KOMPAS.com - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengumumkan varian Delta dari virus corona yang telah melampaui mutasi lainnya, menjadi strain paling dominan.
Strain lain yang telah teridentifikasi, yaitu varian R.1, ditemukan dalam sejumlah kecil kasus Covid-19 di Amerika Serikat dan seluruh dunia.
Melansir Health, varian R.1 telah menginfeksi penghuni dan staf di panti jompo Kentucky, bahkan virus ini telah menginfeksi orang yang sudah mendapatkan vaksinasi lengkap.
Baca juga: Mengenal Varian Delta Plus yang Mulai Terdeteksi di Indonesia
Berikut sejumlah fakta tentang varian R.1:
Mutasi varian R.1 pertama kali teridentifiksasi di Jepang pada 2020, dan kemudian menyebar ke negara lain termasuk AS.
Laporan mingguan Morbiditas dan Kematian dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) pada 21 April, melaporkan adanya mutasi virus ini di AS pada awal April tahun ini.
Menurut laporan Newsweek, varian R.1 telah terdeteksi di 47 negara bagian AS, dan dikaitkan dengan 2.259 kasus.
Hingga 22 September, terdapat 10.56 kasus virus R.1 yang dilaporkan terdeteksi di seluruh dunia.
Negara bagian Maryland ditemukan telah mencatat jumlah kasus tertinggi, dengan 399 terdeteksi sejak varian pertama kali diidentifikasi.
Baca juga: Saat WHO dan UNICEF Desak Indonesia Segera Gelar Sekolah Tatap Muka...
Varian R.1 yang dikhawatirkan lebih menular ini telah terdeteksi di 35 negara dan 2 wilayah AS.
Bahkan, virus juga telah teridentifikasi di China, India, dan banyak negara di Eropa Barat.
Meski jumlah infeksi rendah, mutasi baru yang ditemukan pada varian ini bisa membuatnya lebih mudah menyebar.
Baca juga: Varian Delta Plus Ada di Indonesia, Ini Penjelasan Eijkman
Pertama kali teridentifikasi di Jepang, varian R.1 mengandung mutasi yang memungkinkannya melewati perlindungan antibodi pada orang yang telah divaksinasi lengkap.
Mantan Profesor Harvard Medical School William A. Haseltine menjelaskan, ditemukan lima variasi dari varian ini, yang dapat membuat peningkatan resistensi terhadap antibodi.
Ini berarti bisa membuat varian lebih baik dalam menghindari antibodi yang dibuat dengan vaksin dan pada orang yang telah terinfeksi.
Baca juga: Berkaca dari Peristiwa French Open 2021, Benarkah Vaksin Sinovac Belum Diakui Eropa?