Berdasarkan waktu yang tercatat di Flight Data Recorder (FDR), pada pukul 14.32 lewat 26 detik WIB, pesawat menabrak tebing Gunung Salak pada radial 198 dan 28 NM HLM VOR dengan ketinggian 6.000 kaki di atas permukaan laut.
38 detik sebelum benturan, Terrain Awareness Warning System (TAWS) meberikaan peringatan berupa suara yang berbunyi "Terrain ahead, pull up" dan diikuti oleh enam kali "Avoid terrain".
Akan tetapi, Pilot in Command (PIC) mematikan TAWS tersebut karena berasumsi bahwa peringatan-peringatan itu diakibatkan oleh database yang bermasalah.
Tujuh detik menjelang tabrakan, terdengar peringatan berupa suara "Landing gear not down" yang berasal dari sistem peringatan pesawat.
Peringatan "Landing gear not down" akan aktif bila pesawat berada di ketinggian kurang dari 800 kaki di atas permukaan tanah dan roda pendaratan belum diturunkan.
Baca juga: Melihat Spesifikasi Helikopter Super Puma NAS-332 C1+ dari PT DI untuk TNI AU
Saat kejadian itu, pesawat berada di sekitar Gunung Salak yang memiliki ketinggian sekitar 2.000 meter dari permukaan laut.
Pada pukul 14.50 WIB, petugas Jakarta Approach menyadari bahwa pesawat SSJ 100 telah hilang dari layar radar.
Tidak ada bunyi peringatan sebelum lenyapnya titik target pesawat dari layar radar.
Satu hari kemudian, pada 10 Mei 2012, Basarnar berhasil menemukan lokasi jatuhnya pesawat. Semua awak pesawat dan penumpang meninggal dalam kecelakaan ini serta pesawat dalam kondisi hancur.
Baca juga: Seperti Ini Spesifikasi Jet Tempur Eurofighter Typhoon Incaran Menhan Prabowo...
Berdasarkan data investigasi KNKT, terdapat setidaknya tiga kesalahan fatal pilot SSJ 100 yang membawa 45 penumpang tersebut.
Pertama, peta pada pesawat SSJ 100 tidak memuat informasi mengenai area yang dilintasi (Bogor), yang tak lain merupakan sebuah wilayah imajiner yang melintang sepanjang 50 kilometer dari Tangerang hingga Cikeas, dengan lebar sekitar 20 kilometer.
Letaknya 20 nautical mile atau 37 kilometer dari Bandar Udara Halim Perdanakusuma.
Kondisi pilot yang tak menguasai medan dan kontur pegunungan Salak semakin diperparah dengan kondisi langit yang pada saat kejadian sangat tebal sehingga mempersempit jarak pandang.
Kedua, dalam penerbangan tersebut, Pilot In Command (PIC) Aleksandr Yablontsev bertugas sebagai pilot yang mengemudikan pesawat dan Second In Command (SIC) bertugas sebagai pilot monitoring.
Baca juga: Menilik Spesifikasi dan Kecanggihan Airbus A330-900 Neo, Pesawat Garuda yang Bermasker