Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Agnes Setyowati
Akademisi

Dosen di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya Universitas Pakuan, Bogor, Jawa Barat. Meraih gelar doktor Ilmu Susastra dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia. Aktif sebagai tim redaksi Jurnal Wahana FISIB Universitas Pakuan, Ketua Himpunan Sarjana Kesusastraan Indonesia (HISKI) Komisariat  Bogor, dan anggota Manassa (Masyarakat Pernaskahan Nusantara). Meminati penelitian di bidang representasi identitas dan kajian budaya.

Pentingnya Memahami Sejarah dalam Perspektif Kritis

Kompas.com - 29/09/2021, 18:15 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SEBAGAI bidang ilmu pengetahuan, sejarah merupakan kajian akademik yang dilakukan secara sistematis tentang seluruh perkembangan dan dinamika kehidupan masyarakat melalui kejadian-kejadian di masa lalu.

Mempelajari sejarah berarti memahami segala peristiwa masa lalu yang terkait dengan kehidupan manusia.

Lalu mengapa dan apa pentingnya kita mempelajari kejadian-kejadian yang sudah usang?

Melalui sejarah, kita diajak untuk menilik peristiwa masa lampau yang memiliki peran penting dalam membentuk diri kita sebagai bagian dari masyarakat suatu bangsa.

Artinya sejarah memiliki pengaruh besar dalam mengonstruksi diri kita sebagai subjek tertentu.

Selain itu, sejarah juga mengajarkan kita untuk berpikir secara kontekstual tentang suatu kejadian tertentu beserta implikasinya (baik atau buruk) sehingga secara reflektif sejarah membantu kita untuk mempelajari apa yang salah di masa lalu untuk kemudian diperbaiki dan tidak diulangi di masa yang akan datang.

Problematika historiografi

Suatu peristiwa sejarah memang ditulis berdasarkan fakta dan metodologi yang bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

Namun, alih-alih menerimanya begitu saja sebagai suatu kebenaran, kita juga perlu memikirkan alasan-alasan lain yang melatarbelakangi mengapa sejarah itu harus dituliskan.

Bapak Sejarah asal Yunani (The father of history) Herodotus mengatakan, sejarah tidak berkembang ke arah depan dengan tujuan yang pasti melainkan bergerak seperti lingkaran yang tinggi rendahnya diakibatkan oleh keadaan manusia.

Nordholt et al dalam buku Perspektif Baru Penulisan Sejarah Indonesia menegaskan, historiografi bukanlah semata-mata kegiatan intelektual atau akademis, tetapi juga kegiatan yang bermakna sosial-politis.

Ia juga menambahkan, dalam konsep negara, sejarah kerapkali digunakan untuk melegitimasi struktur yang ada dan memperkokoh identitas nasional atau kolektif. Dalam pandangan kritis penulisan sejarah di mana pun selalu menjadi sumber perdebatan.

Dalam perspektif filsuf asal Perancis, Michel Foucault, sejarah dilihat sebagai konstruksi sosial yang sarat dengan kekerasan politik, ketamakan kekuasaan, dan kolaborasi antara kekuasaan dan pengetahuan.

Foucault juga mengatakan bahwa sejarah telah berkembang sekaligus dikontrol oleh kekuatan-kekuatan eksploratif dan eksploitatif yang harus dikritisi, digali kembali, dibongkar dan diungkap kepalsuan-kepalsuannya.

Artinya, sejarah dalam hal ini dimaknai sebagai arena, perjuangan-perjuangan, diskursus-diskursus yang terputus, dan tidak berkelanjutan.

Edward Said melalui konsep orientalismenya pernah menggugat pandangan Barat tentang Timur. Said melihat Timur sebagai konstuksi diskursif yang spesifik secara historis yang dibentuk oleh cara pandang Barat dan akhirnya melahirkan ke-Timur-an (orient) yang memproduksi hegemoni Barat.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com