Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jika Resesi Tak Bisa Dihindari, Ini yang Dapat Dilakukan Masyarakat

Kompas.com - 02/09/2020, 20:00 WIB
Luthfia Ayu Azanella,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Dampak pandemi Covid-19 bagi perekonomian dunia terlihat begitu nyata di depan mata.

Tahun ini, sejumlah negara besar sudah mengumumkan mengalami resesi atau pertumbuhan ekononomi negatif selama dua kuartal atau lebih secara berturut-turut.

Sebut saja Amerika Serikat, Korea Selatan, Perancis, Jerman, Singapura, Spanyol, Italia, dan lain-lain.

Indonesia, belum menyatakan mengalami resesi. Namun potensi yang mengarah pada kondisi tersebut dinilai terbuka. 

Presiden Joko Widodo sudah memperingatkan, jika pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal III-2020 ini masih lah negatif, maka Indonesia akan masuk ke jurang resesi.

Hal itu mengingat pertumbuhan di kuartal sebelumnya tercatat minus 5,32 persen.

"Kalau kita masih berada pada posisi minus, artinya kita masuk ke resesi," kata Jokowi, Selasa (1/8/2020) seperti diberitakan Kompas.com sebelumnya.

Baca juga: Jokowi: Kalau Masih Minus, Artinya Kita Masuk Resesi

Akhir September

Ekonom sekaligus peneliti dari Institut for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudistira menyebut, resesi bisa terjadi di kuartal ke-III 2020 yang akan berakhir pada September ini.

"Resesi dipastikan akan terjadi ketika kuartal ke-III pertumbuhan ekonomi negatif," kata Bhima, dihubungi Rabu (2/9/2020).

Ia menyebut sejumlah indikator sudah mengarah pada terjadinya resesi di antaranya pertumbuhan kredit perbankan menurut data uang beredar Bank Indonesia per Juli 2020 masih 1 persen atau tidak mengalami kenaikan signifikan dari bulan sebelumnya.

"Bahkan untuk kredit modal kerja tercatat negatif 1,7 persen dan kredit konsumsi tumbuh 1,5 persen. Lesunya pertumbuhan kredit perbankan menunjukkan tingkat risiko yang tinggi pada sisi debitur sehingga bank rem ekspansi kredit barunya," jelas dia.

Baca juga: Australia Alami Resesi Pertama dalam Hampir 30 Tahun

Indikator kedua adalah data deflasi Juli dan Agustus menunjukkan daya beli masyarakat yang masih tertekan.

Bhima menjelaskan, jika resesi benar-benar terjadi maka sebagai konsekuensinya akan ada banyak masyarakat yang kehilangan pekerjaan dan pendapatan akibat adanya pemutusan hubungan kerja sepihak dari perisahaan.

"Otomatis dana yang ada tak mencukupi untuk menopang kebutuhan sehari hari. Masyarakat perlu lebih kreatif untuk memulai usaha di sektor ekonomi digital," ungkap Bhima.

Bisnis yang bisa bertahan

Bisnis di ranah digital dipandang sebagai satu lahan yang menjanjikan di masa sulit ini, karena masyarakat banyak memenuhi kebutuhannya melalui platform digital.

"Ini motor ekonomi yang prospeknya bagus ketika terjadi fenomena work from home dan pandemi angka positifnya masih tinggi. Maka masyarakat makin tergantung pada konsumsi barang dan jasa secara online," ucap dia.

"Syukur-syukur ada penciptaan lapangan kerja baru di sektor industri manufaktur, perdagangan, komunikasi, dan logistik, karena bonanza ekonomi digital," tambahnya.

Bhima menyebut, mulai saat ini perlu ancang-ancang agar penurunan ekonomi tidak semakin berlanjut. Semua pihak menurutnya bisa mengambil peran. 

"Tugas kita bersama adalah menghentikan laju resesi agar tidak berlanjut pada kuartal ke IV 2020," jelasnya.

Baca juga: Covid-19, Resesi Ekonomi, dan Perubahan Budaya Kerja

Yang bisa dilakukan masyarakat

Dikutip dari Kompas.com (4/8/2020), pakar finansial Ahmad Gozali mengatakan dampak resesi ekonomi, terutama pada masyarakat kelas bawah adalah tingkat pengangguran yang bertambah. 

"Produksi dalam negeri berkurang otomatis lapangan kerja juga berkurang. Hal ini menyebabkan naiknya angka kemiskinan," kata Gozali saat dihubungi Kompas.com, Selasa (4/8/2020).

Cara bertahan saat resesi

Agar bisa bertahan saat resesi, Gozali menyebut ada beberapa hal yang secara umum bisa dilakukan, yaitu:

  • Melindungi sumber penghasilan

Sebagai karyawan menurut dia sebaiknya tidak agresif pindah pekerjaan dahulu sebelum ada kepastian pekerjaan baru lebih stabil.

"Untuk yang punya usaha, pertimbangkan kembali rencana ekspansi," kata Gozali

  • Miliki dana cadangan

Dia menyampaikan dana cadangan sebaiknya dijaga 3-12 kali pengeluaran bulanan dalam bentuk likuid.

"Artinya, kalau sekarang kurang dari itu, bisa ditambah dengan mengurangi aset risiko tinggi dan menambah likuiditas," kata Gozali.

  • Tahan pembelanjaan besar, terutama kredit

Apabila sebelumnya ada rencana kredit kendaraan atau rumah, maka perlu dipelajari lagi risikonya.

"Apakah cukup aman untuk melanjutkan rencana tersebut. Jangan terlalu memaksakan, misalnya menggunakan dana cadangan untuk bayar DP (down payment)," kata Gozali

"Intinya dana cadangan menjadi semakin penting, jangan terpakai untuk hal lain dulu. Bahkan kalau bisa ditambah," imbuhnya.

  • Tetap belanja secara rutin

"Karena pembelanjaan konsumtif rumah tangga untuk hal-hal penting di Indonesia justru menjadi salah satu pendorong ekonomi yang dominan," kata Gozali.

Baca juga: Jika Terjadi Resesi Ekonomi, Berikut yang Dapat Dilakukan Masyarakat

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com