Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Benarkah Jurassic Park Komodo Ancam Konservasi? Ini Kata Peneliti LIPI

Kompas.com - 27/10/2020, 07:00 WIB
Ahmad Naufal Dzulfaroh,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

 

KOMPAS.com - Pembangunan "Jurassic Park" di kawasan Taman Nasional Komodo (TNK), Nusa Tenggara Timur menuai banyak reaksi beragam dari warganet.

Dalam dua hari terakhir, kata "Jurassic Park", "#SaveKomodo", "#SelamatkanKomodo", dan "Pulau Rinca" bergantian mengisi trending topik di sosial media Twitter.

Salah satu akun yang mengkiritisi pembangunan Jurassic Park Komodo itu adalah @KawanBaikKomodo.

Pada Jumat (23/10/2020), akun tersebut mengunggah sebuah foto yang menampilkan seekor komodo sedang berhadapan dengan truk.

Selain itu, akun @bulanmatahariii juga menuliskan kritikannya pada pembangunan Jurassic Park. Sebab, komodo merupakan hewan introvert dan tak biasa hidup dalam keramaian.

"Dia tu introvert trs nanti disuruh adaptasi ketemu sm yg rame rame? Bayangin aja. Manusia aja bisa gak nyaman, apalagi komodo," tulis akun itu.

Baca juga: Trending #SaveKomodo, Ini Sederet Fakta Seputar Komodo

Sarana edukasi

Menanggapi hal itu, peneliti herpetofauna Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Evy Ayu Arida menduga pembangunan Jurassic Park itu ditujukan untuk sarana edukasi bagi masyarakat.

"Barangkali, ini cara pemerintah untuk melayani keperluan edukasi bagi masyarakat tentang adanya komodo yang habitatnya terbatas," kata Evy kepada Kompas.com, Senin (26/10/2020).

Menurutnya, ada tiga pilar dalam upaya konservasi, yaitu perlindungan, pengawetan, dan pemanfaatan.

Satu di antara bentuk pemanfaatan tersebut adalah pariwisata untuk edukasi tentang satwa langka, termasuk wisata di Taman Nasional Komodo.

Sayangnya menurut Evy, pembicaraan mengenai konservasi yang berkembang selama ini hanya sebatas pada perlindungan.

"Jadi kalau pembangunan itu mengganggu konservasi, saya pikir perlu diluruskan. Kalau pun dibangun, itu untuk edukasi dan sesuai dengan kaidah konservasi, hanya saja caranya perlu diperbaiki," jelas dia.

Baca juga: Polemik Jurassic Park Pulau Komodo, Ini Kata Pengamat Pariwisata

Kondisi tak biasa

Soal foto komodo menghadang truk yang beredar di media sosial, Evy menyebut wajar jika menghebohkan. Sebab, pemandangan itu tak biasa dilihat oleh masyarakt.

Ia menuturkan, ada beberapa komodo yang sifatnya jinak dan bisa hidup berdampingan dengan manusia. Bahkan, ada banyak komodo yang bisa dijumpai di permukiman warga sehari-hari.

"Kalau dibilang introvert ya tidak seutuhnya benar, karena ada beberapa komodo yang bergantung pada manusia. Misalnya, manusia membuang sisa makanan, itu komodo yang memakannya," tutur dia.

Menurutnya, adanya komodo yang berdampingan dengan manusia ini merupakan akibat dari atraksi pemberian daging yang sudah berlangsung sejak 35 tahun yang lalu.

Saat itu, ada pemikiran bahwa atraksi pemberian daging akan membuat komodo bergantung pada manusia.

"Kemungkinan itu sudah terjadi sekarang, jadi beberapa hewan itu sudah menjadi jinak. Kalau dibilang, introvert mungkin itu yang masih liar dan tidak bertemu manusia. Tapi kalau sudah bersinggungan dengan manusia, banyak komodo yang ada di rumah-rumah," kata Evy.

Baca juga: Jurassic Park, Penolakan Warga, dan Upaya Perlindungan Habitat Komodo

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Ini yang Terjadi pada Tubuh Ketika Anda Latihan Beban Setiap Hari

Ini yang Terjadi pada Tubuh Ketika Anda Latihan Beban Setiap Hari

Tren
Pendaftaran Sekolah Kedinasan Dibuka Besok, Berikut Link, Jadwal, Formasi, dan Cara Daftar

Pendaftaran Sekolah Kedinasan Dibuka Besok, Berikut Link, Jadwal, Formasi, dan Cara Daftar

Tren
Ramai soal Ribuan Pendaki Gagal 'Muncak' di Gunung Slamet, PVMBG: Ada Peningkatan Gempa Embusan

Ramai soal Ribuan Pendaki Gagal "Muncak" di Gunung Slamet, PVMBG: Ada Peningkatan Gempa Embusan

Tren
Apa yang Terjadi pada Tubuh Saat Berhenti Minum Teh Selama Sebulan?

Apa yang Terjadi pada Tubuh Saat Berhenti Minum Teh Selama Sebulan?

Tren
Bisakah Hapus Data Pribadi di Google agar Jejak Digital Tak Diketahui?

Bisakah Hapus Data Pribadi di Google agar Jejak Digital Tak Diketahui?

Tren
Berapa Lama Jalan Kaki untuk Ampuh Menurunkan Kolesterol?

Berapa Lama Jalan Kaki untuk Ampuh Menurunkan Kolesterol?

Tren
Tragedi Biaya Pendidikan di Indonesia

Tragedi Biaya Pendidikan di Indonesia

Tren
Meski Tinggi Kolesterol, Ini Manfaat Telur Ikan yang Jarang Diketahui

Meski Tinggi Kolesterol, Ini Manfaat Telur Ikan yang Jarang Diketahui

Tren
Prakiraan BMKG: Wilayah yang Berpotensi Dilanda Hujan Lebat, Angin Kencang, dan Petir 14-15 Mei 2024

Prakiraan BMKG: Wilayah yang Berpotensi Dilanda Hujan Lebat, Angin Kencang, dan Petir 14-15 Mei 2024

Tren
[POPULER TREN] UKT dan Uang Pangkal yang Semakin Beratkan Mahasiswa | Kronologi Kecelakaan Bus Subang

[POPULER TREN] UKT dan Uang Pangkal yang Semakin Beratkan Mahasiswa | Kronologi Kecelakaan Bus Subang

Tren
NASA Tunjukkan Rasanya Masuk ke Dalam Lubang Hitam

NASA Tunjukkan Rasanya Masuk ke Dalam Lubang Hitam

Tren
Usai Ditekuk Arsenal, Atap Stadion Manchester United Jebol dan Air Membanjiri Lapangan

Usai Ditekuk Arsenal, Atap Stadion Manchester United Jebol dan Air Membanjiri Lapangan

Tren
Venezuela Akan Jadi Negara Pertama yang Kehilangan Gletser, Berikutnya Indonesia

Venezuela Akan Jadi Negara Pertama yang Kehilangan Gletser, Berikutnya Indonesia

Tren
Film Vina: Sebelum 7 Hari Dikritik, Ini Kata Lembaga Sensor Film

Film Vina: Sebelum 7 Hari Dikritik, Ini Kata Lembaga Sensor Film

Tren
4 Dokumen yang Dibawa Saat UTBK SNBT 2024 Gelombang 2, Apa Saja?

4 Dokumen yang Dibawa Saat UTBK SNBT 2024 Gelombang 2, Apa Saja?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com