KOMPAS.com - Indonesia mendapatkan sanksi dari Badan Anti-Doping Dunia (WADA) karena dinyatakan tidak mematuhi regulasi pelaporan tes doping rutin.
Salah satu sanksinya, atlet dari Indonesia masih diizinkan mengikuti kejuaraan regional, kontinental, dan dunia, namun tidak diperbolehkan mengibarkan bendera nasional selain di Olimpiade.
Imbas dari sanksi tersebut, bendera Merah Putih tidak bisa dikibarkan saat Indonesia memenangi final Piala Thomas 2020 di Aarhus, Denmark, Minggu (17/10/2021).
Keberhasilan skuad Indonesia membawa pulang Piala Thomas setelah penantian 19 tahun terasa kurang sempurna karena Sang Merah Putih tak boleh berkibar akibat sanksi WADA.
Baca juga: Terima Kasih Tim Thomas Cup, Sudah Berjuang meski Kemenangan Tanpa Kibaran Merah Putih...
Apa itu WADA dan seperti apa tujuannya?
Mengutip laman wada-ama.org, Badan Anti-Doping Dunia berdiri pada tahun 1999 sebagai badan internasional independen yang bertujuan menjaga sportivitas kompetisi olahraga dari penggunaan doping.
WADA berdiri dan didanai oleh gerakan olahraga serta pemerintah negara di seluruh dunia.
Kegiatan utama WADA meliputi penelitian ilmiah, edukasi, pengembangan teknologi anti-doping, serta mengawasi kepatuhan terhadap Kode Anti-Doping Dunia.
Kode tersebut merupakan dokumen yang menjadi acuan kebijakan anti-doping di seluruh cabang olahraga yang diselenggarakan di setiap negara.
Visi WADA adalah mewujudkan dunia di mana atlet dapat berpartisipasi dalam ekosistem olahraga yang bebas dari penggunaan doping.
Untuk mewujudkan visi ekosistem olahraga yang bebas doping, WADA menjadi pemimpin dalam gerakan bersama anti-doping di seluruh dunia.
WADA memiliki tiga nilai pokok yang menjadi dasar dalam menjalankan setiap kegiatan, yaitu:
Baca juga: Apa Kesalahan Indonesia hingga Dapat Sanksi dari WADA Badan Antidoping Dunia?
Sejarah berdirinya WADA bermula dari skandal penggunaan doping pada kompetisi bersepeda yang diselenggarakan pada musim panas tahun 1998.
Akibat insiden tersebut, Komite Olimpiade Internasional (IOC) kemudian memutuskan menggelar Konferensi Dunia tentang Doping, dan mengundang semua pihak yang sepakat untuk memerangi penggunaan doping.
Konferensi Dunia Pertama tentang Doping dalam Olahraga yang diadakan di Lausanne, Swiss, pada 2-4 Februari 1999, menghasilkan Deklarasi Lausanne tentang Doping dalam Olahraga.
Dokumen tersebut mengatur pembentukan badan anti-doping internasional independen yang akan bekerja untuk Olimpiade XXVII di Sydney pada tahun 2000.
Sesuai dengan ketentuan Deklarasi Lausanne, Badan Anti-Doping Dunia (WADA) didirikan pada 10 November 1999, di Lausanne untuk mempromosikan dan mengoordinasikan perang melawan doping dalam olahraga secara internasional.
WADA didirikan sebagai yayasan di bawah inisiatif IOC dengan dukungan dan partisipasi organisasi antar pemerintah, pemerintah, otoritas publik, dan badan publik dan swasta lainnya yang memerangi doping dalam olahraga.
Badan tersebut terdiri dari perwakilan yang setara dari Gerakan Olimpiade dan otoritas publik.
Baca juga: Tak Bisa Kibarkan Merah Putih di Thomas Cup, PBSI: Diganti Bendera Logo PBSI
Diberitakan Kompas.com, Senin (18/10/2021), ada beberapa sanksi yang dijatuhkan WADA kepada Indonesia, yaitu:
Sanksi-sanksi tersebut tidak akan membebani atlet dalam berlaga.
Atlet-atlet dari Indonesia tetap diizinkan untuk mengikuti kompetisi, hanya saja tidak bisa mengibarkan bendera kebangsaan mereka ketika menjadi juara.
Negara-negara yang berlaga di ajang internasional wajib melaporkan hasil pengawasan atau laporan tes doping kepada WADA.
Di Indonesia, yang berwenang menjalankan tes doping pada atlet adalah Lembaga Antidoping Indonesia (LADI).
Lembaga ini bersifat mandiri dan terafiliasi dengan WADA.
Akan tetapi, LADI tetap menjadi satuan tugas di lingkungan Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) tingkat nasional untuk membantu kementerian dalam pelaksanaan ketentuan antidoping di Indonesia.
Mengutip Harian Kompas, 9 Oktober 2021, Wakil Ketua LADI dr Rheza Maulana mengatakan, Indonesia mendapat sanksi dari WADA karena adanya miskomunikasi.
Miskomunikasi yang dimaksudnya berkaitan dengan target tes doping yang wajib dipenuhi Indonesia.
Menurut Rheza, LADI tidak mampu memenuhi target tes doping tahunan karena terkendala pandemi Covid-19.
Berdasarkan surat klarifikasi Kemenpora ke WADA, LADI berencana mengirim 700 sampel susulan ke WADA, yang didapat dari gelaran Pekan Olahraga Nasional (PON) XX di Papua.
Sebelumnya, capaian maksimum tes doping di kuarter pertama dan kedua tahun 2021 baru 72 sampel. LADI berencana mengambil 300 tes doping lagi pada tahun ini.
Menpora Zainudin Amali mengatakan, penyebab target tes doping Indonesia tidak sesuai rencana adalah pandemi Covid-19 yang membuat semua aktivitas olahraga terhenti.
"Benar bahwa kami mendapat surat dari WADA (pada bulan Septmber) dan dianggap tidak patuh. Namun, sesuai apa yang sudah disampaikan WADA dalam suratnya, kami punya waktu untuk mengklarifikasi. Jadi tenggat waktunya kira-kira 21 hari," kata Zainudin dalam konferensi pers virtual, 8 Oktober 2021.
Zainudin mengatakan, pihaknya akan segera menangani masalah ini dengan menyampaikan klarifikasi kepada WADA, yang menjelaskan bahwa Indonesia sudah memenuhi target tes doping.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.