Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Angka Kematian Covid-19 di Indonesia Tembus 10.000, Apa yang Salah?

Kompas.com - 25/09/2020, 10:46 WIB
Ahmad Naufal Dzulfaroh,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Penambahan 128 pasien Covid-19 yang meninggal dunia pada Kamis (24/9/2020), menyebabkan angka kematian akibat virus corona di Indonesia mencapai 10.105 orang.

Angka itu menjadi yang tertinggi di Asia, setelah India dan Iran.

Namun, jika melihat case fatality rate (CFR), Indonesia hanya berada di bawah Iran dengan tingkat kematian 3,8 persen, lebih tinggi dari rata-rata global yang berada pada kisaran 3 persen.

Baca juga: Hari Ini Rekor Kasus Harian Covid-19, Zona Merah Bertambah Jadi 58, Mana Saja?

Banyak kasus tidak terdeteksi

Menanggapi hal itu, epidemiolog Griffith University Dicky Budiman menilai wajar angka kematian di Indonesia tinggi.

Sebab, ini merupakan dampak dari rendahnya cakupan tes sejak awal pandemi virus corona mulai merebak di Indonesia.

Akan tetapi, masalah testing sampai saat ini tak kunjung bisa diselesaikan.

"Ini menjadi bukti bahwa penyebaran Covid-19 di Indonesia cepat. Karena laju penyebaran cepat dan testing rendah, maka banyak kasus tidak terdeteksi. Ini penting dalam kaitan waktu," kata Dicky kepada Kompas.com, Jumat (25/9/2020).

Baca juga: Anies Larang OTG Covid-19 Isolasi Mandiri di Rumah, Benarkah Akan Menularkan ke Anggota Keluarga Lain?

Konsekuensi logis jika tak mampu melakukan deteksi dini dan cepat, sambungnya, adalah angka kematian yang tinggi.

Bahkan, ia menyebut bahwa angka sebenarnya yang terjadi di lapangan kemungkinan tiga kali lipat lebih tinggi dari laporan pemerintah.

Menurutnya, angka kematian bisa menjadi indikator valid untuk melihat performa program pengendalian virus corona di satu negara atau wilayah.

Baca juga: Mengenal Apa Itu OTG dan Bagaimana Mengujinya?

"Saya tidak mengatakan gagal, tapi ada satu strategi yang tidak memadai, atau bahkan salah," jelas dia.

 

"Nah ini menunjukkan kita harus segera melakukan evaluasi cepat dan serius. Artinya strategi kita selama ini tidak tepat," lanjutnya.

Evaluasi manajemen pengendalian pandemi dan sistem kesehatan

Tangkapan layar zona merah di laman Peta Risiko per 24 September 2020, ada 58 zona merahcovid19.go.id Tangkapan layar zona merah di laman Peta Risiko per 24 September 2020, ada 58 zona merah

Tak hanya evaluasi dalam hal testing dan tracing, Dicky mengimbau agar pemerintah juga mengevaluasi manajemen pengendalian pandemi dan sistem kesehatan.

Meski beberapa kali mencatatkan rekor kasus harian, ia menyebut Indonesia masih belum mencapai puncak pandemi Covid-19.

"Apa yang terjadi saat ini belumlah yang terburuk, belum mencapai puncaknya," papar dia.

Menurutnya, DKI Jakarta mungkin telah mendekati puncak pandemi, tetapi puncak pandemi secara nasional masih jauh dari puncaknya.

"Karena faktor negara kepulauan ini memiliki dampak dalam keunikan pola pandemi di Indonesia," tutupnya.

Baca juga: Mengenal 6 Pulau Terbesar di Dunia, Sebagian di Indonesia

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: 5 Kesalahan Umum Cara Pakai Masker

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Video Viral Pusaran Arus Laut di Perairan Alor NTT, Apakah Berbahaya?

Video Viral Pusaran Arus Laut di Perairan Alor NTT, Apakah Berbahaya?

Tren
Sosok Rahmady Effendi Hutahaean, Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta yang Dilaporkan ke KPK

Sosok Rahmady Effendi Hutahaean, Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta yang Dilaporkan ke KPK

Tren
Harta Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Disebut Janggal, Benarkah Hanya Rp 6,3 Miliar?

Harta Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Disebut Janggal, Benarkah Hanya Rp 6,3 Miliar?

Tren
5 Potensi Efek Samping Minum Susu Campur Madu yang Jarang Diketahui

5 Potensi Efek Samping Minum Susu Campur Madu yang Jarang Diketahui

Tren
5 Penyebab Anjing Peliharaan Mengabaikan Panggilan Pemiliknya

5 Penyebab Anjing Peliharaan Mengabaikan Panggilan Pemiliknya

Tren
8 Fakta Penggerebekan Laboratorium Narkoba di Bali, Kantongi Rp 4 Miliar

8 Fakta Penggerebekan Laboratorium Narkoba di Bali, Kantongi Rp 4 Miliar

Tren
UPDATE Banjir Sumbar: 50 Orang Meninggal, 27 Warga Dilaporkan Hilang

UPDATE Banjir Sumbar: 50 Orang Meninggal, 27 Warga Dilaporkan Hilang

Tren
Rusia Temukan Cadangan Minyak 511 Miliar Barel di Antarktika, Ancam Masa Depan Benua Beku?

Rusia Temukan Cadangan Minyak 511 Miliar Barel di Antarktika, Ancam Masa Depan Benua Beku?

Tren
Duduk Perkara Kepala Bea Cukai Purwakarta Dibebastugaskan, Buntut Harta Kekayaan Tak Wajar

Duduk Perkara Kepala Bea Cukai Purwakarta Dibebastugaskan, Buntut Harta Kekayaan Tak Wajar

Tren
Ini yang Terjadi pada Tubuh Ketika Anda Latihan Beban Setiap Hari

Ini yang Terjadi pada Tubuh Ketika Anda Latihan Beban Setiap Hari

Tren
Pendaftaran Sekolah Kedinasan Dibuka Besok, Berikut Link, Jadwal, Formasi, dan Cara Daftar

Pendaftaran Sekolah Kedinasan Dibuka Besok, Berikut Link, Jadwal, Formasi, dan Cara Daftar

Tren
Ramai soal Ribuan Pendaki Gagal 'Muncak' di Gunung Slamet, PVMBG: Ada Peningkatan Gempa Embusan

Ramai soal Ribuan Pendaki Gagal "Muncak" di Gunung Slamet, PVMBG: Ada Peningkatan Gempa Embusan

Tren
Apa yang Terjadi pada Tubuh Saat Berhenti Minum Teh Selama Sebulan?

Apa yang Terjadi pada Tubuh Saat Berhenti Minum Teh Selama Sebulan?

Tren
Bisakah Hapus Data Pribadi di Google agar Jejak Digital Tak Diketahui?

Bisakah Hapus Data Pribadi di Google agar Jejak Digital Tak Diketahui?

Tren
Berapa Lama Jalan Kaki untuk Ampuh Menurunkan Kolesterol?

Berapa Lama Jalan Kaki untuk Ampuh Menurunkan Kolesterol?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com