Slamet mengatakan, pemantauan setiap hari oleh dokter bermanfaat untuk mendeteksi dini sebelum terjadinya pemburukan.
Dokter bisa memberi penanganan yang tepat seperti memberi obat-obatan atau merujuk pasien ke rumah sakit.
"Tapi masalahnya jumlah dokter kita terbatas. Untuk menangani pasien di rumah sakit saja kurang, apalagi untuk memantau yang isolasi mandiri," katanya.
Faktor lain yang membuat banyak pasien isoman meninggal dunia adalah kurangnya ketersediaan obat-obatan dan oksigen.
"Sekarang dia (pasien) mau beli obat enggak ada di apotek, oksigen apalagi. Ini jadi bencana kemanusiaan menurut saya," kata Slamet.
Baca juga: Video Viral Lansia Naik Sepeda 15 Kilometer untuk Vaksinasi Covid-19, Tak Punya HP untuk Daftar
Diberitakan Kompas.com, Kamis (29/7/2021), epidemiolog Griffith University Australia, Dicky Budiman mengatakan, kematian pasien Covid-19 yang menjalani isolasi mandiri di rumah adalah akibat dari kegagalan intervensi di hulu.
Oleh karena itu, ia meminta agar pemerintah memperkuat 3T 9Testing, Tracing, Treatment) dan terus memperluas visitasi dari pintu ke pintu untuk melakukan penilaian risiko.
Saat visitasi ke rumah pasien isoman, petugas harus melihat kelayakan tempat isolasi mandiri, serta akses terhadap obat dan kebutuhan sehari-hari.
Jika semua persyaratan kelayakan tempat isolasi mandiri itu tidak terpenuhi, maka pasien sebaiknya dirujuk ke rumah sakit atau fasilitas kesehatan terdekat.
Baca juga: Varian Delta Dapat Menular Hanya Berpapasan 5-10 Detik, Apakah 3M Masih Cukup?