Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Sejumlah Kejanggalan dalam Penanganan Kasus Jaksa Pinangki

KOMPAS.com - Kasus dugaan suap yang melibatkan Jaksa Sirna Malasari terus bergulir di Kejaksaan Agung (Kejagung).

Jaksa Pinangki diduga menerima suap sebesar 500.000 dollar AS atau setara dengan Rp 7,4 miliar dan berperan dalam memuluskan permohonan peninjauan kembali (PK) yang diajukan Djoko Tjandra.

Berbagai pihak menilai, penanganan kasus dugaan suap ini sarat akan konflik kepentingan. Pasalnya, Kejagung merupakan institusi tempat Jaksa Pinangki bekerja.

Peneliti di Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas Beni Kurnia Ilahi melihat sejumlah kejanggalan dalam penanganan kasus Jaksa Pinangki.

Pertama, Kejagung tiba-tiba mengeluarkan pedoman tentang pengusutan kasus yang melibatkan institusi tersebut.

Dengan dikeluarkannya pedoman itu, semua pengusutan terlebih dahulu harus mendapatkan izin dari Jaksa Agung.

"Salah satu kejanggalannya adalah tiba-tiba kejagung mengeluarkan pedoman untuk mengusut kasus-kasus yang berkenaan dengan internal Kejagung harus seizin jaksa agung terlebih dahulu," kata Beni saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (28/8/2020).


Dinilai tidak transparan

Kedua, belum terlihat sinergitas antara Kejagung dengan Komisi Kejaksaan (Komjak) dalam penanganan kasus ini.

Padahal, dalam Perpres tentang Komjak disebutkan bahwa Komjak berhak untuk memberikan rekomendasi dan saran serta harus didengarkan oleh Kejagung.

"Justru paling lucunya adalah Komisi Kejaksaan sebagai aparatur yang mengawasi kinerja dari jaksa-jaksa tersebut tidak dilibatkan," papar dosen Hukum Administrasi dan Keuangan Negara Fakultas Hukum Universitas Bengkulu (UNIB) itu.

"Bahkan masukan dan rekomendasi dari Komjak tidak didengarkan oleh Kejagung," tambah dia.

Ketiga, Beni menilai penanganan kasus tersebut tidak dilakukan secara transparan atau terkesan ditutup-tutupi.

Buktinya, Kejagung sampai saat ini belum pernah menampilkan Jaksa Pinampi di muka publik serta mengumumkan sejauh mana proses pengungkapan kasus ini.

"Kalau di KPK kan jelas, ketika penyelenggara diduga melakukan tindak pidana korupsi, itu kan dibuka secara publik dan diumumkan. Ini kan tidak," tutur Beni.


Pelimpahan kasus

Keempat, KPK tidak dilibatkan sedikit pun dalam penanganan kasus ini.

Untuk itu, Beni berharap agar Kejagung melimpahkan kasus Jaksa Pinangki secara arif kepada KPK, sebagaimana amanat Undang-Undang.

Selain khawatir akan terjadi konflik kepentingan, penanganan kasus itu juga berpotensi menghilangkan keindependensian lembaga.

"Sederhana saja, kalau kemudian kasus jaksa ditangani juga oleh Kejagung, ini kan sama saja artinya ibarat orang tua menghukum anaknya, tentu tidak akan muncul keindependensian lembaga," tutupnya.

Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Hari Setiyono mengatakan tidak ada istilah inisiatif menyerahkan kasus. Sejauh ini, pihaknya sudah melakukan koordinasi dan supervisi dengan KPK untuk kasus Pinangki.

“Jadi tidak ada yang tadi dikatakan ada inisiatif menyerahkan, tapi mari kita kembali kepada aturan, kita sudah melakukan koordinasi dan supervisi,” ujarnya sebagaimana diberitakan Kompas.com, Kamis (27/8/2020).

Menurutnya, masing-masing institusi penegak hukum memiliki kewenangan dan sudah seharusnya saling mendukung.

Selain itu, pihaknya berjanji akan transparan dalam pengusutan kasus Pinangki.

