Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fenomena Langit Merah di California Mirip Saat Kebakaran Jambi 2019, Ini Penjelasannya

Kompas.com - 11/09/2020, 20:37 WIB
Retia Kartika Dewi,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kebakaran hutan yang terjadi di California, Amerika Serikat pada Senin (7/9/2020) dilaporkan terus meluas.

Kebakaran yang berlokasi di Hutan Nasional Plumas bagian timur laut San Francisco diketahui menyebar sejauh 40 kilometer dalam sehari.

Akibat kebakaran ini suhu di sejumlah tempat mengalami peningkatan dan wilayah setempat mengalami asap udara pekat dengan abu dan bara api.

Tak hanya itu, langit di dekat lokasi kebakaran juga memerah. Bahkan, sejumlah transportasi sampai menyalakan lampu karena pandangannya yang terbatas.

Baca juga: AS Merah Membara, Kebakaran Hutan California Menjalar Lebih Cepat dari Biasanya

Langit kemerahan pasca kebakaran

Mengenai langit yang berwarna merah di California, astronom amatir Indonesia, Marufin Sudibyo mengungkapkan, kondisi itu serupa dengan peristiwa di Kabupaten Muaro Jambi pada 2019.

"Panorama tersebut disebabkan oleh dahsyatnya kebakaran hutan dan lahan setempat yang turut berkontribusi dalam bencana kabut asap kawasan lewat partikulat-partikulat mikronya yang juga membumbung ke udara dalam jumlah massif," ujar Marufin saat dihubungi Kompas.com, Jumat (11/9/2020).

Kondisi Jambi berwarna merah pada Sabtu (21/9/2019) pukul 12.53 WIB.Facebook: Qha Caslley Kondisi Jambi berwarna merah pada Sabtu (21/9/2019) pukul 12.53 WIB.

Menurut Marufin, langit California memerah bukan karena tingginya suhu udara, juga bukan karena tingginya suhu api kebakaran hutan dan lahan di dekatnya.

Namun, akibat bekerjanya peristiwa fisika yang mewujud dalam salah satu di antara dua kejadian, yakni Hamburan Rayleigh dan Hamburan Lorenz-Mie.

"Peristiwa hamburan cahaya merupakan hamburan elastis pada berkas cahaya yang disebabkan oleh konsentrasi partikulat-partikulat mikro (berukuran sama atau lebih besar dari panjang gelombang cahaya) atau partikulat-partikulat submikro (berukuran lebih kecil dari panjang gelombang cahaya) di udara," ujar Marufin.

Adapun dua jenis hamburan tersebut hanya melewatkan spektrum cahaya tertentu saja dan inilah yang akan kita lihat.

Ia mengungkapkan, cahaya tampak memiliki panjang gelombang 0,4 hingga 0,7 mikrometer dan terdiri atas 7 warna cahaya yang bergabung menjadi satu sebagai cahaya putih.

Baca juga: Langit Merah di Jambi Dikenal dengan Hamburan Rayleigh, Ini Penjelasannya

Kemudian, saat berkas cahaya ini (termasuk cahaya Matahari) melintasi ruang yang berisi partikulat-partikulat mikron dengan ukuran lebih besar dari 1 mikrometer, terjadilah proses hamburan Lorenz-Mie.

Sebaliknya jika ukuran partikulatnya lebih kecil dari 1 mikrometer maka terjadilah hamburan Rayleigh.

"Proses hamburan tersebut membuat sebagian warna cahaya terhambur kemana-mana dan tak meneruskan perjalanan ke tujuan awal," ujar Marufin.

Hamburan Rayleigh

Suasana di San Francisco, California, AS, dengan langit berwarna oranye yang dipenuhi asap pekat dari kebakaran lahan, Rabu (9/9/2020). Kebakaran terbesar dalam sejarah California itu dilaporkan telah menghancurkan 470 ribu hektar vegetasi kering dan 3,1 juta hektar lahan terbakar.AFP/BRITTANY HOSEA-SMALL Suasana di San Francisco, California, AS, dengan langit berwarna oranye yang dipenuhi asap pekat dari kebakaran lahan, Rabu (9/9/2020). Kebakaran terbesar dalam sejarah California itu dilaporkan telah menghancurkan 470 ribu hektar vegetasi kering dan 3,1 juta hektar lahan terbakar.

Ia menduga peristiwa di California merupakan aksi dari hamburan Rayleigh.

Sebab, warna cahaya dominan yang diteruskan dari kedua proses hamburan tersebut sedikit berbeda.

Pada hamburan rayleigh, warnanya lebih memerah dibanding hamburan Lorenz-Mie.

"Normalnya hamburan Rayleigh selalu kita alami setiap senja kala Matahari hendak kembali ke peraduan, dalam durasi singkat selama beberapa puluh menit," ujar dia.

Tak hanya itu, Marufin mengatakan bahwa fenomena ini atau cahaya merah yang tampak ini tidaklah berbahaya, selain eksistensi partikulat pengotor di udara yang menyebabkannya.

"Iritasi mata hingga gangguan pernafasan berpeluang besar terjadi manakala partikulat pengotor mikro/submikro hadir apalagi dalam kerapatan yang tinggi," tambah Marufin.

Baca juga: Lord Rayleigh, Penemu Fenomena Langit Merah seperti yang Terjadi di Jambi

Penjelasan BMKG

Kepala Sub Bidang Peringatan Dini Cuaca dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Agie Wandala menyampaikan, fenomena langit berwarna kemerahan yang terjadi di California disebabkan karena tingginya konsentrasi debu partikulat polutan.

"Analisis saya, fenomena langit berwarna kemerahan yang terjadi di California disebabkan oleh tingginya konsentrasi debu partikulat polutan, biasanya berukuran kurang dari 10 mikron di atmosfer akibat pembakaran hutan dan lahan di wilayah tersebut," ujar Agie saat dihubungi Kompas.com, Jumat (11/9/2020).

Menurutnya, jika ditinjau dari teori fisika atmoster, perubahan langit menjadi kemerahan disebabkan karena hamburan sinar matahari oleh partikel mengapung di udara yang berukuran kecil (aerosol), yang dikenal dengan istilah 'mie scattering'.

"Hamburan ini terjadi jika diameter aerosol dari polutan sama dengan panjang gelombang sinar tampak matahari (visible) di atmosfer," ujar Agie.

Ia menambahkan, fenomena ini cenderung terjadi di wilayah sekitar kebakaran hutan dan lahan dengan area yang luas dan durasi yang cukup lama.

Selain meningkatkan konsentrasi polutan di atmosfer, kebakaran hutan dan lahan juga memnerika dampak sebagai berikut:

- Peningkatan suhu udara di sekitar wilayah karhutla
- Peningkatan kabut asap yang dapat mengganggu jarak pandang
- Menyebabkan penyakit ISPA akibat asap karhutla
- Kerusakan ekosistem hutan
- Kerusakan bangunan
- Dampak sosial ekonomi, dan lainnya.

Agie mengatakan, dampak kebakaran hutan cenderung sama di berbagai wilayah dengan dampak paling utama adalah kerusakan ekosistem hutan dan peningkatan kabut asap serta polusi.

Baca juga: Tak Hanya di Jambi, Langit Merah Pernah Terjadi di London karena Badai Ophelia

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Kronologi Kecelakaan Bus di Subang, 9 Orang Tewas dan Puluhan Luka-luka

Kronologi Kecelakaan Bus di Subang, 9 Orang Tewas dan Puluhan Luka-luka

Tren
Warganet Pertanyakan Mengapa Aurora Tak Muncul di Langit Indonesia, Ini Penjelasan BRIN

Warganet Pertanyakan Mengapa Aurora Tak Muncul di Langit Indonesia, Ini Penjelasan BRIN

Tren
Saya Bukan Otak

Saya Bukan Otak

Tren
Pentingnya “Me Time” untuk Kesehatan Mental dan Ciri Anda Membutuhkannya

Pentingnya “Me Time” untuk Kesehatan Mental dan Ciri Anda Membutuhkannya

Tren
Bus Pariwisata Kecelakaan di Kawasan Ciater, Polisi: Ada 2 Korban Jiwa

Bus Pariwisata Kecelakaan di Kawasan Ciater, Polisi: Ada 2 Korban Jiwa

Tren
8 Misteri di Piramida Agung Giza, Ruang Tersembunyi dan Efek Suara Menakutkan

8 Misteri di Piramida Agung Giza, Ruang Tersembunyi dan Efek Suara Menakutkan

Tren
Mengenal Apa Itu Eksoplanet? Berikut Pengertian dan Jenis-jenisnya

Mengenal Apa Itu Eksoplanet? Berikut Pengertian dan Jenis-jenisnya

Tren
Indonesia U20 Akan Berlaga di Toulon Cup 2024, Ini Sejarah Turnamennya

Indonesia U20 Akan Berlaga di Toulon Cup 2024, Ini Sejarah Turnamennya

Tren
7 Efek Samping Minum Susu di Malam Hari yang Jarang Diketahui, Apa Saja?

7 Efek Samping Minum Susu di Malam Hari yang Jarang Diketahui, Apa Saja?

Tren
Video Viral, Pengendara Motor Kesulitan Isi BBM di SPBU 'Self Service', Bagaimana Solusinya?

Video Viral, Pengendara Motor Kesulitan Isi BBM di SPBU "Self Service", Bagaimana Solusinya?

Tren
Pedang Excalibur Berumur 1.000 Tahun Ditemukan, Diduga dari Era Kejayaan Islam di Spanyol

Pedang Excalibur Berumur 1.000 Tahun Ditemukan, Diduga dari Era Kejayaan Islam di Spanyol

Tren
Jadwal Pertandingan Timnas Indonesia Sepanjang 2024 Usai Gagal Olimpiade

Jadwal Pertandingan Timnas Indonesia Sepanjang 2024 Usai Gagal Olimpiade

Tren
6 Manfaat Minum Wedang Jahe Lemon Menurut Sains, Apa Saja?

6 Manfaat Minum Wedang Jahe Lemon Menurut Sains, Apa Saja?

Tren
BPJS Kesehatan: Peserta Bisa Berobat Hanya dengan Menunjukkan KTP Tanpa Tambahan Berkas Lain

BPJS Kesehatan: Peserta Bisa Berobat Hanya dengan Menunjukkan KTP Tanpa Tambahan Berkas Lain

Tren
7 Rekomendasi Olahraga untuk Wanita Usia 50 Tahun ke Atas, Salah Satunya Angkat Beban

7 Rekomendasi Olahraga untuk Wanita Usia 50 Tahun ke Atas, Salah Satunya Angkat Beban

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com