Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Dari Sekian Jenis Tes Covid-19, Mana yang Paling Akurat?

KOMPAS.com - Kasus penyebaran virus corona di Indonesia belum menunjukkan tanda-tanda akan berhenti. Meskipun pandemi sudah berjalan lebih dari 9 bulan, pemerintah pun belum ada tanda-tanda mampu mengendalikan penularannya.

Data pemerintah pada Jumat (18/12/2020) pukul 12.00 WIB memperlihatkan ada penambahan 6.689 kasus baru Covid-19 dalam 24 jam terakhir.

Kini total kasus virus corona di Indonesia mencapai 650.197, terhitung sejak diumumkannya pasien pertama pada 2 Maret 2020.

Masyarakat pun dihadapkan pada beberapa pilihan tes untuk mengetahui hasil dari terkena tidaknya atau positif Covid-19.

Lantas, tes jenis apakah yang memiliki tingkat akurasi yang paling tinggi?

Dilansir dari Harvard Health Publishing (10/12/2020), tingkat akurasi dari tes yang menunjukkan hasil positif Covid-19 tidak hanya ditentukan oleh jenis tes yang diambil seseorang, tetapi juga durasi atau lama infeksi orang tersebut terpapar virus corona.

Terdapat istilah false-negative (hasil negatif palsu), yakni kondisi seseorang yang memiliki hasil positif, tetapi hasil yang ditunjukkan pada tes adalah negatif.

False-negative dapat terjadi sebanyak 20 persen, hasil tersebut dapat terjadi karena cara pengujian, kontaminasi pada laboratorium, waktu terkena paparan, dan alat uji atau tes. 

Mengutip Khou (1/12/2020), terdapat dua jenis tes, pertama untuk mengetahui infeksi yang dimiliki seseorang.

Kedua, untuk mengetahui riwayat seseorang yang pernah terpapar virus. 

Berikut berbagai jenis tes Covi-19 yang sering dipergunakan:

1. Tes antibodi (serologi)

Jenis tes ini dapat mengetahui bahwa sebelumnya seseorang pernah terinfeksi atau terpapar Covid-19.

Tes ini dilakukan dengan mengambil sampel darah untuk mengidentifikasi antibodi yang diproduksi oleh sistem kekebalan tubuh yang merespons terhadap keberadaan infeksi.

Tes antibodi tidak dapat memberikan hasil bahwa saat ini seseorang tengah mengalami Covid-19, namun cukup akurat untuk mengetahui bahwa seseorang pernah terinfeksi virus.

Hasil penelitian pun menunjukkan bahwa antibodi seseorang dapat berkurang dalam beberapa bulan.

Apabila tes antibodi menunjukkan hasil positif, maka hal tersebut menunjukkan bahwa pernah terpapar virus, namun belum tentu untuk saat ini masih terinfeksi oleh virus

Jenis tes ini memiliki false-negative cukup tinggi karena tubuh membutuhkan sekitar satu hingga dua minggu untuk menghasilkan antibodi.

Tingkat false-negative dari tes ini dapat mencapai 20-30 persen atau tergantung pada pengujian dan kapan seseorang terkena infeksi.

2. Tes antigen

Tes ini dilakukan dengan mengusap hidup atau tenggorokan untuk mengidentifikasi adanya fragmen protein (antigen) dari virus corona. 

Lama waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan hasil tes cukup cepat, hanya beberapa menit.

Dikutip dari laman Johns Hopkins University (18/11/2020), tes antigen tidak direkomendasikan untuk orang tanpa gejala karena jenis tes ini hanya digunakan untuk keadaan darurat dan pasien yang bergejala dalam kisaran lima hari. 

Hasil dari tes antigen ini lebih sering menunjukkan false-negative dibandingkan tes molekuler. Oleh karena itu, FDA kurang menyarankan tes antigen sebagai satu-satunya metode yang digunakan.

Namun, karena tes antigen dianggap lebih cepat dan tidak menggunakan teknologi yang terlalu rumit, banyak orang tetap menggunakan tes antigen.

Melihat banyaknya minat terhadap jenis tes ini, beberapa ahli merekomendasikan untuk melakukan tes secara berulang untuk meminimalisir potensi false-negative.

Oleh karena itu, diperlukan rangkaian tes lain seperti tes ulang dengan jenis tes molekuler untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat.

3. Tes Molekuler/PCR

Melansir laman UC Davis Health (12/11/2020), hasil dari tes PCR dapat lebih diandalkan.

Tes ini mengambil sampel air liur dari tenggorokan dan hidung.

Hasil tes bisa diperoleh dalam beberapa jam dan tingkat akurasinya mendekati 100 persen.

Tes ini mendeteksi keberadaan materi genetik, RNA dari virus corona. Untuk melakukan tes PCR, diperlukan orang terlatih, reagen khusus, dan mesin yang mahal. 

Tes molekuler atau PCR dapat mendeteksi bagian-bagian kecil dari RNA pada awal terjadinya infeksi, serta pasien dengan gejala maupun tanpa gejala. 

Meskipun banyak direkomendasikan, masih terdapat beberapa kesalahan hingga false-negative nya mencapai 15-20 persen.

Selain itu, sensitivitas jenis tes ini dapat menunjukkan hasil positif Covid-19 karena materi genetik virus masih terdapat pada pasien yang telah sembuh dan tidak menularkan Covid-19.

https://www.kompas.com/tren/read/2020/12/19/123300865/dari-sekian-jenis-tes-covid-19-mana-yang-paling-akurat-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke