Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jaya Suprana
Pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan

Penulis adalah pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan.

Saya Korban Diskriminasi Berat Badan

Kompas.com - 20/04/2021, 08:56 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Menurut ibunda saya, berat badan saya pada saat dilahirkan sekitar empat kilogram. Kemudian saya sempat gendut seperti jago Sumo ukuran mini.

Namun mulai usia dua tahun saya berubah menjadi langsing alias tidak gendut seperti Arjuna.

Maka di masa kanak-kanak sampai remaja saya merasa cukup bahagia sebab tidak ada yang menyemooh gendut.

Namun nasib mujur tidak bertahan lama sebab setelah masuk ke usia dwiwarsa lambat namun pasti berat badan saya terus bertambah sehingga akhirnya melewati ambang batas ukuran untuk mulai layak disebut gendut atau istilah asing kerennya: overweight.

Ternyata dampak pertambahan berat badan bertolak-belakang dengan rasa percaya diri. Sementara rasa percaya diri ternyata sama arah dengan cemooh akibat berat badan.

Berat badan makin bertambah maka cemooh makin meningkat sertamerta langsung rasa percaya diri malah makin merosot.

Berulang kali ketika mengamati bentuk tubuh terutama perut saya lewat cermin saya mencoba menghipnotis diri sendiri bahwa saya bukan overweight tetapi undertall.

Secara semantika serta eufemistika saya berupaya meyakinkan diri sendiri bahwa tubuh saya sebenarnya bukan gendut tetapi montok berisi.

Namun sungguh disayangkan bahwa saya gagal menipu diri saya akibat para dokter gemar menakut-nakuti saya bahwa pada setiap kilogram kelebihan berat badan saya bertambah berarti usia hidup saya berkurang satu tahun.

Meski tidak ada seorang dokter pun termasuk IDI mau pun WHO mampu mengkonfirmasi kebenaran kutukan hipotesa asumtif kejam itu sebelum ditemukannya mesin waktu yang bisa mengundurkan waktu.

Apalagi cukup banyak teman saya yang sama usia atau bahkan lebih muda usia dengan berat badan jauh di bawah saya terbukti terlebih dahulu meninggalkan dunia fana ini.

Namun para dokter bilang semua itu adalah kekecualian belaka. Pendek kata telah disepakati sebuah vonis bahwa semua orang gendut hukumnya wajib harus lebih mudah sakit maka lebih cepat mati.

Bahkan para dokter berkomplot dengan para perusahaan asuransi untuk melakukan diskriminasi berat badan terhadap saya dengan secara sewenang-wenang serta sepihak sengaja menaikkan premi secara berlipat ganda.

Semua itu membuktikan kebenaran fakta peradaban yang tidak bisa disangkal bahwa kehidupan di planet bumi ini memang niscaya senantiasa berhias ornamen aneka ragam diskriminasi mulai dari diskriminasi ras, suku, agama, politik, ekonomi, sosial sampai diskriminasi berat badan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Misteri Mayat Dalam Toren di Tangsel, Warga Mengaku Dengar Keributan

Misteri Mayat Dalam Toren di Tangsel, Warga Mengaku Dengar Keributan

Tren
China Blokir “Influencer” yang Hobi Pamer Harta, Tekan Materialisme di Kalangan Remaja

China Blokir “Influencer” yang Hobi Pamer Harta, Tekan Materialisme di Kalangan Remaja

Tren
Poin-poin Draft Revisi UU Polri yang Disorot, Tambah Masa Jabatan dan Wewenang

Poin-poin Draft Revisi UU Polri yang Disorot, Tambah Masa Jabatan dan Wewenang

Tren
Simulasi Hitungan Gaji Rp 2,5 Juta setelah Dipotong Iuran Wajib Termasuk Tapera

Simulasi Hitungan Gaji Rp 2,5 Juta setelah Dipotong Iuran Wajib Termasuk Tapera

Tren
Nilai Tes Online Tahap 2 Rekrutmen Bersama BUMN 2024 di Atas Standar Belum Tentu Lolos, Apa Pertimbangan Lainnya?

Nilai Tes Online Tahap 2 Rekrutmen Bersama BUMN 2024 di Atas Standar Belum Tentu Lolos, Apa Pertimbangan Lainnya?

Tren
Mulai 1 Juni, Dana Pembatalan Tiket KA Dikembalikan Maksimal 7 Hari

Mulai 1 Juni, Dana Pembatalan Tiket KA Dikembalikan Maksimal 7 Hari

Tren
Resmi, Tarik Tunai BCA Lewat EDC di Retail Akan Dikenakan Biaya Rp 4.000

Resmi, Tarik Tunai BCA Lewat EDC di Retail Akan Dikenakan Biaya Rp 4.000

Tren
Orang Terkaya Asia Kembali Gelar Pesta Prewedding Anaknya, Kini di Atas Kapal Pesiar Mewah

Orang Terkaya Asia Kembali Gelar Pesta Prewedding Anaknya, Kini di Atas Kapal Pesiar Mewah

Tren
Ngaku Khilaf Terima Uang Rp 40 M dari Proyek BTS 4G, Achsanul Qosasi: Baru Kali Ini

Ngaku Khilaf Terima Uang Rp 40 M dari Proyek BTS 4G, Achsanul Qosasi: Baru Kali Ini

Tren
Poin-poin Revisi UU TNI yang Tuai Sorotan

Poin-poin Revisi UU TNI yang Tuai Sorotan

Tren
Tak Lagi Menjadi Sebuah Planet, Berikut 6 Fakta Menarik tentang Pluto

Tak Lagi Menjadi Sebuah Planet, Berikut 6 Fakta Menarik tentang Pluto

Tren
Daftar 146 Negara yang Mengakui Palestina dari Masa ke Masa

Daftar 146 Negara yang Mengakui Palestina dari Masa ke Masa

Tren
Apa Itu Tapera, Manfaat, Besaran Potongan, dan Bisakah Dicairkan?

Apa Itu Tapera, Manfaat, Besaran Potongan, dan Bisakah Dicairkan?

Tren
Cara Memadankan NIK dan NPWP, Terakhir Juni 2024

Cara Memadankan NIK dan NPWP, Terakhir Juni 2024

Tren
Rekan Kerja Sebut Penangkapan Pegi Salah Sasaran, Ini Alasannya

Rekan Kerja Sebut Penangkapan Pegi Salah Sasaran, Ini Alasannya

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com