Oleh: Intania Ayumirza Farrahani P
BLORA, kabupaten yang terletak di bagian paling timur Jawa Tengah, menyimpan banyak potensi yang belum sepenuhnya dimaksimalkan.
Hamparan hutan jati terbesar di penjuru negeri, minyak bumi, gas, ternak, dan berbagai hasil pertanian serta perkebunan, adalah segelintir di antara kekayaan alamnya yang melimpah ruah.
Kontra dengan keadaan tersebut, kabupaten yang berbatasan langsung dengan Provinsi Jawa Timur ini ternyata masih memiliki pekerjaan rumah yang cukup besar dalam pengentasan kemiskinan. Sejumlah 48 desa di wilayah Blora masih tergolong desa miskin.
Persoalan inilah yang memanggil Arief Rohman, Bupati Blora saat ini, kembali ke kampung halamannya untuk berbenah.
Hal ini disampaikannya dalam wawancara bersama Wisnu Nugroho, Pemimpin Redaksi Kompas.com, dalam siniar (podcast) BEGINU season kedua episode 10: Arief Rohman, Jejak Pramoedya dan Diaspora Membangun Blora.
"Setelah melanglang buana di Jakarta selama sepuluh tahun, terus kemudian ada panggilan dari tokoh-tokoh masyarakat di sini untuk istilahnya pulang kampung," ujar Arief.
Ketika kembali ke tanah kelahirannya, Arief pernah mencalonkan diri dan berhasil dipilih sebagai anggota DPRD Provinsi Jawa Tengah pada 2014 hingga 2015. Setahun setelahnya, ia pun mendapat kepercayaan untuk menjadi Wakil Bupati Blora.
Mulai menjabat tertanggal 26 Februari 2021, Arief menyoroti persoalan infrastruktur yang banyak dirasakan dan dikeluhkan oleh masyarakat. Ia mengatakan, sekitar 75 persen jalan di Kabupaten Blora mengalami kerusakan.
Selain itu, persoalan air bersih juga menjadi fokus pembenahan dari pemerintah Blora. Kedua aspek ini tecermin dalam slogan Arief kala mencalonkan diri sebagai bupati, "Sesarengan Mbangun Blora: Dalane Alus, Banyune Lancar Terus" yang berarti "Bersama membangun Blora, bangun jalan menjadi bagus, airnya lancar terus".
Bupati kelahiran tahun 1980 ini menyadari bahwa pekerjaan rumah yang hendak diselesaikannya membutuhkan sokongan dari berbagai pihak.
Ia berencana menggandeng para diaspora--warga Blora yang merantau ke daerah lain--untuk turut berpartisipasi dalam rangka membangun kampung halaman mereka.
"Saya sudah kumpulkan dari berbagai segmen, elemen. Ternyata potensinya luar biasa. Jadi ada guru besar, profesor yang dari Blora itu hampir dua puluh lima orang, berbagai perguruan tinggi negeri. Ada yang dari keluarga polisi, Pak Kabareskrim, Pak Agus (Andrianto), Pak Wakabareskrim (Syahar Diantono), tuh asli dari sini. Terus kemudian dari beberapa BUMN, kementerian, dan sebagainya. Kita ingin ajak beliau-beliau yang sudah sukses di sana untuk mari kita bersama-sama membangun kampung halaman yang rakyatnya rindu perubahan tadi," tutur Arief.
Untuk merangkul para diaspora, Arief berupaya mengetuk hati mereka dengan memperlihatkan kondisi Blora saat ini. Melalui berbagai roadshow, ia turut mengajak deretan perguruan tinggi untuk bersama-sama membangun wilayah yang dikenal dengan julukan Kota Sate ini.
"Dengan hati mereka ini, ketika kita ceritain soal Blora yang begitu-begitu saja, ngono-ngono waelah, istilahnya. Ora berubah-berubah, ini mereka punya empati, punya istilahnya ketertarikan untuk ikut. Apa yang bisa disumbangsihkan untuk membangun Blora ini," ucap mantan Staf Khusus Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal ini.