Kedua, belum terlihat sinergitas antara Kejagung dengan Komisi Kejaksaan (Komjak) dalam penanganan kasus ini.
Padahal, dalam Perpres tentang Komjak disebutkan bahwa Komjak berhak untuk memberikan rekomendasi dan saran serta harus didengarkan oleh Kejagung.
"Justru paling lucunya adalah Komisi Kejaksaan sebagai aparatur yang mengawasi kinerja dari jaksa-jaksa tersebut tidak dilibatkan," papar dosen Hukum Administrasi dan Keuangan Negara Fakultas Hukum Universitas Bengkulu (UNIB) itu.
"Bahkan masukan dan rekomendasi dari Komjak tidak didengarkan oleh Kejagung," tambah dia.
Baca juga: Berkaca dari Kasus Djoko Tjandra, Mengapa Penegak Hukum Justru Melanggar Hukum?
Ketiga, Beni menilai penanganan kasus tersebut tidak dilakukan secara transparan atau terkesan ditutup-tutupi.
Buktinya, Kejagung sampai saat ini belum pernah menampilkan Jaksa Pinampi di muka publik serta mengumumkan sejauh mana proses pengungkapan kasus ini.
"Kalau di KPK kan jelas, ketika penyelenggara diduga melakukan tindak pidana korupsi, itu kan dibuka secara publik dan diumumkan. Ini kan tidak," tutur Beni.
Baca juga: Saat KPK dan Kejagung Berebut Menangani Kasus Jaksa Pinangki...