"Kami harap semua masyarakat mengawal penanganan perkara ini. Kami akan transparan memberitahukan kepada publik,"imbuhnya.

https://www.kompas.com/tren/read/2020/08/30/113000465/sejumlah-kejanggalan-dalam-penanganan-kasus-jaksa-pinangki

Terkini Lainnya

SIM Diganti NIK Mulai 2025, Kapan Masyarakat Harus Ganti Baru?

SIM Diganti NIK Mulai 2025, Kapan Masyarakat Harus Ganti Baru?

Tren
Dirjen Dikti: Rektor Harus Ajukan UKT 2024 dan IPI Tanpa Kenaikan

Dirjen Dikti: Rektor Harus Ajukan UKT 2024 dan IPI Tanpa Kenaikan

Tren
Warganet Sebut Pemakaian Kain Gurita Bayi Bisa Cegah Hernia, Benarkah?

Warganet Sebut Pemakaian Kain Gurita Bayi Bisa Cegah Hernia, Benarkah?

Tren
Saat Jokowi Sebut UKT Akan Naik Tahun Depan, tapi Prabowo Ingin Biaya Kuliah Turun

Saat Jokowi Sebut UKT Akan Naik Tahun Depan, tapi Prabowo Ingin Biaya Kuliah Turun

Tren
Bolehkah Polisi Hapus 2 Nama DPO Pembunuhan Vina yang Sudah Diputus Pengadilan?

Bolehkah Polisi Hapus 2 Nama DPO Pembunuhan Vina yang Sudah Diputus Pengadilan?

Tren
Kisah Nenek di Jepang, Beri Makan Gratis Ratusan Anak Selama Lebih dari 40 Tahun

Kisah Nenek di Jepang, Beri Makan Gratis Ratusan Anak Selama Lebih dari 40 Tahun

Tren
Ramai soal Uang Rupiah Diberi Tetesan Air untuk Menguji Keasliannya, Ini Kata BI

Ramai soal Uang Rupiah Diberi Tetesan Air untuk Menguji Keasliannya, Ini Kata BI

Tren
Benarkah Pegawai Kontrak yang Resign Dapat Uang Kompensasi?

Benarkah Pegawai Kontrak yang Resign Dapat Uang Kompensasi?

Tren
Peneliti Ungkap Hujan Deras Dapat Picu Gempa Bumi, Terjadi di Perancis dan Jepang

Peneliti Ungkap Hujan Deras Dapat Picu Gempa Bumi, Terjadi di Perancis dan Jepang

Tren
Pengguna Jalan Tol Wajib Daftar Aplikasi MLFF Cantas, Mulai Kapan?

Pengguna Jalan Tol Wajib Daftar Aplikasi MLFF Cantas, Mulai Kapan?

Tren
BMKG Keluarkan Peringatan Kekeringan Juni-November 2024, Ini Daftar Wilayahnya

BMKG Keluarkan Peringatan Kekeringan Juni-November 2024, Ini Daftar Wilayahnya

Tren
Ada Potensi Kekeringan dan Banjir secara Bersamaan Saat Kemarau 2024, Ini Penjelasan BMKG

Ada Potensi Kekeringan dan Banjir secara Bersamaan Saat Kemarau 2024, Ini Penjelasan BMKG

Tren
Pengakuan Istri, Anak, dan Cucu SYL soal Dugaan Aliran Uang dari Kementan

Pengakuan Istri, Anak, dan Cucu SYL soal Dugaan Aliran Uang dari Kementan

Tren
Biaya Maksimal 7 Alat Bantu Kesehatan yang Ditanggung BPJS, Ada Kacamata dan Gigi Palsu

Biaya Maksimal 7 Alat Bantu Kesehatan yang Ditanggung BPJS, Ada Kacamata dan Gigi Palsu

Tren
Kronologi Mayat Dalam Toren Air di Tangsel, Diduga Tetangga Sendiri

Kronologi Mayat Dalam Toren Air di Tangsel, Diduga Tetangga Sendiri

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke