KOMPAS.com - Satuan Tugas Penanganan Covid-19 mencatat kasus virus corona di Indonesia mencapai 278.722 hingga Senin (28/9/2020).
Korban jiwa akibat virus SARS-CoV-2 tersebut kini berjumlah 10.473 orang.
Sementara pasien yang sembuh berjumlah 206.870 orang.
Baca juga: Bagaimana Cara Membedakan Flu dengan Covid-19?
Lantas, berapa lama virus corona dapat bertahan di udara?
Pertanyaan tersebut menjadi salah satu tanda tanya besar tentang virus corona yang belum terjawab hingga kini.
Para ilmuwan pun tengah melakukan serangkaian penelitian untuk menjawabnya.
Salah satunya dilakukan oleh para peneliti di laboratorium dengan keamanan tinggi dekat Bristol.
Baca juga: 5 Cara Membayar Utang di Tengah Dampak Pandemi Covid-19
Melansir The Guardian, Jumat (25/9/2020), pada Senin (28/9/2020), mereka akan mulai melakukan pengujian untuk mengetahui berapa lama virus bersifat infeksius dalam berbagai kondisi lingkungan saat melayang di udara.
"Ini merupakan sebuah pertanyaan yang sangat penting. Sekarang, ada ketertarikan besar untuk menjawabnya agar dapat melakukan mitigasi risiko infeksi di ruang tertutup," kata seorang ahli di Imperial College London, Denis Doorly.
Langkah-langkah mitigasi tersebut diyakini akan dapat dilakukan setelah berapa banyak dan berapa lama virus dapat bertahan di udara telah diketahui.
Baca juga: Virus Corona Menular Lewat Droplet dan Airborne, Apa Bedanya?
Hingga kini, diperkirakan bahwa Covid-19 paling banyak ditularkan melalui tetesan (droplets) pernapasan dari orang yang terinfeksi, mulai dari batuk, bersin, bernyanyi, berbicara, atau bernapas.
Di antara para ahli, ada pula konsensus yang menyebut bahwa virus kemungkinan bertahan pada tetesan yang lebih atau dikenal sebagai aerosol.
Melalui tetesan itu, virus dapat dibawa pada jarak yang lebih jauh dan berakumulasi di dalam ruangan tertutup dengan ventilasi yang buruk.
Baca juga: Mulai Masuk Kerja? Penting Perhatikan Ventilasi Ruangan untuk Cegah Penularan Corona
Kecurigaan ini muncul setelah adanya penularan di restoran-restoran maupun tempat-tempat lain, di mana orang-orang tetap terpapar virus meskipun menjaga jarak yang cukup dengan orang yang terinfeksi.
Materi genetik virus juga telah dideteksi pada sampel udara dari ruangan berventilasi buruk seperti toilet rumah sakit. Akan tetapi, belum ada yang menemukan virus infeksius yang hidup di dalam sampel udara tersebut.
"Kami mengetahui, ketika bakteri atau virus terbawa udara dalam tetesan pernapasan, mereka akan cepat mengering dan kehilangan viabilitas. Oleh karena itu, menjadi penting untuk memahaminya ketika melihat peran penularan melalui udara pada Covid-19," kata pemimpin dari penelitian baru ini, Prof Jonathan Reid dari University of Bristol.
Baca juga: Ramai soal Kasus Mumtaz Rais, Ini Penjelasan soal Pentingnya Keselamatan Udara
Pada penelitian terbaru ini, para peneliti dari University of Bristol telah mengembangkan sebuah mesin untuk menguji berapa lama virus SARS-CoV-2 dapat bertahan dalam partikel airborne kecil.
Suhu, kelembapan, hingga intensitas sinar UV dari udara sekitarnya dikontrol secara ketat dan dapat dimanipulasi untuk meniru berbagai skenario di dunia nyata.
Sebelumnya, melansir Euronews (9/7/220), Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan bahwa penularan airborne untuk virus corona mungkin terjadi setelah 200 ilmuwan mendesak pihaknya untuk memperhatikan hal itu.
"Beberapa studi menduga kemungkinan itu terutama pada ruang tertutup yang ramai, contohnya seperti selama latihan paduan suara, di restoran atau di kelas-kelas fitness," kata WHO.
Baca juga: CDC Sebutkan Adanya Penyebaran Covid-19 di Pesawat, Ini Penjelasannya...
Laporan WHO sendiri dirilis setelah publikasi surat terbuka dalam jurnal akademik yang meminta kepada komunitas medis untuk mengakui potensi penularan airborne pada virus corona, yang didukung 239 ahli.
Sementara itu, diberitakan Kompas.com (21/9/2020), CDC juga mencatat bahwa virus corona dapat menyebar melalui tetesan dan partikel di udara yang terbentuk ketika penderita Covid-19 batuk, bersin, bernyanyi, berbicara, atau bernapas.
"Ada bukti yang berkembang bahwa tetesan dan partikel di udara dapat tetap melayang dan dihirup oleh orang lain, bahkan menempuh jarak lebih dari 2 meter," tulis CDC.
Secara umum, lingkungan dalam ruangan tanpa ventilasi yang baik meningkatkan risiko ini. Dibandingkan dengan penyakit pernapasan lain, Covid-19 termasuk di antara yang paling mudah menular.
Baca juga: Simak, Ini 10 Cara Pencegahan agar Terhindar dari Virus Corona
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.