Selain itu, vaksin Pfizer-BioNTech juga tengah ditinjau oleh Kelompok Penasihat Strategis Ahli Imunisasi (SAGE) WHO, yang akan melakukan sidang pada 5 Januari 2021 untuk merumuskan kebijakan khusus vaksin dan rekomendasi penggunaan produk dalam populasi.
Vaksin Pfizer-BioNTech membutuhkan penyimpanan pada suhu minus 60-90 derajat celcius.
Hal tersebut membuat vaksin mempunyai tantangan dalam distribusinya.
Baca juga: Menilik Perbedaan Vaksin Oxford-AstraZeneca dengan Pfizer/BioNTech, Apa Saja?
Lebih lanjut, Badan Kesehatan PBB dengan GAVI Vaccine Alliance dan Koalisi untuk Inovasi Kesiapsiagaan Epidemi (CEPI) mempelopori upaya global yang disebut COVAX untuk mengamankan dan mendistribusikan vaksin ke negara-negara miskin.
Aliansi COVAX yang didukung WHO mempunyai perjanjian dengan hampir 2 miliar dosis, dengan pengiriman pertama jatuh tempo pada awal 2021.
Aliansi ini juga telah melakukan pembicaraan dengan Pfizer-BioNTech untuk mengamankan vaksin.
Baca juga: Indonesia sudah Datangkan Vaksin Sinovac, Bagaimana dengan Malaysia?
Vaksin ini mendapatkan dukungan peraturan dari Inggris, Badan Obat-Obatan Eropa, Badan Pengawas dan Obat Makanan AS (FDA), Kesehatan Kanada, Bahrain, Israel, Kuwait, Meksiko, Oman, Qatar, Arab Saudi, daa Singapura.
Adapun vaksin m-RNA Pfizer dan BioNTech diklaim 95 persen efektif setelah dua dosis terpisah dalam waktu 21 hari.
Baca juga: Pemerintah Gratiskan Vaksin Covid-19, Mengapa Diberikan Lewat Suntikan?