"Jika krisis properti di China berlanjut bukan tidak mungkin kinerja ekspor Indonesia juga ikut melemah," ujar dia.
Bhima menilai, kasus Evergrande menunjukkan bahwa over-leverage atau kelebihan beban utang ternyata tidak sehat.
Ia mengatakan, hal tersebut juga berlaku bagi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di sektor konstruksi, yang memiliki rasio utang terhadap modal yang tidak sehat.
"Kasus Evergrande menjadi peringatan penting bahwa perusahaan swasta maupun BUMN perlu hati-hati terhadap risiko gagal bayar ketika beban utangnya naik secara tidak wajar," kata Bhima.
Dalam konferensi pers APBN Kita, 23 September 2021, Menkeu Sri Mulyani memaparkan bahwa kinerja ekspor Indonesia sudah baik, dan harus dipertahankan dengan meminimalisasi segala risiko yang terjadi.
Badan Pusat Statistik mencatat, ekspor Indonesia pada bulan Agustus 2021 mencapai 21,42 miliar dollar AS. Realisasi ini naik 20,95 persen (month to month/mtm) dibandingkan laju ekspor pada Juli 2021.
Ekspor juga naik dibandingkan dengan Agustus tahun lalu (year on year/yoy) yang sebesar 13,06 miliar dollar AS. Capaian ini menjadikan laju ekspor tertinggi sepanjang sejarah.
Laju ekspor ini sedikit banyak dipengaruhi oleh kenaikan harga komoditas unggulan Indonesia seperti kenaikan harga batubara, nikel, dan kelapa sawit (crude palm oil/CPO).
Oleh karena itu, krisis yang saat ini dialami Evergrande membuat Sri Mulyani waspada.
"Ada risiko stabilitas sektor keuangan dari satu perusahaan konstruksi terbesar kedua di China yaitu Evergrande. Mereka akan mengalami situasi tidak mudah yang memberikan dampak luar biasa baik untuk ekonomi domestik China maupun dunia. Kita mewaspadai apa yang terjadi dengan perekonomian Tiongkok," kata Sri Mulyani.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.