Hasil penelitian pun menunjukkan bahwa antibodi seseorang dapat berkurang dalam beberapa bulan.
Apabila tes antibodi menunjukkan hasil positif, maka hal tersebut menunjukkan bahwa pernah terpapar virus, namun belum tentu untuk saat ini masih terinfeksi oleh virus
Jenis tes ini memiliki false-negative cukup tinggi karena tubuh membutuhkan sekitar satu hingga dua minggu untuk menghasilkan antibodi.
Tingkat false-negative dari tes ini dapat mencapai 20-30 persen atau tergantung pada pengujian dan kapan seseorang terkena infeksi.
Baca juga: Ramai soal Penerima Vaksin Gratis Covid-19 Harus Jadi Peserta BPJS Aktif, Benarkah?
2. Tes antigen
Tes ini dilakukan dengan mengusap hidup atau tenggorokan untuk mengidentifikasi adanya fragmen protein (antigen) dari virus corona.
Lama waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan hasil tes cukup cepat, hanya beberapa menit.
Dikutip dari laman Johns Hopkins University (18/11/2020), tes antigen tidak direkomendasikan untuk orang tanpa gejala karena jenis tes ini hanya digunakan untuk keadaan darurat dan pasien yang bergejala dalam kisaran lima hari.
Baca juga: Kaleidoskop 2020: Sejumlah Hoaks soal Vaksin Covid-19
Hasil dari tes antigen ini lebih sering menunjukkan false-negative dibandingkan tes molekuler. Oleh karena itu, FDA kurang menyarankan tes antigen sebagai satu-satunya metode yang digunakan.
Namun, karena tes antigen dianggap lebih cepat dan tidak menggunakan teknologi yang terlalu rumit, banyak orang tetap menggunakan tes antigen.
Melihat banyaknya minat terhadap jenis tes ini, beberapa ahli merekomendasikan untuk melakukan tes secara berulang untuk meminimalisir potensi false-negative.
Oleh karena itu, diperlukan rangkaian tes lain seperti tes ulang dengan jenis tes molekuler untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat.
Baca juga: Sering Dikeluhkan, Mengapa Hasil Tes Swab atau PCR Cenderung Lama?
3. Tes Molekuler/PCR
Melansir laman UC Davis Health (12/11/2020), hasil dari tes PCR dapat lebih diandalkan.
Tes ini mengambil sampel air liur dari tenggorokan dan hidung.