun Barat.
Apa yang selama ini dianggap benar atau salah hanyalah sebatas persoalan perspektif yang tidak bisa kita lepaskan dari pengalaman hidup seseorang.
Kendati fiktif, tokoh-tokoh yang disajikan dalam karya sastra memungkinkan untuk belajar tentang sifat atau karakter manusia.
Untuk menciptakan kedekatan dengan pembaca, pengarang biasanya merepresentasikan ulang berbagai karakter manusia yang lazim kita temukan dalam kehidupan sehari-hari.
Tidak hanya itu, melalui penggambaran tokoh-tokohnya kita juga diajak untuk melihat dinamika karakter dan kepribadian manusia karena sebenarnya manusia adalah mahluk yang kompleks, tidak sederhana dan selalu terus berproses.