KOMPAS.com - Pemerintah melakukan berbagai upaya untuk mengurangi dampak pandemi virus corona terhadap perekonomian.
Salah satu langkah yang dilakukan yakni melalui Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sebagaimana tertuang dalam PP Nomor 23 Tahun 2020.
Mengutip informasi laman Kementerian Keuangan (Kemenkeu), PEN merupakan respons atas penurunan aktivitas masyarakat yang berdampak pada ekonomi, khususnya sektor informal maupun UMKM.
PEN dirancang untuk melindungi, mempertahankan, dan meningkatkan kemampuan ekonomi para pelaku usaha dalam menjalankan usahanya selama pandemi Covid-19, karena secara tidak langsung usaha-usaha masyarakat itu berkontribusi pada perekonomian negara.
Salah satu program yang masuk dalam PEN adalah penyaluran dana bantuan bagi masyarakat pemilik usaha UMKM sebesar Rp 2,4 juta.
Baca juga: Satgas PEN: Bergerak Bersama, Jangan Buang Waktu Pertentangkan Covid-19
Melihat realisasi program PEN di lapangan dalam beberapa bulan terakir, Institute for Development of Economics and Financial (INDEF) memberikan catatannya terkait efektivitas PEN.
Hal ini disampaikan oleh peneliti Indef, Bhima Yudistira, saat dihubungi Kompas.com pada Senin (26/10/2020).
Mengawali komentarnya, Bhima memandang pemerintah kurang tanggap dalam menangani pandemi yang masuk ke Tanah Air sejak awal Maret 2020, sehingga menyebabkan dampak ekonomi yang luas.
"Pertumbuhan ekonomi alami penurunan hingga menyentuh level minus 5,32 persen pada kuartal II 2020 akibat terlambatnya penanganan Covid-19 yang dilakukan pemerintah," kata Bhima.
"Sementara itu, China yang merupakan negara asal pandemi mencatatkan pertumbuhan positif 3,2 persen di periode yang sama. Vietnam juga tumbuh positif 0,3 persen, karena adanya respons cepat pada pemutusan rantai pandemi, dengan lakukan lockdown dan merupakan negara pertama yang memutus penerbangan udara dengan China," lanjutnya.
Baca juga: Pendaftaran Masih Dibuka, Berikut Tanya Jawab Seputar BLT UMKM
Terkait dengan PEN, Bhima menyorot proses penyaluran bantuan UMKM melalui program Banpres Produktif justru dinilai tidak efektif.
"Hal ini karena UMKM sebagian besar adalah sektor unbankable yang sebelum pandemi kurang dilayani oleh perbankan. Jadi sebaiknya mekanisme stimulus UMKM lebih melibatkan institusi seperti koperasi dan lembaga mikro non-bank lainnya," papar dia.
Sementara itu, sejak pandemi, menurutnya daya beli masyarakat juga terpantau begitu rendah.
Selain dikarenakan tidak bisa memiliki banyak kesempatan untuk bergerak, masyarakat juga memiliki keterbatasan dana untuk dibelanjakan.
Rendahnya permintaan ini kemudian menyebabkan munculnya deflasi atau penurunan harga-harga barang di pasaran. Bahkan, banyak produsen yang menawarkan harga diskon hanya demi menghabiskan stok.